Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Viral dugaan pelecehan seksual di Komisi Penyiaran Indonesia memunculkan sejumlah pertanyaan berkaitan dengan sistem dan suasana kerja di kantor itu.
Saat ini, polisi sedang mengusut dugaan perbuatan tercela dengan penyintas berinisial MS atau MSA itu.
Sejumlah mantan pegawai dan pimpinan KPI membagi kisah dinamika kerja pada lembaga tersebut.
JAKARTA — Viral dugaan pelecehan seksual di Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) memunculkan sejumlah pertanyaan berkaitan dengan sistem dan suasana kerja di kantor itu. Saat ini, polisi sedang mengusut dugaan perbuatan tercela dengan penyintas berinisial MS atau MSA itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tersebar luasnya dugaan pelecehan di KPI Pusat ini bermula dari dugaan MS menuliskan kronologi peristiwa perundungan dan pelecehan seksual yang dialaminya pada 2012-2020. Salah satu peristiwa terburuk terjadi saat sejumlah karyawan menangkap dan menelanjangi MS di ruang Visual Data pada 2015. Saat itu, salah satu pegawai mencoret-coret dan mendokumentasikan kelamin MS. Peristiwa tersebut pun terus menjadi bahan perisakan di kemudian hari.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejumlah mantan pegawai dan pimpinan KPI membagi kisah dinamika kerja pada lembaga yang sempat bermarkas di lantai VI gedung Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten), Harmoni, Jakarta Pusat, tersebut. Belakangan, mulai 3 September 2018, KPI Pusat resmi pindah kantor ke Gedung KPI Pusat yang baru di Jalan Djuanda Nomor 36, Jakarta Pusat.
Mereka menyoroti minimnya pengawasan dan keamanan ketika pegawai memantau siaran saat malam hingga dinihari. “Komisioner dan pegawai lain mulai pulang pukul 18.00-19.00. Setelah itu, kantor kosong,” kata pegawai pria KPI yang bertugas sebagai analis siaran periode 2011 kepada Tempo, kemarin. Petugas keamanan pun hanya berjaga di luar area kantor, yaitu area penerima tamu atau resepsionis, dekat lift dan akses tangga darurat.
Menurut dia, MS mulai bekerja sebagai tenaga honorer di bidang analis siaran televisi KPI pada 2011. Bersama MS, ia bertugas mengawasi seluruh siaran televisi terestrial-frekuensi publik secara langsung atau real time. Bidang pekerjaan yang digagas komisioner periode 2010-2013 ini memang lebih banyak merekrut lulusan baru perguruan tinggi.
Suasana kerja di ruang pemantauan Komisi Penyiaran Indonesia, Jakarta, 2016. Dok TEMPO/Frannoto
Sejak awal, para analis siaran ini bekerja dalam tiga pembagian waktu atau shift, yaitu 07.00-11.00, 11.00-17.00, dan 17.00-22.00. Sejak 2012, pimpinan KPI kemudian menambah satu shift untuk memantau siaran televisi hingga 02.00 dinihari. Pada era ini, MSA dikabarkan lebih banyak bertugas pada shift malam bersama sembilan analis lain. Beberapa di antaranya memang pegawai honorer senior yang sudah berusia 30-40 tahun.
Para analis siaran bertugas di salah satu sisi selasar utama kantor KPI. Di ruang terbuka ini, setiap analis akan mendapat sebuah kubikal atau sekat kerja yang dilengkapi kursi dan satu unit televisi. Saat shift kerja, analis harus mencatat pelanggaran aturan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran selama periode pengawasan.
Pegawai lain yang bekerja pada 2011-2015 menyatakan MS pernah dipindah dari bagian analis siaran ke divisi monitoring. Seluruh karyawan divisi ini adalah laki-laki yang menempati sebuah ruang tertutup besar di tengah kantor KPI. Nyaris sama dengan analis, MS pun mendapat jatah waktu kerja pada malam dan dinihari.
Informasi ini selaras dengan kronologi dalam surat terbuka yang menyebutkan perisakan dialami MSA di ruang Visual Data pada 2012-2014. Pada periode tersebut, para pegawai senior mengintimidasi dan memaksa korban membelikan makanan.
Mantan pegawai KPI ini pun membenarkan tujuh nama yang muncul dalam surat tersebut merupakan rekan kerja MSA di ruangan tersebut. “Aku cukup tahu nama-nama yang disebutkan MS. Mereka memang orang-orang lama di bagian monitoring (Visual Data). Sudah bekerja di KPI sebelum tim analis masuk,” ujar dia. “Dua terduga pelaku bahkan merupakan rekan kerja MS sejak di bagian analis siaran.”
Eks karyawan KPI Pusat lain menceritakan, selama bekerja di KPI pada 2010-2013, ia tak mendengar adanya perundungan dan pelecehan itu. Ia menyatakan tahu MS. Tapi, soal perisakan, ia menyatakan sama sekali tak pernah mendapat informasi. “Mungkin karena saya tidak mendengar informasi itu,” kata dia.
Menurut dia, suasana gedung lama KPI Pusat adalah lazimnya gedung-gedung tua, yang tak semua bagian mendapat pengawasan memadai. Menurut dia, gedung itu memiliki lekukan-lekukan dan tempat-tempat yang memungkinkan orang, petugas kebersihan, misalnya, tiduran di beberapa pojok ruangan.
Orang yang lelah atau bosan rapat, kata dia, juga bisa “bersembunyi” di lorong atau di sudut-sudut bagian ruangan yang memang sepi. “Saya tidak tahu persis, benarkah ada kejadian itu. Kalaupun terjadi, misalnya, yang pasti pengawasannya lemah. Banyak bagian yang tidak terawasi kamera CCTV,” kata dia.
Ketua Komisioner KPI periode 2010-2013, Dadang Rahmat Hidayat, mengklaim tak pernah menerima laporan perisakan dan pelecehan pegawai. Menurut dia, pimpinan merancang sistem untuk meminimalkan risiko keamanan saat pegawai bekerja di kantor. Salah satunya dengan membagi jatah waktu kerja berdasarkan gender. “Yang perempuan bertugas pagi hingga sore. Malam hari memang laki-laki,” kata dia.
Sejumlah pegawai aktif, termasuk beberapa terduga pelaku, belum memberikan konfirmasi soal dugaan kasus tersebut. Ketua KPI, Agung Suprio, menyatakan lembaganya merespons cepat dugaan kasus ini setelah surat terbuka MS viral, Rabu lalu. Komisioner Nuning Rodiyah pun langsung mendampingi MS melakukan pelaporan dan menjalani pemeriksaan di Kepolisian Resor Jakarta Pusat.
Agung menyatakan tengah menggelar investigasi internal untuk memeriksa tujuh nama terduga pelaku yang disebut dalam surat terbuka. KPI akan menetapkan status nonaktif jika MS melanjutkan laporan kasus tersebut ke ranah hukum. “Kami mendukung aparat penegak hukum menindaklanjuti kasus tersebut sesuai dengan ketentuan,” kata dia.
FRANSISCO ROSARIANS | PRAGA UTAMA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo