Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

arsip

Ketika Konser Terancam Corona

Sejumlah seniman membatalkan kegiatan seni untuk menyokong seruan jaga jarak sosial dan fisik. Mereka berharap akses untuk produksi kesenian bisa dipermudah.

28 Maret 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mewabahnya penyakit akibat virus corona membuat sejumlah musikus dan seniman membatalkan agenda pertunjukan. Kelompok musik bergenre grunge dan flokrock asal Bali, Navicula, misalnya, membatalkan sejumlah pertunjukan sepanjang Maret dan April tahun ini. "Pertunjukan yang paling banyak batal ada di Bali," kata vokalis Navicula, Gede Robi Supriyanyo, kepada Tempo, Jumat pekan lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bukan hanya pertunjukan di Bali, kata Bobi, Navicula juga membatalkan agenda tur musik mereka ke Amerika Serikat dan Jepang. Menurut dia, imbas yang paling terasa adalah hilangnya pemasukan mereka selama agenda manggung itu dibatalkan oleh pihak manajemen. Namun, bagi Bobi, pembatalan itu tidak akan disia-siakan Navicula untuk menyelesaikan sejumlah proyek rekaman yang tertunda lantaran padatnya jadwal konser.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Robi mengatakan yang terpenting saat ini adalah mengikuti seruan pemerintah agar mengurangi kegiatan berkumpul, untuk mencegah penyebaran virus corona. Ketimbang memikirkan dampak pada kesehatan, sosial, politik, dan budaya, menurut dia, Navicula berencana berfokus menggarap peluang media sosial sebagai tempat baru untuk manggung. "Calon sponsor mulai melirik cara ini untuk promosi," ujar dia.

Jumat pekan lalu, setelah batal konser, Navicula menggelar pertunjukan musik di Antida Studio, Denpasar. Pertunjukan itu disiarkan melalui kanal YouTube selama 1,5 jam. Navicula dapat membawakan sepuluh lagu, antara lain Mafia Hukum, Harimau-harimau, Metropolutan, Mafia Medis, dan Love Bomb. Ini bukan pertama kali Navicula melakukan pertunjukan secara virtual. "Sebelumnya, peluncuran album Eartship juga menggunakan platform online."

Pembatalan konser juga dialami band indie Efek Rumah Kaca (ERK). Vokalis sekaligus gitaris ERK, Cholil Mahmud, mengatakan grupnya telah membatalkan acara pada 22 Maret lalu untuk kanal Asumsi.co dan kanal Kok Bisa. "Kami menunggu waktunya lebih kondusif. Ada juga tawaran pada awal April, tapi kami masih melihat situasi," kata dia.

Menurut Cholil, dia bersama dua rekan lain, Poppie Airil (basis) dan Akbar Bagus Sudibyo (drumer), serta seluruh kru memilih mengikuti anjuran untuk menjaga jarak sosial dan jarak fisik untuk menekan penyebaran virus corona. Begitu pula dengan menggelar konser secara virtual melalui media sosial. "Kecuali kalau koneksi Internet kami bagus bisa main real time di rumah masing-masing tanpa lagging," kata dia.

Koordinator Advokasi Kebijakan Koalisi Seni, Hafez Gumay, mengatakan mewabahnya Covid-19, yang membuat orang harus menjaga jarak, mengganggu kehidupan seni di Indonesia. Sebab, menurut dia, mayoritas kegiatan seni dari tahap produksi sampai ekshibisi membutuhkan banyak interaksi. "Proses kreatif seniman terganggu, sementara pembatalan dan penundaan acara seni semakin banyak terjadi," kata dia.

Di sektor musik, Koalisi Seni mencatat beberapa penundaan konser. Penyanyi dangdut Ayu Ting Ting batal berkonser di Jakarta, Anji gagal manggung di Ambon, sedangkan Dewa 19 mengurungkan tur di Banjarmasin, Balikpapan, dan Makassar. Sejumlah festival musik dengan musikus lokal dan mancanegara pun ambyar, seperti Heads in the Cloud dan Hammersonic di Jakarta, Lalala Festival di Bandung, serta We Are Connected di Bali. Penundaan juga terjadi di sektor seni rupa, seni teater, dan film yang membuat pekerja seni kehilangan pemasukan.

Berkaca pada langkah sejumlah negara yang memberikan program bantuan kepada seniman dan organisasi, menurut Hafez, pemerintah dan swasta idealnya memberikan bantuan dana pengganti pendapatan yang hilang akibat wabah virus corona. Ia pun meminta adanya kebijakan yang tetap memudahkan seniman berkarya dengan memastikan infrastruktur digital dalam kondisi prima untuk kebutuhan produksi. "Agar seniman dapat bekerja di rumah, akses bahan baku produksi, seperti toko cat, bisa dipermudah."

Hafez juga berharap pemerintah membantu menekan kerugian akibat pembatalan dan penundaan kegiatan seni. MADE ARGAWA | DIAN YULIASTUTI | ARKHELAUS WISNU

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus