Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

arsip

Kolaborasi Mencari Pembeli

Acara bertema custom culture semakin sering bermunculan di kota-kota lain. Digerakkan oleh semangat kolaborasi antarkomunitas.

26 Oktober 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Oktober hingga November nanti mungkin jadi saat-saat paling sibuk buat Dwi Prasetya. Pria yang bekerja sebagai dosen seni rupa di Universitas Adi Buana Surabaya ini harus berkali-kali pergi ke luar kota demi mengisi acara yang diadakan para koleganya. Mulai dari Kustomfest di Yogyakarta pada awal Oktober lalu, dilanjutkan dengan Custom Collaboration di Jakarta yang berlangsung pada akhir pekan ini, dan Customland pada November mendatang di Surabaya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pras-sapaan akrab Dwi-tak hanya bekerja sebagai pengajar. Pria lulusan Institut Kesenian Jakarta ini belakangan justru lebih populer sebagai penggiat "custom culture" alias "budaya kustomisasi" di Tanah Air. Sepanjang tahun, Pras berkeliling dari kota ke kota mengisi acara bertema budaya custom. "Saya sering diminta menjadi pembicara untuk membahas perkembangan custom culture di Indonesia," ujar Pras kepada Tempo, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pria berkacamata ini memang punya nama besar di kalangan penggiat budaya kustomisasi. Pada 2013, Dwi menggagas Customland di kampung halamannya di Surabaya. Ini adalah acara custom culture pertama dan terbesar di Jawa Timur pada waktu itu. Mulanya, acara ini ia gagas untuk mengumpulkan para pehobi kustomisasi sepeda motor di Kota Pahlawan. "Tapi ternyata peminatnya banyak, ada dari kalangan fashion, seniman, dan kerajinan."

Customland hadir pada saat yang tepat, tak lama setelah acara Kustomfest, pameran dan kompetisi kustomisasi sepeda motor terbesar di Indonesia yang diadakan di Yogyakarta pada 2012. Sejak itu, kata Pras, geliat custom culture menjadi begitu gencar. Seolah tak mau kalah, para anak muda di kota lain mengadakan acara serupa.

Di Jakarta, misalnya, ada Parjo, Jakarta Custom Culture, dan Custom Collaboration. Bandung punya BBQ Ride; di Solo, Jawa Tengah ada Burnout Solo; kemudian di Bali ada Custom War. Ini belum termasuk acara bertema serupa yang rutin digelar dan disponsori merek rokok yang diadakan berpindah-pindah dari satu kota ke kota lain. "Setiap bulan pasti ada acara," kata Pras.

Karena diadakan oleh komunitas yang punya semangat dan hobi yang sama, yakni kustomisasi sepeda motor, maka tak jarang para pengisi acara melakukan touring bersama untuk menyambangi acara di setiap kota. Hal ini dilakukan oleh belasan anggota komunitas Customland Surabaya yang pada awal pekan lalu bersepeda motor dari Surabaya ke Jakarta untuk menghadiri acara Custom Collaboration di Kemang, Jakarta Selatan, 24-27 Oktober 2019. Kegiatan riding dan touring bareng ini jadi semacam agenda rutin mereka.

Namun acara-acara custom culture belakangan tak hanya menjadi tempat berkumpul anggota komunitas penyuka sepeda motor. Para anak muda pemilik usaha dan merek produk fashion, sepatu, aksesori, dan seniman kustomisasi produk memanfaatkan ramainya acara-acara ini untuk berjualan. "Acara semacam ini memang pada akhirnya menjadi ajang untuk memasarkan karya para artisan produk-produk custom culture," ujar penggagas Custom Collaboration, Heret Frasthio.

Dalam acara Custome Collaboration, ada 48 merek lokal yang berpameran sekaligus menjual produknya. Produk yang dipasarkan antara lain jaket, mainan, aksesori sepeda motor, sepatu bot, sneaker, dompet, celana jins, hingga jasa kustomisasi sepeda motor.

Meski terkesan sebagai acara bazar dan pameran produk usaha kecil-menengah pada umumnya, barang yang dijual bukan produk massal yang diproduksi dalam jumlah banyak. Karena eksklusivitasnya itu, tak mengherankan jika banderolnya bisa lebih mahal ketimbang produk biasa. "Semangat custom culture itu kolaborasi. Jadi setiap bidang bisa saling bekerja sama untuk menciptakan karya dan produk yang unik."

Adapun Co-founder Custom Collaboration, Erlan Dwi Anto, mengatakan aneka produk buatan brand lokal ini sebetulnya punya kualitas setara dengan produk-produk buatan luar negeri. "Pemasarannya saja yang masih kurang dan belum banyak orang tahu," ujar Erlan. Ini yang menjadi alasan Heret dan Erlan menggelar Custom Collaboration di Lippo Mall Kemang. "Supaya masyarakat umum bisa tahu produk-produk custom culture."

PRAGA UTAMA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus