Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Identifikasi Lewat Sidik Jari

Banyak data diperlukan untuk mengenali korban kebakaran Lapas Tangerang. Keluarga diminta segera datang ke pos pengumpulan data untuk memberikan keterangan tambahan.

10 September 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Korban kebakaran Lapas Tangerang bertambah dari 41 menjadi 44.

  • Kepolisian menggunakan sistem penelusuran identitas lewat sidik jari.

  • Pengumpulan data korban berlangsung seperti saat tragedi pesawat jatuh.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA – Kantong jenazah kuning itu bernomor 041/2021. Sekitar 35 jam sudah lewat sejak jasad di dalamnya berpindah dari Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Tangerang—lebih dikenal dengan Lapas Tangerang—ke Rumah Sakit Polri di Jakarta Timur. Setelah mengecek jempol kanannya, tim identifikasi jenazah Kepolisian RI memberi nama atas nomor kantong itu, "Rudhi Ong Eng Cue, warga Karawang."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Rudhi, 43 tahun, adalah salah satu korban kebakaran Lapas Tangerang. Kepolisian mengidentifikasi jenazah Rudhi yang mengalami luka bakar berat dengan memeriksa sidik jari di jempol kanannya. “Masih bisa teridentifikasi,” kata Brigadir Jenderal Mashudi, Kepala Pusat Inafis (Indonesia Automatic Fingerprint System), dalam konferensi pers, kemarin.

Hasilnya, ada 12 titik kesamaan jempol kanan Rudhi dengan rekam sidik jarinya yang tersimpan di pusat data kependudukan dan pencatatan sipil. Tim Inafis memeriksa silang identitas pribadi Rudhi dan keluarganya. “Hasilnya sama,” kata Mashudi.

Korban kebakaran Lapas Tangerang bertambah menjadi 44 orang. Pada hari pertama, Rabu lalu, 41 orang menjadi sasaran kobaran api setelah penjaga gagal membuka sel di Blok C2 yang terbakar. Sementara itu, tiga narapidana lainnya meninggal kemarin setelah dirawat intensif di Rumah Sakit Umum Daerah Tangerang, yaitu Hadiyanto asal Jakarta Utara, Adam Maulana asal Sukabumi, dan Timothy Jaya dari Tangerang. Mayoritas korban terluka bakar berat antara 80 dan 98 persen.

Untuk mengenali jenazah yang terbakar dan tak terkenali wajahnya, polisi mengumpulkan dua jenis data. Data primer berasal dari sidik jari, pemeriksaan gigi, dan pemeriksaan DNA. Sedangkan data sekunder dikumpulkan dari barang yang melekat pada korban saat kejadian dan data medisnya. “Kami mengumpulkan data sebanyak-banyaknya agar proses identifikasi lebih cepat,” kata Kepala Penerangan Masyarakat Kepolisian RI, Brigadir Jenderal Rusdi Hartono.

Petugas forensik keluar dari ruang instalasi pemulasaraan jenazah di Rumah Sakit Umum Kabupaten Tangerang, Tangerang, Banten, 9 September 2021. ANTARA/Muhammad Iqbal

Pengumpulan data terbagi dalam tahap post-mortem dan ante-mortem. Post-mortem atau pasca-kematian berupa pemeriksaan jenazah secara menyeluruh, dari sidik jari; rontgen badan; DNA; hingga ciri-ciri tubuh, seperti berat dan tinggi badan, atau tato. Ante-mortem adalah tahapan yang membutuhkan bantuan keluarga, seperti foto korban semasa hidup, data medis korban, dan sampel DNA keluarga.

Karena itu, dalam setiap musibah besar, kepolisian membuka pos ante-mortem agar keluarga datang membawa data-data yang polisi perlukan. “Keluarga kebakaran Lapas Tangerang kami harapkan segera datang ke pos,” kata Rusdi. Hingga kemarin, sudah 17 keluarga yang menyerahkan data ante-mortem di pos RS Polri.

Tim identifikasi korban Kepolisian RI sudah berulang kali berurusan dengan kejadian bencana. Saat pesawat Sriwijaya Air rute Jakarta-Pontianak jatuh di Kepulauan Seribu pada awal tahun ini, polisi mengidentifikasi korban pertama sehari setelah kejadian. Pada hari ke-11, setengah dari keseluruhan jumlah korban dikenali lewat data post-mortem yang dicocokkan dengan ante-mortem.

Kebakaran di Lapas Tangerang merupakan kebakaran penjara dengan korban terbanyak. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia meminta maaf kepada para keluarga korban. Amukan si jago merah yang diduga terjadi karena arus pendek itu mengungkap masalah besar di penjara yang tak pernah tuntas: kelebihan penghuni.

Kelebihan penghuni kemudian juga berhulu dari masalah lain. Sistem peradilan pidana Indonesia masih menghukum pemakai narkoba alih-alih merehabilitasi mereka. Menurut data lembaga nirlaba peneliti reformasi hukum, Institute for Criminal Justice Reform, satu dari tiga penghuni penjara di dalam negeri adalah pengguna narkotik. Hal ini berujung pada sesaknya penjara yang tingkat huniannya rata-rata kelebihan 180 persen di seluruh negeri. Berbagai organisasi masyarakat sipil dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat meminta evaluasi menyeluruh penjara di Indonesia.

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM menyatakan kelebihan penghuni penjara merupakan masalah besar. “Ini tantangan yang harus kami hadapi,” kata Kepala Hubungan Masyarakat Kementerian, Rika Aprianti. Untuk sementara, Rika melanjutkan, demi membantu keluarga narapidana, mereka membuka layanan call center 0813-8355-7758. Layanan tersebut tersedia selama 24 jam bagi anggota keluarga yang ingin mencari tahu kabar narapidana di penjara, termasuk di Lapas Tangerang.

INDRI MAULIDAR | JULNIS FIRMANSYAH | JONIANSYAH (TANGERANG)
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus