Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah merampungkan tahapan pendaftaran dan verifikasi partai politik calon peserta Pemilihan Umum 2024. Kemarin, setelah menggelar rapat pleno, KPU mengumumkan penetapan 17 partai sebagai peserta pemilu. Namun sejumlah kalangan menilai keputusan ini pincang lantaran tak jelasnya penanganan dugaan manipulasi yang merebak dalam proses verifikasi faktual tiga bulan terakhir.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khoirunnisa Nur Agustyati, mengatakan manipulasi data dalam proses verifikasi partai politik merupakan bentuk kecurangan yang mencederai demokrasi. Karena itu, mencuatnya dugaan kasus tersebut di sejumlah daerah semestinya ditangani serius. "Kalau terbukti, pihak-pihak yang melakukan dan memerintahkan manipulasi perlu ditindak tegas," kata Khoirunnisa, kemarin. “Integritas pemilu kita jadi taruhannya.”
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penetapan partai politik peserta Pemilu 2024 kemarin diambil setelah KPU menggelar tahapan pendaftaran dan verifikasi sejak akhir Juli lalu. Sesuai dengan ketentuan, penetapan memang harus diambil paling lama 14 bulan sebelum penyelenggaraan pemilu pada 14 Februari 2024. Kemarin adalah masa tenggatnya.
Pelaksanaan tahapan pemilu itu menjadi gaduh dalam sepekan terakhir. Pasalnya, sejumlah penyelenggara pemilu di beberapa daerah menguak dugaan manipulasi untuk meloloskan sejumlah partai dalam verifikasi faktual—tahapan pemeriksaan terhadap syarat kepengurusan dan keanggotaan partai, khusus partai yang tak punya kursi di parlemen atau partai baru. Manipulasi itu disinyalir terjadi karena adanya intervensi dan intimidasi dari pejabat KPU, baik di pusat maupun di provinsi.
Dugaan manipulasi yang dimaksudkan adalah mengubah hasil verifikasi faktual beberapa partai politik, dari semula tidak memenuhi syarat menjadi memenuhi syarat. Praktik ini ditengarai marak terjadi dalam verifikasi faktual yang dilakoni KPU daerah, seperti di Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Kalimantan Tengah.
Toh KPU bergeming. Dalam rapat pleno kemarin, KPU menetapkan 17 partai politik sebagai kontestan dalam Pemilu 2024, lebih banyak dibanding pemilihan sebelumnya yang hanya diikuti 16 partai. Sembilan partai di antaranya adalah partai-partai yang saat ini memiliki perwakilan di Dewan Perwakilan Rakyat. Sejak Oktober lalu, sembilan partai ini telah dinyatakan lolos verifikasi administrasi—tanpa menjalani verifikasi faktual.
Adapun delapan partai lainnya yang lolos merupakan partai non-parlemen atau partai anyar, yaitu Partai Garuda, Partai Solidaritas Indonesia, Partai Bulan Bintang, Partai Hati Nurani Rakyat, Partai Persatuan Indonesia, Partai Buruh, Partai Gelora, dan Partai Kebangkitan Nusantara. Sebelum dinyatakan lolos, partai-partai ini sebelumnya menjalani verifikasi administrasi dan verifikasi faktual. Partai Ummat, partai baru besutan politikus Amien Rais, menjadi satu-satunya partai yang gagal menjadi kontestan Pemilu 2024 karena tak memenuhi syarat dalam verifikasi faktual.
Ketua KPU Hasyim Asy’ari, anggota KPU, dan perwakilan partai politik hadir dalam Rapat Rekapitulasi Nasional Hasil Verifikasi dan Penetapan Partai Politik Tahun 2024 di gedung KPU, Jakarta, 14 Desember 2022. Dok. KPU
Anggota KPU, Idham Holik, mengatakan keputusan lembaganya berpegang pada dokumen formal yang disampaikan KPU provinsi, seperti berita acara verifikasi faktual di daerah. Sedangkan KPU Pusat, menurut dia, belum menemukan adanya penyelenggara pemilihan di daerah yang memanipulasi data hasil verifikasi faktual. "Dugaan itu hanya kami baca di media. Sedangkan sekarang rekapitulasi sudah lewat dan KPU sudah melakukan pleno terbuka penetapan partai politik peserta pemilu," kata dia. "Kami bekerja berdasarkan kepastian hukum.”
Idham menuturkan pihak yang merasa keberatan dengan keputusan KPU dapat mengajukan sengketa proses pemilu kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Proses hukum dugaan pelanggaran pemilu, kata dia, telah diatur dalam Pasal 466-472 Undang-Undang Pemilu. "Bagaimana KPU bisa mengubah keputusan yang ada di pasal soal sengketa proses pemilu itu?" ujarnya.
Perlunya Audit Sipol hingga Pelaporan Dugaan Pidana
Pasal-pasal dalam Undang-Undang Pemilu yang disebutkan Idham mengatur sengketa proses pemilu. Adapun sengketa proses pemilu yang dimaksudkan sebenarnya merupakan perselisihan antar-peserta pemilu, atau sengketa antara peserta pemilu dan penyelenggara pemilu atau keputusan KPU. Dalam kasus Partai Ummat, misalnya, partai tersebut dapat mengajukan sengketa atas keputusan KPU yang tak meloloskan mereka sebagai partai peserta Pemilu 2024.
Khoirunnisa menjelaskan, keputusan Bawaslu dalam sengketa proses pemilu bersifat final dan mengikat kecuali untuk pelanggaran verifikasi partai peserta pemilu, penetapan calon Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, serta penetapan pasangan calon presiden dan wakil presiden. "Pada sengketa yang dikecualikan itu bisa dibawa sampai ke PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara)," kata dia.
Namun dugaan manipulasi dalam proses verifikasi faktual partai politik ini lain soal. Perludem, yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih, menilai kasus ini merupakan bentuk kecurangan, ketidakprofesionalan, atau keberpihakan kepada calon peserta pemilu tertentu. Laporan atas dugaan pelanggaran tersebut dapat dilayangkan masyarakat kepada Bawaslu atau Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) jika ada indikasi pelanggaran etik oleh pejabat KPU.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khoirunnisa Nur Agustyati, di Depok, Jawa Barat, 14 Oktober 2020. TEMPO/Nurdiansah
Sejak Senin lalu, Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih telah membuka layanan pengaduan untuk menampung laporan dugaan manipulasi dalam proses verifikasi partai politik. Kurnia Ramadhana, peneliti dari Indonesia Corruption Watch, yang tergabung dalam koalisi tersebut, mengatakan pengaduan melalui e-mail baru akan dianalisis dalam dua hari ke depan.
Sejauh ini, menurut dia, sejumlah lembaga non-pemerintah anggota koalisi juga telah menerima laporan dugaan manipulasi tersebut. “Selain itu sudah ada tindakan konkret melalui tim kuasa hukum penyelenggara pemilu di daerah yang memberikan surat somasi kepada KPU,” kata dia.
Somasi yang dimaksudkan Kurnia dilayangkan oleh advokat dari Themis Indonesia Law Firm serta AMAR Law Firm & Public Interest Law Office pada Selasa, 13 Desember lalu. Mereka mengklaim telah mengantongi surat kuasa dari sejumlah penyelenggara pemilu di daerah yang melaporkan dugaan kecurangan dalam proses verifikasi faktual. Mereka menuding telah terjadi perubahan hasil verifikasi partai pada Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) milik KPU, dari semula tidak memenuhi syarat menjadi memenuhi syarat.
Kurnia menyesalkan sikap KPU yang kemarin tetap memutuskan hampir seluruh partai lolos dalam verifikasi faktual. Hal itu merupakan bentuk pengabaian terhadap kasus tersebut. Semestinya, kata dia, KPU juga mengklarifikasi dan membuktikan bahwa tudingan kecurangan dalam proses verifikasi faktual tak valid.
“Caranya dengan mengaudit secara menyeluruh platform Sipol. Dengan begitu, bisa terlihat perbedaan metadata ketika ada oknum-oknum tertentu yang berusaha mengubah hasil verifikasi partai,” ujar Kurnia. “Jika tidak dilakukan, patut diduga memang benar apa yang disampaikan oleh para penyelenggara pemilu di daerah itu.”
Menurut Kurnia, saat ini koalisi tengah mempertimbangkan sejumlah opsi untuk memperkarakan kasus ini. Seperti yang disampaikan Khoirunnisa, opsi melaporkan anggota KPU ke DKPP bisa dipilih dengan dugaan adanya pelanggaran etik oleh penyelenggara pemilu. Namun koalisi juga akan mengkaji adanya tindak pidana dalam kasus dugaan manipulasi verifikasi partai ini. “Misalnya tentang adanya dugaan manipulasi data atau pemalsuan dokumen,” kata Kurnia. “Ketika kami lihat itu sebagai suatu peristiwa pidana, kami akan juga melaporkannya ke penegak hukum.”
Hadar Nafis Gumay, peneliti senior dari Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit)—bagian dari Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih—memastikan akan meneruskan laporan yang diterima lembaganya ke DKPP. Koalisi, kata dia, juga telah berkoordinasi dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk meminta perlindungan terhadap saksi yang mengetahui praktik manipulasi data selama proses verifikasi faktual partai politik. "Laporan ke LPSK akan kami proses setelah laporan ke DKPP," ujarnya.
Anggota Bawaslu, Totok Hariyono. Dok. Bawaslu
Bawaslu Hanya Bisa Menunggu Laporan
Bawaslu menyatakan belum bisa menindaklanjuti dugaan manipulasi data verifikasi faktual di beberapa daerah. Dugaan pelanggaran tersebut baru bisa ditelusuri jika ada aduan ke Bawaslu. "Yang mengadukan bisa partai, penyelenggara pemilu, ataupun masyarakat," ujar anggota Bawaslu, Totok Hariyono, kemarin.
Hingga kemarin, Bawaslu telah memproses 99 kasus pelanggaran dalam proses pendaftaran dan verifikasi partai politik. Bawaslu, kata Totok, masih menunggu laporan masyarakat ataupun penyelenggara pemilu yang bisa membuktikan adanya manipulasi data selama proses verifikasi faktual. Selama proses pengawasan sebelumnya, Bawaslu hanya menemukan tiga pelanggaran pengubahan status partai yang tidak memenuhi syarat menjadi memenuhi syarat di Sulawesi Barat, Kalimantan Selatan, dan Aceh. "Temuan perubahan di beberapa wilayah kemarin sudah kami lakukan saran dan perbaikan," ujarnya.
Menurut Totok, Bawaslu bisa menjatuhkan sanksi kepada penyelenggara yang melanggar tata cara dan mekanisme pemilu. Namun dia ogah berandai-andai ihwal sanksi yang bisa diberikan Bawaslu terhadap pelanggar. “Harus dilihat kasus per kasus,” kata dia.
Hadar Nafis mengatakan Bawaslu seharusnya bertindak lebih berani untuk mencari dalang dalam dugaan manipulasi data verifikasi faktual partai politik. Pasalnya, kecurangan dalam proses verifikasi faktual tersebut disinyalir masif dan terstruktur. “Jika dibiarkan, praktik kecurangan dalam pemilu ini bakal terus bergulir,” kata Hadar, yang juga anggota KPU periode 2012-2017 tersebut.
Hadar menilai Bawaslu berpeluang mengusut kasus ini. Bawaslu pusat, kata dia, bisa mengerahkan jajarannya di daerah untuk menggali informasi tentang dugaan manipulasi data dalam verifikasi faktual. “Jangan hanya menunggu,” kata Hadar. Dia juga menilai KPU semestinya menggelar verifikasi faktual ulang di beberapa daerah yang telah santer diberitakan terjadi kecurangan. "Karena dugaan ini merupakan pelanggaran yang riil dan sangat serius."
IMAM HAMDI | ILONA ESTERINA | TIMOTHY NATHANIEL (MAGANG)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo