Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Kembali ke sepeda

Sekilas tentang sepeda dari masa ke masa. sekarang ini, sepeda tak lagi cuma mainan anak-anak, juga mainan orang dewasa.(sel)

13 Juni 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI dekat candi Prambanan, di pertengahan jalan antarkota Yogya-Klaten, sebuah kecelakaan terjadi. Seorang pengendara sepeda, Parto dilanggar mobil. Setelah cuma beberapa saat, Parto meninggal sebelum sampai di rumah sakit. Analisa polisi menunjukkan Parto terjatuh ke tengah jalan sebelum ia dilanggar mobil. Ia rupanya pingsan ketika sedang menunggang sepeda, dan sepedanya kemudian oleng. Tak jelas, apakah dia pingsan karena sakit atau mengantuk. Yang pasti Parto lelah. Ia salah seorang -- dari sekian puluh --pedagang bihun (semacam makanan) yang membawa dagangannya dengan sepeda dari Klaten ke Yogya. Jarak itu kurang lebih 40 kilometer. Konvoi pedagang bersepeda ini berangkat rata-rata pukul 20.00 malam dari Klaten. Sekitar pukul 2.00 pagi mereka sampai di Yogya, mendrop dagangannya, kemudian balik lagi ke Klaten. Malam hari, jalan raya antara Yogya-Klaten senantiasa ramai dengan konvoi sepeda. Mereka pedagang-pedagang itulah, bukan anggota "bersepeda santai". Tak syak, di kota-kota di Jawa Tengah sepeda masih merupakan kendaraan vital. Tidak hanya di dalam kota, bahkan juga kendaraan antar kota. Kalau saja di sepeda terdapat alat pengukur jumlah jarak, sebuah sepeda di Jawa Tengah bisa menunjukkan angka ratusan ribu kilometer. Tapi di kota-kota besar, ada kenyataan lain. Sudah sejak lama, sepeda bukan cuma kendaraan tidak-vital, malah hilang sama sekali. Di Jakarta umpamanya, di jalan-jalan besar orang seringkali ragu, apakah sepeda boleh lewat. Kendati tak ada tanda larangan tak satu pun sepeda nampak. Tapi kalaupun ada jalan-jalan yang tak boleh dilalui sepeda, polisi pun tak merasa perlu memasang tanda. Sebab sepedanya memang sudah tak ada. Jadi, terasa sama anehnya seperti, umpamanya, di sebuah jalan tiba-tiba nampak ada larangan bagi pengendara kuda atau gajah . Dari jalan-jalan raya, sepeda lalu terdesak ke pekarangan-pekarangan rumah. Ukurannya pun berubah menjadi kecil-kecil. Sepeda dalam bentuk itu dikenal sebagai mainan anak-anak. Lalu ramailah anak-anak bersepeda. Hadiah ulang tahun yang paling diimpi-impikan -- bagi yang berduit tentunya -- adalah sepeda. Yang kecil mengharapkan sepeda roda tiga, yang besaran mendapat roda dua -- atau malah roda empat. Bentuknya pun macam-macam. Yang namanya sepeda mini, tidak selalu berarti: buat anak kecil. Yang mini itu variasinya, kadang-kadang body-nya, tapi tak jarang juga rodanya, yang besarnya hampir sama dengan roda kursi. Kendati namanya masih sepeda, semuanya berpedal, berjeruji dan bannya selalu karet, imaji yang dibangun ternyata macam-macam. Keintiman dan cara manusia memperlakukan tunggangan ini beraneka ragam. Sepeda di tangan pedagang bihun, menjadi gerobak. Vital dan terpaksa kekar. Di tangan seorang anak kecil, jadi tak beda dengan mainan lainnya. Ditarik sana, ditarik sini, didorong, diseret dan siap dibongkar pasang. Jadi, sepeda ternyata bisa mengikuti segala macam cuaca. Bergantung kebutuhan. Dan sampai sekarang masih saja bertahan. Walaupun populasinya barangkali menurun, tak sampai punah. Sama-sama exist dengan kendaraan-kendaraan supersonik. 1790 ketika pertama kali sepeda ditemukan, bentuknya tentunya tak seperti yang sekarang. Terbuat dari kayu, dua rodanya -- muka, belakang -- dihubungkan oleh semacam kudakudaan. Tidak memakai pedal, penunggang kuda-kudaan itu harus "berlari duduk" agar tunggangan itu bisa menggelinding. Sesuai dengan keadaannya, sepeda waktu itu dinamai celerifere atau "kaki cepat". Hampir mirip dengan keadaan sekarang, sepeda waktu itu mainan. Tapi yang bermain dengan roda-rodaan itu bukan anak-anak. Percaya tidak percaya, sepeda kayu itu mainan orang dewasa. Bangsawan lagi. Sistem pedal baru ditemukan 1866. Penemunya Lalement. Dan orang inilah yang pertama kali mendaftarkan sepeda ke lembaga paten Amerika Serikat. Memang pantas. Badan scleda yang dibuatnya sudah terbuat dari besi. Bentuknya sudah mirip dengan sepeda masa kini, cuma rodanya saja masih dari besi. Di sini masalahnya. Roda-roda besi itu membuat sepeda jadi berguncang kuat ketika ditunggangi. Karenanya, penunggang kuda-kudaan besi ini tak ada yang bisa tahan lama. Pelepasannya memar dan sakit. Merasa kurang nyaman banyak orang kemudian ikut mencari bagaimana caranya supaya bisa duduk santai di atas sepeda. John Dunlop di 1888 akhirnya menemukan jalan keluar. ia menemukan pipa karet berangin yang kemudian dikenal sebagai ban. Sepeda jadi makin menarik saja. Tahun 1896 sebuah harian di masa itu The Detroit Tribune membuat publikasi besar-besaran tentang sepeda. Laporannya itu diberi berjudul Penemuan Terbesar Abad ke 79. Memang, disain sepeda makin lama jadi semakin cantik, dan semakin pas dengan kebutuhan. Penemuan berarti yang paling akhir adalah tandem, sepeda beroda tiga dengan dua pedal pengayuh. Ditemukan oleh dr. John Hinckley, pada mulanya sebagai pembawa orang sakit, dalam hal ini dua tandem dipasang berdampingan -- tak bisa disangkal, ini ambulans. Juga penggemarnya membludak. The Detroit Tribune mencatat berbagai pemandangan-pemandangan baru. Dalam waktu hampir bersamaan muncul patroli polisi bersepeda di Boston, Philadelphia, Cincinnati, Chicago dan Brooklyn. Bukan cuma polisi, cowboy-cowboy pun mengganti kudanya dengan sepeda. Beberapa gambar muncul di The Detrolt Tribune, cowboy bersepeda dengan tali di sadelnya. Malah menggeret seekor sapi dengan sepeda. Kendati sejarah tak mencatat ada revolusi sepeda, tak syak orang-orang yang hidup di masa itu tiba-tiba merasakan ada sebuah perubahan yang agak besar-besaran. Menjelang pergantian abad, demam sepeda makin meng-edan. Berbagai klub didirikan. Demam sepeda muncul bisa dibayangkan bagaimana. Dari Amerika Serikat, kemudian merambat ke seluruh dunia. Di saat itu tampil gagasan beberapa orang untuk keliling dunia dengan sepeda. Kesenangan ini sampai sekarang masih juga berlanjut. Di sekitar tahun 1950-an orangorang dewasa mulai bosan bermain sepeda-sepedaan. Dari kelompok ini sepeda merosot ke kelompok remaja. Di masa itu sudah jadi pemandangan umum, para remaja berpacaran naik sepeda. Sepasang remaja dan sepasang sepeda, mencari angin di tempat-tempat rekreasi. Asyik juga. Kemerosotan sepeda ternyata berlangsung terus. Sebabnya karena muncul demam baru: mobil. Sampai-sampai kaum muda lebih suka memilih mobil untuk berkencan dan jalan-jalan. Lalu sepeda ke mana? Tak salah lagi, ke anak kecil. Seperti juga di Indonesia, sepeda jadi barang mainan. Tapi itu rupanya bukan nasib sepeda yang paling akhir. Ada beberapa peristiwa yang mengubah nasib sepeda. Membuat gengsinya naik lagi, lalu membuat kejutan. Belakangan malah, demam baru. 1955 presiden Amerika Serikat-waktu itu -- Eisenhower kena serangan jantung. Dr. Paul Dudley White menganjurkan sang presiden untuk sedikit berolahraga. Anjuran ini semakin lama jadi semakin populer di Amerika: bersepeda. Kendati yang dianjurkan seorang presiden negara besar, dan yang jadi sebab cukup fatal: jantung, orang banyak tak serta merta percaya dan memeluk sepeda. Dr. P.D. White tak mampu menggerakkan masyarakat untuk kembali mencintai sepeda. Cuma dari jarak jauh ia menyiapkan sebuah alasan. Tapi, lumayan. Yang kemudian betul-betul menentukan nasib sepeda adalah krisis energi di tahun 1972. Dalam rangka pengiritan bahan bakar, orang pun melirik ke sepeda. Meninggalkan kekasihnya mobil -- yang rakus bahan bakar, dan berpaling pada bekas pacar yang sering pula disebut kereta-angin. Maka, di seluruh Amerika dan Eropa tiba-tiba sepeda bermunculan seperti bunga tulip di musim semi. Di Amerika, produksi sepeda pun meningkat. Antara 1972-1974 kurang lebih 45 juta sepeda terjual. Jumlah yang sebelum 1972 dicapai dalam waktu 10 tahun. Sampai tahun 1976 jumlahnya mencapai 100 juta buah. Gengsi sepeda naik luar biasa. Dipacari dan dibutuhkan banyak orang. Demam sepeda tiba-tiba muncul lagi. Berbagai klub, organisasi bangkit. Di Amerika muncul Institut Sepeda yang menerbitkan buletin Pedal Power yang bertujuan menghimpun pencintapencinta sepeda di seluruh dunia. Berbagai asesoris baru bagi sepeda bermunculan di pasaran. Juga kaus tangan, tas punggung, peralatan bongkar pasang yang praktis, bahkan sepatu khusus. Berbagai pemerintahan melihat juga pentingnya sepeda dipopulerkan. Bekas sekretaris departemen dalam negeri AS Stewart Udall pernah berpidato, "Meningkatkan jumlah sepeda di jalanan, sepuluh kali lebih penting daripada membangun sarana transportasi supersonik." Anjurannya dimakan. Negara Bagian Philadelphia, termasuk salah satu yang paling besar-besaran menyambut anjuran ini. Tahun lalu negara bagian itu menurunkan dana sebesar US$ 4,8 juta untuk persepedaan Yang paling unik, bis dan berbagai kendaraan umum di San Diego dipasangi rak khusus bagi penumpang-penumpang yang membawa sepeda. Jadi tak aneh kalau pada bis-bis yang berseliweran di kota itu, nampak sepeda-sepeda bergelantungan di sisi kiri kanannya. Mendapat tempat di bis, baru pertama kalinya dalam sejarah sepeda. Di Amerika tentunya, di Indonesia umpamanya, sudah lama sepeda dinyatakan boleh naik bis, walaupun sebetulnya tak dianjurkan. Tapi orang-orang Eropa dan Amerika rupanya tak suka merasa terpaksa mencintai sepeda. Merasa didesak Arab untuk bersepeda. Karena itu berbagai alasan dikaji untuk mencari "hakekat bersepeda". Yang romantik lalu berkata, bersepeda membuat seseorang jadi lebih dekat dengan bumi dan alam. Bersepeda adalah manifestasi, seseorang tak bergantung pada orang lain. Bergerak berdasarkan tenaganya sendiri. Taelah ! Di antara alasan-alasan yang digali, anjuran dr. P.D. White dianggap paling baik. Bukankah dia hampir 30 tahun lalu berpendapat, bersepeda sehat bagi tubuh manusia? Memang bersepeda termasuk berolahraga. Bagusnya, bukan olahraga khusus. Pergi bekerja dengan sepeda, bisa berarti berolahraga sekaligus. Juga termasuk olahraga yang baik. Dalam bersepeda, tubuh manusia berada dalam keadaan aerobik, distribusi zat asam merata. Berbeda umpamanya dengan angkat besi dan lari sprint 100 meter. Dalam lari sprint, misalnya, tubuh bekerja keras dalam waktu sangat singkat. Terjadi "penggumpalan" zat asam tak sempat merata ke seluruh tubuh. NAH, begitu di sana, begitu di sini. Di Indonesia demam sepeda pun bisa ditemukan. Agak pincang memang. Konsepsi "kembali ke sepeda" tak sepenuhnya benar. Orang-orang Indonesia belum lagi punya kesempatan meninggalkan kekasihnya yang satu ini. Kakek Parto bersepeda, ayahnya juga, Parto bahkan meninggal di atas sepeda. Tapi di Jakarta dan Bandung, demam sepeda agak kelihatan. Pada Minggu-Minggu pagi yang cerah, ribuan sepeda berendengan di jalan-jalan protokol -- sebuah bukti sepeda tak dilarang lewat. Peserta konvoi ini bukan orang-orang sejenis Parto, tapi menteri, dirjen, gubernur, pengusaha dan karyawan. Paling kecil hansip. Dengan tema kesehatan, kebiasaan ini jadi sering berulang. Supaya menarik barangkali, temanya dibuat macam-macam. Yang paling terkenal "bersepeda santai". Yang lain "sepeda-bunga", "jantungsehat" dan kadang-kadang "karnaval sepeda". "Sekarang ini, sepeda tak lagi cuma mainan anak-anak," tulis harian The Straits Times. Barangkali tak salah kalau ditambahi: juga mainan orang dewasa. Buktinya, lihat saja, dalam acara "bersepeda santai" berapa banyak orang dewasa yang menunggangi sepeda mini yang terang mainan anak-anak

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus