Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

arsip

Berdiplomasi Melawat ke Kolega

Kementerian Luar Negeri masih memantau peta politik global menjelang pertemuan tingkat tinggi G20, meski sejumlah negara mulai menyuarakan boikot dampak perang Rusia-Ukraina. Negara Blok Barat menolak hadir di G20 jika Presiden Rusia Vladimir Putin hadir.

19 April 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Kementerian Luar Negeri tengah berkonsultasi dengan berbagai negara soal acara G20.

  • Pertemuan keuangan di Amerika Serikat bisa menjadi contoh. 

  • Menteri Retno tengah berada di Eropa untuk menemui sejumlah rekan imbangannya.

JAKARTA – Kementerian Luar Negeri masih memantau peta politik global menjelang pertemuan tingkat tinggi G20 pada November mendatang di Bali. Meski sejumlah negara mulai menyuarakan boikot karena perang Rusia-Ukraina yang berlarut, pertemuan pada November itu masih akan berlangsung sesuai dengan jadwal.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Juru bicara Kementerian Luar Negeri, Teuku Faizasyah, mengatakan Menteri Retno Marsudi mulai hari ini mengunjungi negara-negara di Eropa untuk berkonsultasi dengan rekan imbangannya mengenai penyelenggaraan G20. “Melalui konsultasi tersebut, kita bisa memetakan bagaimana sisi pandang negara-negara atas arti penting pertemuan G20 itu sendiri dalam merespons berbagai tantangan yang terjadi sekarang,” kata Faizasyah, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Retno memang dijadwalkan mengunjungi empat negara di Eropa yang juga anggota G20 mulai hari ini hingga 22 April mendatang. Negara yang akan didatangi adalah Inggris, Prancis, Belanda, dan Turki. Konsultasi dengan berbagai menteri luar negeri negara lain juga akan dilakukan via rapat daring atau telepon.

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi (tengah) bersiap mengikuti rapat kerja dengan Komisi I DPR membahas diplomasi Indonesia terhadap konflik Rusia dan Ukraina, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, 6 April 2022. ANTARA/Galih Pradipta

Kepala Biro Dukungan Strategis Pimpinan Kementerian Luar Negeri, Achmad Rizal Purnama, dalam press briefing secara virtual pekan lalu, mengatakan, selain penyelenggaraan dan presidensi G20, kunjungan Menteri Retno ke sejumlah negara Eropa bertujuan memperkuat hubungan bilateral.

Achmad Rizal menuturkan lawatan Menteri Retno ke Eropa merupakan putaran kedua dari proses konsultasi yang sebelumnya sudah sempat dilakukan. Dia menjelaskan, pada putaran pertama, Menteri Retno sudah berkonsultasi dengan semua anggota G20 serta mendapat gambaran pemetaan dari sikap setiap negara perihal konflik Rusia dan Ukraina. Sedangkan pada putaran kedua ini, kata dia, boleh dikatakan lebih kepada menavigasi respons G20 perihal isu Ukraina, termasuk dampak ekonomi yang saat ini dirasakan dunia.

Hingga kemarin, kata Faizasyah, Indonesia belum bersikap apa pun atas ancaman boikot dari negara-negara Blok Barat pada pertemuan November mendatang. Undangan awal untuk Rusia—juga untuk negara-negara anggota—sudah dikirim jauh-jauh hari, yakni pada Februari lalu, jauh sebelum Rusia menginvasi Ukraina. “Sebagai presidensi, Indonesia berkewajiban mengundang semua negara anggota,” ujar dia.

Forum G20 ini nantinya disebutkan bakal menjadi forum multilateral pertama pasca-invasi Rusia yang menghadirkan pemimpin negara-negara adidaya. Anggotanya adalah Afrika Selatan, Amerika Serikat, Arab Saudi, Argentina, Australia, Brasil, Cina, India, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Meksiko, Korea Selatan, Rusia, Prancis, Turki, Uni Eropa, dan Indonesia.

Masalahnya, negara-negara Blok Barat, yang merupakan anggota NATO atau aliansi pertahanan Atlantik Utara, menyatakan tidak mau hadir dalam konferensi tersebut jika pemimpin Rusia, Vladimir Putin, hadir. Hal ini dilakukan sebagai sikap mereka untuk menghukum Putin yang disebut telah mencaplok Ukraina. Pemimpin negara Amerika Serikat, Kanada, dan Australia, misalnya, sudah menyuarakan pemboikotan. Mereka lalu meminta Indonesia setidaknya juga mengundang Ukraina sebagai tamu dalam acara G20 jika Rusia hadir.

Peta politik pertahanan global menjadi keruh pasca-invasi pada 24 Februari itu. Negara-negara NATO serta sekutu mereka, seperti Australia dan Jepang, sudah menghukum Rusia dengan menerapkan embargo serta sanksi dagang lainnya. Di sisi lain, negara seperti Cina dan Arab Saudi, yang juga anggota G20, menolak ikut campur serta menolak menghukum Rusia. Begitu pula dengan Indonesia. Meski mengecam perang itu, Indonesia belum pernah mengambil langkah signifikan untuk merajam negara tersebut, kecuali lewat sejumlah keputusan diplomasi dalam forum Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Sejumlah forum pemanasan dinilai juga bisa menjadi konsultasi pemetaan politik global sebelum pertemuan di Bali. Pada 20 April esok, misalnya, para menteri keuangan dan pejabat bank sentral negara-negara anggota G20 akan berkumpul dalam forum kedua G20 Finance Ministers and Central Bank Governors.

Delegasi Kementerian Keuangan Rusia sudah menyatakan akan hadir secara daring di tengah desakan sejumlah delegasi dari negara-negara Blok Barat, seperti Amerika Serikat, yang menolak kehadiran mereka. “Mereka berhak datang secara fisik atau online, dan kami tidak berhak mengundang kalau tidak ada konsensus,” kata staf ahli Menteri Keuangan, Wempi Saputra.

Wempi menyebutkan ada 42 pemimpin delegasi dan 83 anggota delegasi yang akan hadir di Washington DC. Sementara itu, 15 pemimpin delegasi dan 49 delegasi lainnya hadir secara virtual, termasuk Rusia. Adapun perwakilan Ukraina, menurut kantor berita Reuters, hadir secara fisik di Washington DC dalam pertemuan keuangan itu. Ukraina diwakili Perdana Menteri Denys Shmyhal dan sejumlah pejabat Kementerian Keuangan negara tersebut.

Pertemuan keuangan ini berfokus membahas, salah satunya, dampak perang Rusia-Ukraina terhadap ekonomi dunia dan bagaimana perang memperparah upaya pemulihan ekonomi global pasca-pandemi Covid-19. Pengamat politik internasional dari Badan Riset dan Inovasi Nasional, Nanto Sriyanto, mengatakan agenda yang sama bisa menjadi fokus dalam pertemuan pada November mendatang di Bali. “Indonesia memang memiliki tantangan besar, tapi harus bisa menjadi dirigen yang baik,” kata Nanto. “Jabatan presidensi ini bertujuan mengelola kepentingan banyak pihak dan kepentingan global juga.”

INDRI MAULIDAR | AVIT HIDAYAT | JULNIS FIRMANSYAH | REUTERS
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus