Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Ketua PSSI: Ini Pertama Kali Gas Air Mata Ada di Stadion

Jawaban Ketum PSSI Iwan Bule soal desakan mundur, kerusuhan maut di Kanjuruhan, dan sanksi FIFA.

9 Oktober 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • PSSI menemukan berbagai kelalaian hingga terjadi kerusuhan maut di Stadion Kanjuruhan.

  • Bagaimana nasib Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20?

  • Apakah FIFA akan menjatuhkan sanksi kepada Indonesia?

SEGERA setelah ratusan suporter sepak bola klub Arema FC tewas akibat panik ditembak gas air mata oleh polisi di Stadion Kanjuruhan 1 Oktober 2022, desakan agar Ketua Umum PSSI Mochamad Iriawan alias Iwan Bule mundur bergema. Indonesia pun menjadi sorotan dunia usai laga Arema FC dan Persebaya Surabaya itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Serangan polisi terhadap para suporter dan penonton mengakibatkan sedikitnya 131 orang meninggal. Tragedi Kanjuruhan ini menjadi insiden terburuk kedua dalam sejarah sepak bola dunia setelah peristiwa di Lima, Peru, pada 1964 yang menewaskan 328 orang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) menurunkan tim ke Malang untuk menyelidiki kasus ini dan menemukan kelalaian ketua panitia pelaksana Abdul Haris dan kepala keamanan Suko Sutrisno. Komisi Disiplin PSSI menghukum keduanya. Kepolisian RI menetapkan enam tersangka, termasuk Haris, Suko, dan Direktur PT Liga Indonesia Baru Akhmad Hadian Lukita. “PSSI menghormati penetapan tersangka yang baru saja dibacakan Bapak Kepala Polri,” kata Iwan Bule.

Iriawan mendatangi stadion, berziarah ke makam korban, dan menjenguk rumah keluarga suporter. Namun, pada saat konferensi pers, dia membukanya dengan menyapa: “Hadirin sekalian yang berbahagia”. Hal ini memicu kecaman warganet di media sosial. “Saya waktu konferensi pers pertama itu dalam keadaan sedih dan kalut,” ujarnya dalam wawancara dengan wartawan Tempo, Riky Ferdianto, Irsyan Hasyim, Ihsan Zahri, dan Aji Ridwan Mas, di Kota Malang pada Selasa, 4 Oktober lalu.

Dalam perbincangan selama sekitar satu setengah jam, Iriawan menjelaskan apa yang dilakukan PSSI terhadap kasus Kanjuruhan; soal gas air mata yang dilarang federasi sepak bola internasional, FIFA, tapi digunakan polisi; pintu stadion yang terkunci; hingga soal kemungkinan FIFA membatalkan status Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 tahun depan.

Apa yang dilakukan PSSI setelah mendengar kabar mengenai Kanjuruhan?

Pada 1 Oktober, kami langsung memonitor karena ada laporan terjadi kericuhan. Dari korban masih 3 orang, 30 orang, sampai naik terus. Kurang-lebih sampai pukul 5 pagi. Kami berdiskusi, menelepon ke Malang, ke panitia pelaksana, menanyakan soal ini dan sebagainya. Saya ambil langkah menurunkan tim investigasi. Hari itu juga, 2 Oktober, kami langsung berangkat. Tim yang sudah berangkat pagi (adalah) Ketua Komisi Disiplin PSSI Erwin Tobing cs. Kami kontak Aspin Riyadh, Ketua Asosiasi Provinsi PSSI Jawa Timur. Tim langsung dipimpin Pak Riyadh. Saya waktu itu kebetulan menunggu Kepala Polri (Jenderal Listyo Sigit Prabowo) untuk bersama-sama melihat karena Presiden memerintahkan kepada Menteri Pemuda dan Olahraga (Zainudin Amali), Kepala Polri, dan saya agar PSSI mendalami betul dan segera mengevaluasi apa yang terjadi.

Komisi Disiplin bersidang pada pukul 1 siang dengan tim dan mengeluarkan rekomendasi, yaitu langsung menghukum Arema tidak boleh bermain di kandangnya selama satu musim ini dan sisanya sampai tahun depan serta bermain (sejauh) paling tidak 250 kilometer dari Malang. Itu pun tanpa penonton dan denda Rp 250 juta. Itu ranah Komisi. Saya tidak bisa ikut campur. Untuk menghormati keluarga korban dan bentuk dukacita, kami memberhentikan sementara Liga 1.

Apa yang dilakukan Anda setiba di Malang?

Kami langsung ke Kanjuruhan, dari bandar udara bersama Kapolri dan Menpora. Dari sana langsung ke rumah sakit di Kepanjen di dekat Kanjuruhan. Kami melihat korban-korban yang masih dirawat. Memang cukup banyak yang parah di sana. Dari situ kami rapat koordinasi di kantor Bupati Malang dengan Pak Kapolri dan Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Muhadjir Effendy). Kami laporkan kepada Pak Menko, kemudian disimpulkan (agar) kami bagi tugas. Saya menangani bagaimana ini didalami sesuai dengan rules of the game dan football family. Tim PSSI langsung bergerak. Akhirnya mereka mengambil kesimpulan bahwa ada dua kesalahan yang diperbuat atau (harus) dipertanggungjawabkan oleh penyelenggara, ketua panitia pelaksana, dan petugas keamanan.

Apa temuan tim?

Kami (menemukan) beberapa kelalaian dari panitia pelaksana yang tidak sesuai dengan standar prosedur operasi (SOP), seperti pintu tidak dibuka 15, 10 (menit), atau mungkin menjelang (pertandingan) akan bubar. Petugas keamanan juga sama. Steward-nya tidak melarang penonton turun ke bawah. Biasanya itu dilakukan, (tapi) tidak (dilakukan) karena mungkin dipikir pertandingan sudah selesai.

(Temuan dan sanksi) itu diumumkan kepada publik oleh ketua tim investigasi dan Ketua Komisi Disiplin. Jadi (beberapa orang) sudah dihukum. Apakah dia nanti ke pidana, itu (diputuskan) polisi saja. Yang jelas, sudah kami hukum atas kelalaian, yang melibatkan (penonton) tidak bisa keluar, pintu terkunci. Itu kan kelalaian, yang seharusnya tidak boleh terjadi. Ya, meskipun—mohon maaf—mungkin (orang) berdesakan karena ada gas air mata, kalau pintunya bisa dibuka mungkin tidak separah itu. Itu nanti didalami oleh tim investigasi.

Aturan FIFA melarang petugas membawa senjata api dan gas air mata.

Ini kan baru pertama kali terjadi gas air mata di dalam stadion. Ini mungkin (dapat) ditanyakan ke tim investigasi Polri. Kami terlalu jauh (kalau berbicara) ke sana.

Mengapa pintu keluar tidak dibuka?

Sebetulnya pertandingan sudah selesai. Kalau (orang) masuk ke dalam pada 10 menit terakhir, kan, tidak ada masalah sebetulnya. Dari yang saya dapatkan, (panitia) merasa aman di dalam karena tidak ada suporter dari Surabaya yang datang. Lalainya di situ. Seharusnya, sesuai dengan kelaziman, kan (pintu) harus dibuka.

Jadi tanggung jawab di ketua panitia pelaksana?

Itu dalam aturan FIFA dan kami. Tanggung jawab ini harus ditanggung panitia pelaksana. Tidak bisa mengaitkannya dengan PSSI dan petugas lain. Itu sudah ada aturannya.

Pertandingan di malam hari juga dianggap lebih berisiko. Mengapa tetap dilakukan?

Pertandingan ini berkaitan dengan industri. Kami dari mana uangnya? Kan, dari hak siar. Mereka juga menjual keluar, kan, ke sponsornya. Itu kan sulit kami. Kalau enggak ada itu, kami enggak ada uang juga untuk menyubsidi klub dan sebagainya. Mereka (stasiun televisi) punya prime time. Ya, bukan sekarang saja (pertandingan berlangsung malam). Dulu juga ada, kan. Ini kebetulan ada kejadian saja, yang paling tragis. Jadi saya pikir enggak bisa kami menentukan (jadwalnya) karena ada jam-jam khusus yang memang orang banyak menonton dan memang sudah ada jadwalnya. Ada sore (pertandingan Borneo melawan Madura United), ada malam. Enggak mungkin yang satu digeser, terus berbenturan dengan (jadwal) sore.

Bukankah sudah ada permintaan agar jadwal digeser ke sore?

Jadwal (pertandingan Arema melawan Persebaya) itu memang malam. Itu sudah jadwal baku. Memang ada imbauan atau harapan dari polres ke panitia pelaksana agar kalau bisa (pertandingan) dimajukan menjadi pukul 15.30. Panitia bersurat kepada PSSI dan dijawab oleh LIB (PT Liga Indonesia Baru) agar kembali ke jadwal sesuai dengan kesepakatan bersama. Kalau jadwal berubah, kan, kacau.

Warganet menilai Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur dan Ketua PSSI juga harus bertanggung jawab.

Warganet kan banyak. Maaf sekali, ya. Ada yang tahu regulasi, ada yang enggak. Mungkin, kalau (mereka) baca (regulasinya), tidak komentar juga. (Pendapat seperti itu) mungkin dari rata-rata yang tidak tahu regulasi. Tolong dibaca aturan itu. Bagaimana mau mengaitkan dengan saya, wong tidak ada kaitannya, kok. Di tiap pertandingan yang ada di satu tempat itu memang panitia pelaksana yang bertanggung jawab. Memang itu aturannya dalam sepak bola. Kalau warganet bicara begitu, saya tidak tahu apa dasarnya (mereka) bicara begitu.

Soal kalimat “hadirin sekalian yang berbahagia” dalam konferensi pers juga dipersoalkan. Bagaimana ceritanya?

Saya waktu konferensi pers pertama itu dalam keadaan situasi sedih dan kalut, merasa ada apa ini. Saya salah saja mengatakan “hadirin yang berbahagia”. Waktu itu saya betul-betul merasa sedih, tertekan, lah. Kok, ada begini. Ditambah penyebabnya belum ketahuan. Melihat begitu rusaknya stadion. Juga korban bergelimpangan di rumah sakit. Video yang saya lihat luar biasa. Jadi wajar, lah. Dan itu baru pertama kali terjadi. Mudah-mudahan yang terakhir di Indonesia dan tidak ada kejadian lagi. Jadi, kalau warganet (bicara begitu), ya terima kasih.

Bagaimana dampak penghentian Liga 1?

Kami harus memperbaiki sistem, termasuk pengamanan yang dilakukan oleh pihak keamanan. Kami harus (berusaha) sepak bola tetap jalan. Masak, gara-gara ini tiba-tiba (liga berhenti). Ini bukan hanya terjadi di Indonesia. Kebetulan kita korban kedua terbesar di dunia. Jadi kami harus memperbaiki, termasuk nanti soal stadion segala macam. Karena, berbeda dengan Indonesia, di Eropa sana klub itu sudah punya stadion. Mereka merawat sendiri, punya steward sendiri, punya petugas klub sendiri, keamanan sendiri. (Di sini) tidak ada klub yang punya lapangan. (Mereka) nyewa. Jadi perawatannya mungkin—mohon maaf, ya—sesuai dengan anggaran pemerintah daerah. Tapi di mana lagi kita bertanding sepak bola, kan?

Sampai kapan penghentiannya?

Saya sih (rencananya) seminggu. Tapi kami tunggu. Karena, (menurut) arahan Pak Presiden, (liga ditangguhkan) sampai ada evaluasi atau pola yang ditemukan oleh kami. Makanya nanti ada peraturan Kepala Polri, yang sekarang sedang didiskusikan dengan Pak Asisten Operasi Kapolri. Nanti akan disesuaikan, kan, apakah nanti terkait dengan keamanan lebih di luar saja atau pakai rompi apa.

PSSI dilibatkan untuk membuat peraturan ini?

Itu memang (kerja sama) kami dengan Polri karena nanti akan mencari formatnya sehingga nanti akan lebih tidak bermasalah seperti sekarang. Seperti di luar negeri, kan hampir tidak ada polisi di dalam (stadion). Tapi di kita belum bisa karena kulturnya mungkin berbeda. Tapi ada pola lain nantinya. (Petugas keamanan) boleh di dalam mungkin dengan memakai rompi, tidak membawa gas air mata, atau apa. Mungkin itu, ya. Tapi tunggulah (peraturan keluar).

Bagaimana mengantisipasi dampak penghentian liga, misalnya gaji pemain dan sebagainya?

Kami berusaha secepat mungkin (agar liga) kembali bisa bergulir. Saya inginnya urusan ini cepat (selesai), cepat nanti aturan sinkronisasi antara kami dan Mabes Polri, atau bisa nanti kami betul-betul meminta kepada pemerintah agar (liga) cepat dibuka. Pak Kapolri juga menyampaikan, “Selesaikan dulu ini.” Beliau memahami sekali bahwa sepak bola ini tidak boleh berhenti karena ekosistemnya, pengaruhnya, banyak sekali. Perputaran kepada pemain, pelatih, klub, ekonomi. Lembaga penelitian ekonomi Universitas Indonesia (pernah) menyampaikan (nilai ekonominya) Rp 4 triliun setahun.

Sudah ada komunikasi dengan FIFA?

FIFA sudah memberikan surat kepada kami. Selain di lamannya, mereka menyampaikan turut berdukacita. Jadi intinya (FIFA ingin) sepak bola ini segera pulih kembali dan Presiden FIFA sudah berbicara dengan Pak Presiden Jokowi. Yang jelas, mereka juga siap datang ke sini, untuk mem-back up kami.

(Dalam surat kepada pemerintah Indonesia pada Rabu, 5 Oktober lalu, FIFA menyampaikan sejumlah rekomendasi dan akan datang ke Indonesia untuk memberikan pendampingan).

Kapan FIFA akan datang?

Tunggu lampu hijau dari kita. Mereka siap untuk memberikan edukasi atau mungkin pendampingan di sini. Yang jelas, mereka mem-back up PSSI karena semua harus jalan, kan, termasuk Piala Dunia. Tentu masyarakat berpikir, “Wah, bagaimana dengan Piala Dunia, sekarang aja begini?” Ya, kami tentunya akan melakukan hal yang (sesuai dengan) standar FIFA.

Apakah akan berdampak ke status Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 pada 2023?

Doakan saja (tidak berdampak). Kami akan (berusaha) sekuat tenaga biar tidak berdampak pada sejumlah event, turnamen-turnamen, lainnya yang berkaitan dengan FIFA.

Ketua Umum PSSI Mochamad Iriawan (kiri) dan Kapolri Jendral Listyo Sigit memberikan keterangan kepada wartawan usai meninjau Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, 2 Oktober 2022. REUTERS/Willy Kurniawan

Dari aspek infrastruktur, sudah berapa persen kita siap menjadi tuan rumah U-20?

Sebetulnya (data) itu ada di Kementerian Pemuda dan Olahraga. Saya, sesuai dengan keputusan presiden, adalah ketua bidang peningkatan prestasi tim nasional. Tapi FIFA juga kadang tanya ke saya. Saya mendapat laporan dari tim sekretariat jenderal, memang sekarang sedang dalam pentahapan kembali, melakukan perbaikan (bangunan) yang kira-kira ada yang rusak dan kurang.

Bagaimana PSSI mempersiapkan tim nasional U-20?

Kami sedang melakukan training camp (TC), persiapan berangkat ke luar. TC-nya akan ditentukan nanti setelah Oktober, (apakah ke) Spanyol, Turki, atau Portugal. Belanda alternatif terakhir. Terserah Shin Tae-yong mau bagaimana.

Kesiapan tim U-20 seperti apa?

Kemarin kami lihat waktu (pertandingan di) Piala AFC (tim U-20) lumayan bagus. Tapi tentu masih banyak yang perlu diperbaiki. Kami ingin mencoba juga penampilan anak-anak itu. Lawan tanding kami cari di luar.

Ada hal khusus yang disiapkan?

Soal stamina atau strategi? Kalau stamina jelas, ya. Mental diutamakan. Kami lihat mental pemain sudah terbentuk. Sudah mental untuk menang dan tak pernah menyerah, tidak pernah drop. Meski kemasukan (gol) duluan, bisa membalikkan keadaan.

Anda sempat mengeluhkan Gelora Bung Karno (GBK) yang tidak bisa dijadikan home base tim nasional sehingga tim memakai Stadion Patriot di Bekasi, Jawa Barat.

Orang kan berpikir GBK itu punya PSSI. Bukan. GBK itu punya Pusat Pengelolaan Komplek Gelora Bung Karno Arena. Sifatnya bisnis, disewakan. Kami tidak bisa seenaknya main di GBK. Kami harus bayar. Di Stadion Madya GBK pun kami bayar dan antre. Bayangkan saja. Padahal itu untuk tim nasional. Tapi sekarang tim sudah dikasih Lapangan A. Kami minta semua lapangan. Kami bayar nanti, tapi jangan terlalu mahal. Keuangan kami juga terbatas. Saya sudah bersurat ke Pak Menteri Sekretariat Negara (Pratikno) meminta supaya tiga Lapangan A, B, dan C itu dan Madya kami pakai untuk tim nasional agar setiap saat bisa main.

FIFA tidak membatalkan status Indonesia sebagai tuan rumah?

Kami bicara ke FIFA. Kami sudah komunikasi dan tidak ada teguran kepada federasi. Saya optimistis bahwa FIFA tidak menjatuhkan sanksi yang kira-kira merugikan kita, termasuk larangan dan segala macam.

Secara pribadi, bagaimana Anda menilai kasus ini?

Ini pelajaran mahal bagi kita. Mudah-mudahan ini ke depan semuanya akan lebih baik. Ya regulasinya, keamanannya, suporter, dan pelaksanaannya. Harus sama-sama memperbaiki diri. Saya yakin, dengan pengalaman ini, sepak bola akan lebih baik dan terus dibanggakan oleh rakyat kita. Ini akan terus kami evaluasi.


Mochamad Iriawan

Tempat dan tanggal lahir: Jakarta, 31 Maret 1962

Pendidikan:
• Akademi Kepolisian (1984)
• Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, 1983
• Sekolah Staf dan Pimpinan Polri, 1998
• Sekolah Staf dan Pimpinan Administrasi Tingkat Tinggi XIII Polri, 2007
• Lembaga Ketahanan Nasional Angkatan XVIII, 2012

Karier
• Direktur Reserse Kriminal Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya, 2008-2009
• Wakil Direktur I/Keamanan dan Kejahatan Transnasional Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI, 2009-2010
• Direktur Pembinaan Masyarakat Badan Pemeliharaan Keamanan Polri, 2010-2012
• Kepala Polda Nusa Tenggara Barat, 2012-2013
• Kepala Polda Jawa Barat, 2013-2015
• Kepala Divisi Hukum Polri, 2015-2016
• Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri, 2016
• Kepala Polda Metro Jaya, 2016
• Asisten Operasi Kepala Polri, 2017
• Sekretaris Utama Lembaga Ketahanan Nasional, 2018-2020
• Penjabat Gubernur Jawa Barat, 2018
• Ketua Umum PSSI, 2019-sekarang

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Abdul Manan

Abdul Manan

Meliput isu-isu internasional. Meraih Penghargaan Karya Jurnalistik 2009 Dewan Pers-UNESCO kategori Kebebasan Pers, lalu Anugerah Swara Sarasvati Award 2010, mengikuti Kassel Summer School 2010 di Jerman dan International Visitor Leadership Program (IVLP) Amerika Serikat 2015. Lulusan jurnalisme dari kampus Stikosa-AWS Surabaya ini menjabat Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen Indonesia 2017-2021.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus