Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Ketika DPRD DKI Mengebut Raperda Reklamasi Sebelum Djarot Lengser

DPRD DKI mengebut penyelesaian Raperda Reklamasi sebelum Djarot meletakkan jabatan 15 Oktober 2017. Tiga Wakil Ketua DPRD sedang di luar negeri .

12 Oktober 2017 | 12.30 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta -  Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta mengebut pembahasan dua rancangan peraturan daerah (raperda) tentang reklamasi yang macet sejak April 2016. Dewan akan membahas lagi kedua raperda tersebut bersama Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat yang masa jabatannya akan berakhir pada 15 Oktober 2017, alias tiga hari lagi.

Kedua raperda yang akan dibahas lagi itu adalah Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta serta Raperda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Dewan memutuskan untuk melanjutkan pembahasan kedua raperda tersebut dalam rapat bersama perwakilan pejabat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Rabu siang, 11 Oktober 2017.

Baca juga: Moratorium Dicabut, KLHK Awasi 3 Bulan Reklamasi Teluk Jakarta

Ketua DPRD DKI, Prasetyo Edi Marsudi, mengatakan kedua raperda itu perlu disahkan untuk mengatur tata ruang dan peruntukan wilayah pantai utara Jakarta, termasuk pulau hasil reklamasi. ”Tata ruang di Jakarta sudah sangat rusak,” ujar Prasetyo, seperti dimuat Koran Tempo, Kamis, 12 Oktober 2017.

Dia menambahkan, pembahasan kedua raperda itu seharusnya cepat selesai karena hanya menyisakan satu pasal tentang kontribusi tambahan. Menurut Prasetyo, aturan tentang kontribusi tambahan dari pengembang perlu segera disahkan untuk kepentingan masyarakat Jakarta. ”Kalau masyarakat perlu waduk, jalan, kan dari dana itu,” ujar dia.

Wakil Ketua DPRD, Triwisaksana, mengatakan peserta rapat bersepakat membahas sisa pasal yang belum disepakati saja. ”Iya, dilanjutkan pembahasan besok (Kamis, 12 Oktober 2017i),” ujar dia seusai rapat. Hari ini rapat akan mendengarkan paparan dari Badan Legislatif Daerah.

Pembahasan kedua raperda itu terhenti sejak April 2016, setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Ketua Komisi Pembangunan DPRD, Mohamad Sanusi, yang menerima suap dari pengembang reklamasi.

Setelah pemerintah pusat mencabut sanksi moratorium reklamasi Pulau C, D, dan G, Gubernur DKI Djarot Saiful Hidayat menyurati Dewan untuk meminta pembahasan kedua raperda tersebut dimulai lagi. Tapi sebagian anggota Dewan menganggap waktunya terlalu mepet dengan pelantikan gubernur baru, Anies Baswedan, pada 16 Oktober 2017. Wakil Ketua DPRD Muhammad Taufik, misalnya, mengatakan kedua raperda akan dibahas setelah Anies dilantik.

Prasetyo membantah bila disebut sengaja memulai pembahasan agar raperda bisa disahkan sebelum pelantikan Anies. "Kan, DKI sudah bersurat ke kami. Moratorium oleh pusat juga sudah dicabut. Jadi, kami jawab suratnya.”  

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Rapat Dadakan

Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi . Tempo/Egi Adyatama

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pembahasan Raperda Reklamasi ini menjadi kontroversi karena terkesan dilakukan mendadak. Dalam rapat yang digelar Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta, Prasetyo Edi Marsudi, bersama pejabat Pemprov DKI, Rabu, 11 Oktober 2017, mendadak disetujui rancangan peraturan daerah tentang reklamasi dibahas sebelum pergantian gubernur. Padahal Dewan sebelumnya setuju membahas raperda itu setelah pelantikan Anies Baswedan sebagai gubernur menggantikan Djarot Saiful Hidayat.

Prasetyo menerbitkan surat berisi ajakan kepada pemerintah DKI untuk membahas raperda tersebut. Surat baru terbit Rabu, dan pada hari itu juga ia meminta agar digelar rapat. Sebelumnya, Wakil Ketua DPRD dari Fraksi Gerindra, Muhammad Taufik, mengatakan rapat pembahasan raperda reklamasi mundur setelah pelantikan gubernur Anies.

Gubernur Djarot telah mengirim surat permohonan untuk membahas kembali dua raperda, yakni tentang rencana tata ruang kawasan strategis pantai utara Jakarta serta tentang rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Dalam surat yang ia kirim Jumat, 6 Oktober 2017 itu, Djarot menyatakan pemerintah pusat telah menerbitkan ketetapan yang meminta proyek reklamasi berjalan kembali setelah pencabutan sanksi moratorium. Menurut Taufik, sulit menggelar rapat pada pekan ini. “Sebab, sebagian besar unsur pimpinan Dewan, termasuk saya, sedang di luar negeri,” kata dia.

Wakil Ketua Dewan dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Triwisaksana, membantah telah terjadi saling gunting agenda pembahasan raperda reklamasi. Menurut dia, Prasetyo telah menggelar rapat pimpinan untuk menentukan kelayakan pembahasan raperda, dan Dewan setuju membahasnya. "Rapat pimpinan Senin sore kalau enggak salah," ujar Triwisaksana kepada Tempo.

Ia mengakui rapat itu hanya dihadiri oleh dirinya dan Prasetyo. Dia pun membenarkan bahwa tiga anggota pimpinan Dewan lainnya sedang berkunjung ke luar negeri. Selain Taufik, Wakil Ketua Dewan tersebut adalah Abraham Lunggana dari Fraksi PPP serta Ferrial Sofyan dari Fraksi Demokrat.

Rapat pimpinan digelar setelah Dewan menerima surat permintaan pembahasan kembali raperda reklamasi dari Gubernur Djarot. Surat sebenarnya sampai di Dewan pada Jumat sore, 6 Oktober 2017, tapi secara administrasi baru disampaikan kepada Ketua Dewan pada Senin, 9 Oktober 2017 melalui Sekretaris Dewan. Menurut Triwisaksana, rapat pimpinan menyepakati digelarnya rapat pimpinan gabungan bersama eksekutif guna mendengarkan kembali paparan pemerintah DKI, Rabu, 11 Oktober 2017. "Kami harus merespons surat dari Gubernur,” kata Sani—sapaan Triwisaksana.

Setelah Dewan menerima surat itu, kata Sani, Prasetyo segera memerintahkan Sekretaris Dewan, Muhammad Yuliardi, membalas surat tersebut ke pemerintah DKI. Isinya, mengajak pemerintah membahas raperda tersebut. "Kami sudah mengasih tahu,” ujar Sani. Yuliardi pun tak menampik. “Ya, kami balas surat itu,” katanya.

Menurut Sani, salah satu pertimbangan untuk mengebut pembahasan raperda reklamasi sebelum Djarot lengser adalah menyangkut etika politik. "Jangan sampai surat Djarot direspons gubernur baru. Ini etika politik.” Sani membantah sengaja mengebut pembahasan raperda ini sebelum pelantikan Anies. “Raperda penting untuk masyarakat,” katanya.

Devy Ernis

Devy Ernis

Bergabung dengan Tempo sejak April 2014, kini staf redaksi di Desk Nasional majalah Tempo. Memimpin proyek edisi khusus perempuan berjudul "Momen Eureka! Perempuan Penemu" yang meraih penghargaan Piala Presiden 2019 dan bagian dari tim penulis artikel "Hanya Api Semata Api" yang memenangi Anugerah Jurnalistik Adinegoro 2020. Alumni Sastra Indonesia Universitas Padjajaran.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus