Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Kematian Tenaga Kesehatan Meluas ke Puskesmas

Dokter dan perawat di puskesmas kekurangan alat pelindung diri, sehingga rawan tertular Covid-19.

9 Juli 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Tenaga kesehatan terus berguguran akibat Covid-19.

  • Hingga kemarin, 48 dokter meninggal dengan berstatus positif maupun terduga terjangkit Covid-19.

  • Jumlah perawat yang wafat akibat pandemi global ini sebanyak 41 orang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA – Tenaga kesehatan terus bertumbangan karena serangan wabah corona. Hingga kemarin, 48 dokter meninggal dengan berstatus positif maupun terduga terjangkit Covid-19. Sedangkan perawat yang wafat di tengah pandemi ini berjumlah 41 orang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebaran tenaga kesehatan yang wafat akibat Covid-19 pun meluas. Sebelumnya, dokter dan perawat yang meninggal akibat Covid-19 adalah mereka yang bekerja di rumah sakit di perkotaan. Belakangan, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mencatat kematian juga menjemput dokter di pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) di perkampungan. “Distribusi kasusnya kian luas, sampai ke desa-desa," kata juru bicara IDI, Halik Malik, kepada Tempo, kemarin.

Meninggalnya dokter Sang Aji Widi Aneswara dan dokter Ane Roviana menjadi contoh. Sang Aji, yang bertugas di Puskesmas Karanganyar, Semarang, meninggal pada 6 Juli lalu. Sedangkan Ane, yang bertugas di Puskesmas Welahan, Jepara, Jawa Tengah, mengembuskan napas terakhir pada 25 Juni lalu.

Menurut Halik, banyak dokter terjangkit virus karena minimnya alat pelindung diri (APD). Dia menuturkan masih banyak puskesmas yang menunggu kiriman APD dari pemerintah. Di beberapa kawasan, sejumlah dokter terpaksa membeli APD secara mandiri.

Selain alat pelindung, kualitas fasilitas kesehatan, terutama puskesmas, tak merata. Halik mengatakan sejumlah puskesmas atau rumah sakit tak dilengkapi dengan fasilitas pemeriksaan Covid-19. Seharusnya, kata dia, alat tes corona tersedia di semua fasilitas kesehatan. "Banyak juga yang terjangkit dari pasien yang tak terdeteksi. Apalagi angka orang tanpa gejala cukup tinggi," kata dia.

Kondisi morat-marit itu terjadi karena masih banyak pemerintah daerah yang belum siap menghadapi pandemi. Ada juga pemerintah daerah yang terkesan meremehkan, sehingga berdampak pada buruknya penanganan wabah. Padahal, kata Halik, penularan Covid-19 masih terus terjadi di masyarakat.

Faktor lain adalah kondisi tenaga kesehatan. Menurut Halik, masih ada dokter berumur lebih dari 60 tahun yang berdinas. Padahal IDI menyarankan tenaga medis yang tergolong rentan agar beristirahat atau menangani pasien non-corona saja. Beberapa dokter juga wafat karena penyakit penyerta, seperti diabetes melitus, hipertensi, maupun obesitas.

Ketua Satuan Tugas Covid-19 Perhimpunan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) cabang Sumatera Selatan, Asani, juga melaporkan bahwa sejumlah perawat yang tertular di daerahnya bekerja di puskesmas. Padahal, pada bulan-bulan sebelumnya, mayoritas perawat yang tertular bekerja di rumah sakit di kawasan perkotaan.

Menurut Asani, sejumlah perawat di fasilitas kesehatan primer ini turut tertular karena banyak pengunjung yang sebenarnya mengidap Covid-19 tapi tidak terdeteksi. "Anggota kami dari puskesmas juga banyak mengeluhkan kekurangan APD," tutur dia.

Saat ini, sekitar 69 perawat di Sumatera Selatan terinfeksi Covid-19. Sedangkan di seluruh Indonesia, ada 152 perawat yang melaporkan statusnya sebagai pasien positif corona.

Menurut Ketua PPNI pusat, Harif Fadhillah, angka tersebut bisa saja jauh lebih tinggi karena masih banyak anggotanya yang belum melaporkan hasil pemeriksaan. Harif menyayangkan angka kematian tenaga medis yang masih tinggi. "Padahal pemerintah sudah memperbanyak jumlah APD dan mendistribusikannya ke pemerintah daerah," kata dia.

Harif menambahkan, ada sejumlah perawat yang meninggal karena terlambat ditangani. Sebab, belum semua tenaga medis mendapat hak pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR) secara rutin. Deteksi untuk perawat dan dokter, kata dia, seharusnya menjadi tanggung jawab rumah sakit sebagai penyedia layanan.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Rumah Sakit Swasta Seluruh Indonesia, Ichsan Hanafi, membenarkan bahwa masih ada rumah sakit yang belum menyelenggarakan tes bagi tenaga medis secara berkala. Dia menduga salah satu faktornya adalah kekurangan biaya.

Saat ini, kata Ichsan, rumah sakit mengeluhkan kondisi keuangan yang cekak karena jumlah pasien non-corona menurun hingga 50 persen. “Biaya pemeriksaan swab bagi tenaga medis maupun karyawan rumah sakit tak ditanggung oleh pemerintah,” kata Ichsan.

Juru bicara pemerintah untuk penanganan wabah, Achmad Yurianto, mengimbau tenaga medis dan pengelola fasilitas kesehatan aktif menghubungi pemerintah daerah setempat jika stok APD menipis. Yuri mengklaim pemerintah pusat memiliki banyak stok alat pelindung yang siap didistribusikan ke daerah yang membutuhkan.

Saran lainnya, kata Yuri, dokter dan perawat harus menjaga protokol kesehatan meski sedang berada di rumah. Ia mendapat laporan bahwa sejumlah tenaga kesehatan justru terinfeksi virus saat bertemu dengan keluarga, bukan ketika merawat pasien. "Tenaga kesehatan juga harus menjaga protokol kesehatan," kata dia.

ROBBY IRFANY


KEMATIAN TENAGA KESEHATAN MELUAS KE PUSKESMAS

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus