Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Sejak usia satu bulan, kedua anak Yesy sudah dibiasakan minum susu formula.
Citra mengalami baby blues dan depresi setelah melahirkan anak pertama.
Indah lebih produktif bekerja setelah merasakan cuti melahirkan enam bulan.
Yesy Nurjayanti masih ingat betul beratnya meninggalkan dua putra yang masih berusia balita untuk kembali bekerja tiga tahun lalu. Padahal kondisinya belum pulih setelah persalinan. Cuti melahirkan selama tiga bulan sudah habis. Padahal usia anak kedua saat itu kurang dari dua bulan.
Buruh di pabrik garmen di kawasan Cilincing, Jakarta Utara, itu mulai cuti 1,5 bulan sebelum hari perkiraan lahir (HPL). Itu sesuai dengan aturan Pasal 82 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. “Ngerasanya kelamaan di rumah pas hamil. Setelah melahirkan malah sebentar, baru 1,5 bulan sudah harus kerja,” kata perempuan berusia 30 tahun itu kepada Tempo, Senin, 20 Juni 2022.
Kondisinya berbeda ketika melahirkan anak pertama pada 2015. Kala itu, ia bekerja di sebuah perusahaan jasa printing. Warga Cakung, Jakarta Timur, itu leluasa mengambil cuti melahirkan berdekatan dengan hari perkiraan lahir. Sehingga ia benar-benar menghabiskan waktu tiga bulan bersama putra pertamanya. Saat kembali bekerja pun, tubuhnya lebih bugar.
Yesy Nurjayanti, buruh pabrik garmen, bersama dua putranya. Dokumentasi Pribadi.
Meski digaji penuh selama absen di pabrik, Yesy merasa tiga bulan belum cukup waktu untuk mengasuh bayi yang baru lahir. Pasalnya, ia tidak bisa memberi ASI eksklusif selama enam bulan. Sejak usia satu bulan, kedua anak Yesy sudah dibiasakan minum susu formula agar tidak ketergantungan menyusu ASI langsung. Saat bekerja, Yesy menitipkan kedua anak kepada orang tuanya.
Pekerjaan sebagai operator printing juga tak memungkinkan bagi Yesy untuk memompa ASI. Sistem kerjanya sangat bergantung pada kehadiran satu tim. Ia pun kesulitan mencari tenaga pengganti jika harus izin ke ruang laktasi. “Kalau bagian lain bisa ditinggal, di printing enggak bisa. Jadi saya mutusin, daripada ribet, ya, sudah saya enggak memberi ASI,” ujar Yesy.
Terkadang, kata Yesy, dirinya menjadi sensitif apabila mendengar perkataan bahwa ikatan batin anak dan ibu lebih kuat lewat pemberian ASI eksklusif. “Yang bikin baper (bawa perasaan), susu formula ikatan batinnya enggak ini dong.”
Momfluencer, Citra Ayu Mustika. Dokumentasi Pribadi.
Depresi Setelah Melahirkan
Seorang konselor laktasi, Citra Ayu Mustika, juga pernah merasakan cuti melahirkan tiga bulan ketika masih bekerja di sebuah bank BUMN. Ia bahkan mengambil cuti itu dua kali dalam dua tahun karena melahirkan anak pertama pada 2017 dan anak kedua pada 2018. Bedanya dengan Yesy, aturan cuti melahirkan di tempat kerja Citra boleh diambil mendekati HPL.
Pengalaman setelah melahirkan yang dirasakan wanita berusia 31 tahun itu berbeda-beda. Pada anak pertama, Citra merasakan sukarnya menyusui sang buah hati. Kesulitan itu lantas berdampak domino. Selain sang anak yang rentan dehidrasi hingga dirawat inap di rumah sakit, masalah itu berimbas pada kesehatan mental Citra.
Karena gagal menyusui, Citra sampai mengalami baby blues dan postpartum depression atau depresi setelah melahirkan. “Kegagalan menyusui itu ternyata seberat dan sepatah hati itu. Merasa gagal dan enggak berguna sebagai seorang ibu,” ujar warga Bekasi tersebut.
Selama tiga bulan pada cuti melahirkan pertamanya itu, mom influencer ini berfokus memulihkan mental, melakukan relaktasi, hingga akhirnya bisa menyesuaikan diri dengan kehadiran sang putri. Citra merasa cuti selama tiga bulan merupakan waktu yang cukup untuk bisa kembali lagi bekerja setelah persalinan. Ia hanya perlu berfokus menyiapkan stok ASI untuk anaknya ketika ditinggal bekerja.
Di samping itu, ia juga bersemangat bisa kembali beraktivitas di kantor. Sebab, ia khawatir kehilangan posisinya saat itu apabila meninggalkan pekerjaan terlalu lama. Meski sedih dan rindu dengan sang buah hati, di sisi lain ia senang karena bekerja bisa menjadi ajang aktualisasi diri. “Jadi, ada jam me time, berharga lagi. Itu yang aku rasakan.”
Tak ingin mengulang kegagalan yang sama, Citra melakukan lebih banyak persiapan sebelum melahirkan anak keduanya. Setelah persalinan, ia berkonsultasi dengan konselor laktasi. Bahkan ia sampai mengikuti sertifikasi konselor menyusui. Karena senang berbagi informasi soal ASI dan menyusui di media sosial Instagram, Citra kemudian memutuskan berhenti dari pekerjaan. Ia kini melakoni peran barunya sebagai mom influencer dengan akun @olevelove sekaligus konselor ASI.
Indah Tri Novita, External Communication and Digital Senior Manager Danone Indonesia. Dokumentasi Pribadi.
Lebih Produktif Setelah Cuti Enam Bulan
Wacana cuti enam bulan kini sedang ramai diperbincangkan di media sosial. Hal itu terjadi setelah Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat menyepakati Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA) dibahas lebih lanjut menjadi undang-undang. Salah satu klausul dalam RUU itu adalah cuti melahirkan dari tiga bulan menjadi enam bulan ditambah 1,5 bulan masa istirahat.
Sebenarnya beberapa perusahaan di Indonesia sudah menerapkan kebijakan cuti melahirkan lebih dari tiga bulan. Pelopornya adalah Danone Indonesia, yang memberikan cuti maternitas enam bulan kepada pegawai wanita serta hak cuti ayah sepuluh hari sejak 2016. Anak perusahaan Danone, PT Sarihusada, pun memberi cuti melahirkan empat bulan dan kemudian diperpanjang menjadi enam bulan.
Karyawan yang sudah merasakan manfaatnya adalah Indah Tri Novita. External Communication and Digital Senior Manager Danone Indonesia ini sudah dua kali mengambil cuti maternitas. Ketika hamil anak pertama pada 2018, Indah mulai cuti sepekan sebelum HPL. Sedangkan ketika hamil anak kedua, wanita berusia 32 tahun ini absen tiga hari sebelum menjalani operasi sesar.
Ada dua metode yang bisa dipilih karyawan yang ingin mengambil cuti melahirkan. Metode pertama, cuti penuh selama empat bulan, lalu dua bulan berikutnya mulai masuk kerja selama tiga hari dan dua hari libur. Pegawai yang memilih metode ini akan menerima gaji secara penuh setiap bulan.
Metode kedua, cuti selama enam bulan secara penuh. Namun empat bulan pertama mendapat gaji penuh dan dua bulan berikutnya menerima 60 persen gaji. Indah memilih metode kedua ini. Warga Bintaro, Tangerang Selatan, ini merasakan sejumlah manfaat dengan adanya kebijakan tersebut. “Pertama dari sisi bonding (ikatan) ke anak, saya enam bulan nonstop tak terpisahkan dari anak,” kata Indah.
Indah juga dapat memberi ASI eksklusif dengan menyusui langsung selama setengah tahun. Proses menyusui pun lancar karena ia tidak mengalami stres dari pekerjaan. Walhasil, tumbuh kembang sang buah hati cukup baik. Apalagi ketika Indah kembali bekerja, anaknya sudah dikenalkan dengan MPASI (makanan pendamping ASI).
Dari sisi pekerjaan, ibu dua anak ini juga menjadi lebih fokus dan tidak banyak pikiran mengenai nutrisi buah hatinya. Sebab, sebulan sebelum masa cuti melahirkannya habis, Indah sudah membekali pengasuh anaknya ihwal bagaimana cara memberi ASI melalui sendok, cara membuat menu-menu MPASI, hingga cara bermain dengan anak. “Saya benar-benar tune in, kerja lebih serius, dan lebih produktif karena tidak ada pikiran anak seperti apa ditinggal.”
Ayoe Sutomo, psikolog anak, remaja, dan keluarga dari Tiga Generasi. Dokumentasi Pribadi.
Berjuang Memerah ASI di Tempat Kerja
Lain kisah dengan Ayoe Sutomo. Pekerjaan sebagai psikolog di sebuah klinik membuatnya bebas mengambil periode cuti melahirkan pada Agustus 2014. Ketika melahirkan anak kedua, Ayoe memutuskan untuk rehat dan tidak membuka praktik selama delapan bulan. Namun konsekuensinya, Ayoe tidak memiliki pemasukan selama absen.
Sebulan setelah melahirkan putra keduanya, Ayoe tetap melakukan pekerjaan sampingan sebagai seorang presenter acara televisi. Ia berani beraktivitas kembali karena waktu syutingnya lebih fleksibel. “Seminggu cuma dua kali. Jadi, hanya Selasa dan Jumat atau Kamis gitu. Cabut dari rumah jam delapan apa setengah sembilan, lalu setengah 12 sudah di rumah,” ujar Ayoe.
Seperti ibu pekerja lainnya, Ayoe mengalami berbagai tantangan setelah melahirkan, terutama dalam proses menyusui. Suatu hari ketika kembali siaran, Ayoe harus memerah ASI di tempat kerja. Kemudian sopir pribadinya akan mengantarkan stok ASI tersebut ke anak yang dititipkan di rumah orang tua Ayoe. “Karena menyusui sendiri, stres dan hormon sangat berpengaruh.”
Setelah delapan bulan off praktik, Ayoe mengaku mulai kangen bekerja. Ia bahkan sudah mulai membaca kasus-kasus pasien. Sang anak juga sudah tidak bergantung sepenuhnya pada ASI karena usia enam bulan ke atas telah diberi MPASI. Ditambah dukungan orang tua dan suami bisa diajak kerja sama dalam merawat anak bersama memudahkan Ayoe untuk kembali ke klinik.
Meski begitu, Ayoe hanya bisa memberi stok ASI hingga anaknya berusia sembilan bulan. Begitu sudah masuk kantor, aliran ASI Ayoe mulai mampet ketika dipompa. Ia juga lebih selektif memilih pekerjaan agar bisa lebih cepat pulang. “Karena saya cukup concern dengan tumbuh kembangnya,” ujar Ayoe.
Walau anak dititipkan ke orang tua, Ayoe sebisa mungkin ingin terlibat dalam setiap perkembangan sang buah hati. Konsekuensi, ada hal yang harus legawa dilepas. "Ya, sudah, enggak usah diambil kerjaannya.”
Dokter Ameetha Drupadi merupakan pendiri komunitas Pejuang ASI Indonesia. Dokumentasi Pribadi.
Manfaat Cuti Melahirkan untuk Ibu
Dokter sekaligus konselor laktasi, Ameetha Drupadi, mengatakan bahwa cuti melahirkan untuk ibu pekerja erat kaitannya dengan pemberian ASI eksklusif. Berdasarkan anjuran WHO, kata dia, ada empat langkah perihal pemberian makanan pada bayi dan anak.
Pertama, ketika baru melahirkan, ibu harus melakukan inisiasi menyusui dini. Kedua, memberi ASI eksklusif selama enam bulan tanpa diberi tambahan apa pun, termasuk air, makanan, dan cairan solid atau susu pengganti. Ketiga, karena kebutuhan bayi meningkat, harus ditambah MPASI. Keempat, dilanjutkan proses menyusui hingga usia anak 2 tahun.
Menurut Ameetha, pemenuhan ASI eksklusif kerap mengalami kendala ketika kondisi sang ibu harus meninggalkan anak untuk bekerja. Dalam beberapa kasus yang ia temui, ibu pekerja kesulitan memproduksi banyak ASI. Salah satu penyebabnya adalah penggunaan dot. “Bayi kalau sudah kenal botol dot, begitu ibunya pulang kerja, awal-awal malas. Dia mau nete, tapi malas. Lama-lama lebih milih dotnya. Akhirnya mengalami bingung puting,” kata Ameetha.
Anak lebih memilih dot karena hanya menggunakan satu otot pada bibirnya. Sedangkan jika menyusu langsung dari payudara, ada 11 otot pada bayi yang harus bekerja. Jika sudah memilih dot, kata Ameetha, ibu biasanya akan panik dan terus memompa ASI. Padahal, berjalannya produksi ASI dipengaruhi hormon yang dihasilkan sang ibu. Ada dua hormon menyusui, yaitu prolaktin untuk memproduksi ASI dan oksitosin untuk memperlancar ASI. Kedua hormon ini muncul ketika bayi menyusu langsung dari payudara ibu.
Pada ibu bekerja yang tidak bisa menyusui langsung anaknya, kata Ameetha, mau tidak mau menggunakan alat bantu memerah, seperti pompa. Namun tak semua ibu cocok dengan pompa karena tergantung corong, merek, hingga kekuatan vakum. “Jadi, ada yang merasa, kok, ASI saya semakin dipompa makin sedikit. Ditambah lagi ketika ibu bekerja sudah mulai stres.”
Ameetha mengatakan, menyusui langsung sangat baik untuk pertumbuhan ibu dan anak. Dengan adanya wacana cuti melahirkan hingga enam bulan, Ameetha berharap para ibu pekerja bisa berfokus memberikan ASI langsung dari payudara kepada sang buah hati.
FRISKI RIANA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo