Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BUTUH empat tahun bagi Komisi Pemberantasan Korupsi untuk menetapkan tersangka dalam perkara dugaan korupsi penyerahan aset untuk pemenuhan kewajiban Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) selaku obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Kasus itu pun baru menjerat bekas Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung, yang saat ini menjadi pesakitan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Ia didakwa menguntungkan taipan pemilik BDNI, Sjamsul Nursalim. Kendati nama Sjamsul sudah diusulkan penyidik sebagai tersangka sejak 2015, pimpinan Komisi masih maju-mundur untuk menyetujuinya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berikut ini wawancara Tempo dengan Ketua KPK Agus Rahardjo seputar kasus tersebut pada Selasa dua pekan lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KPK mendakwa Syafruddin Arsyad Temenggung menguntungkan Sjamsul Nursalim sehingga merugikan negara Rp 4,58 triliun. Kenapa Sjamsul belum tersentuh?
Pimpinan akan mengumpulkan penyidik lagi untuk melihat kasus ini. Kalau Syafruddin kena, pasti yang diuntungkan juga kena.
Kami mendapat informasi nama Sjamsul Nursalim sudah diusulkan ke penyidik sebagai tersangka sejak 2015. Kenapa pimpinan sampai saat ini belum memberikan "lampu hijau"?
Masih kami proses. Saya harus tanya lagi ke penyidiknya.
Apa alasan pimpinan belum menyetujui usul itu?
Masih ada sejumlah hal yang harus dibahas lebih jauh. Penyidik pernah bertemu dengan pengacara untuk memintanya membantu menghadirkan yang bersangkutan. Tapi pengacara ini menawarkan, kalau uangnya dikembalikan, apakah Sjamsul akan menjadi tersangka atau tidak.
Dalam sejumlah gelar perkara, Syafruddin dan Sjamsul diusulkan bersamaan menjadi tersangka. Kenapa belakangan hanya Syafruddin yang maju penyidikannya?
Banyak juga kasus di KPK yang awalnya satu paket, yakni penyelenggara negara dan pihak swasta, tapi belakangan surat perintah penyidikannya hanya satu.
Sjamsul Nursalim belum pernah diperiksa KPK. Sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi, April 2015, calon tersangka mutlak diperiksa. Apakah ini kendalanya?
Itu masih dibahas. Harus saya tanyakan lagi ke anak-anak (penyidik).
Apa kendala lain?
Ada pergantian personel. Kepala satuan tugas kasus ini sudah kembali ke instansi asalnya, Markas Besar Kepolisian. Dia yang sejak awal mengetahui kasus ini. Kami akan menambah timnya untuk mempercepat. Butuh waktu lama bagi orang-orang baru untuk mempelajari kasus tersebut. Kami harus hati-hati.
Bagaimana dengan bukti dugaan keterlibatan Sjamsul Nursalim?
Kami harus hati-hati. Ini menyangkut dunia usaha. Jika sembarangan, akan muncul pertanyaan dari pengusaha bahwa KPK sengaja mencari-cari kesalahan. Sebab, ada pengusaha yang sempat bertanya kepada pimpinan kenapa KPK mengusut kasus ini padahal sebelumnya Badan Pemeriksa Keuangan mengatakan tak ada kerugian negara. Ini yang dipakai mereka, padahal sudah ada audit terbaru.
Audit BPK yang Anda maksud tidak ada kerugian negaranya itu yang terbit pada 2006?
Iya. Itu audit keuangan. Ada audit terbaru dengan tujuan tertentu (pada 2017) yang menyebutkan perkara yang menjerat Syafruddin jelas ada kerugian negaranya Rp 4,5 triliun. Angka itu justru mengoreksi kerugian negara versi KPK yang hanya Rp 3,8 triliun.
Ini artinya KPK hanya tinggal tunggu waktu untuk menetapkan Sjamsul Nursalim sebagai tersangka?
Intinya, belum ada surat perintah penyidikannya.
KPK hanya mengusut dugaan korupsi pemenuhan kewajiban BDNI?
Tentu saja tidak. Sebenarnya tidak adil juga kalau soal BLBI berhenti di kasus BDNI ini. Nanti kami bisa dianggap tebang pilih jika berhenti di situ. Banyak bank yang menerima bantuan BLBI.
Apa saja kasus BLBI lain yang tengah ditelisik KPK?
Ada yang sedang ditelusuri. Ini menyangkut kucuran BLBI ke bank swasta. Nilai bantuannya cukup besar.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo