Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Kota tembok yang rawan

Keadaan kota tembok kowloon, hong kong. subur dengan aneka ragam kejahatan, termasuk pelacuran. banyak penduduk kota ini yang mendambakan pindah keluar.

21 Maret 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DENGAN wajah ketakutan gadis berusia 15 tahun itu bergegas masuk ke sebuah gelanggang remaja. Ia minta dicarikan pekerjaan, "supaya bisa keluar dari sini." Andy Lok, direktur gelanggang remaja itu menolak, karena ia belum mencapai usia layak bekerja. Beberapa bulan berselang Andy mendengar gadis itu menjadi penghuhi wilayah 'lampu merah' dijual ayahnya sendiri ke rumah pelacuran. Peristiwa itu terjadi di dalam Kota Tembok Kowloon (Kowloon Walled City), daerah seluas 2,5 ha yang dikepung pusat perdagangan dan pemukiman yang padat. Bagai pulau di tengah samudra, Kota Tembok sebagian dari Hongkong yang megah itu seperti tak terjamah undang-undang. Hampir sepanjang sejarah Hongkong, status hukum Kota Tembok tak pernah jelas. Pemerintah Inggris salalu mengelak membicarakanya. Kalau hal itu dilakukan, masalah yang rawan pasti tersenggol, yaitu kontrak sewa Hongkong. Secara resmi RRC tak pernah mengakui kontrak ini. Sebuah pasal dalam perjanjian tahun 1898 menjamin penguasa Cina yang bermukim di Kota Tembok mengatur dirinya sendiri. Inggris pernah mencabut pasal itu. Tapi ketika Inggris bersitegang memaksakan hukumnya di Kota Tembok, 1963, RRC menunjukkan gigi lewat protes. Wilayah itu tetap 'tidak bertuan'. Kini kota itu dihuni penduduk yang merasa 'terbuang' dari masyarakat luas. Status sosial mereka tak jels. Para pengungsi, gelandangan, tukang catut, pemeras kampungan dan dokter tanpa izin-praktek memberikan warna khas pada kota yang dilintasi selokan busuk. Kecuali mengirim patroli sekali-sekali, pemerintah Hongkong enggan mencampuri urusan dalam kota itu. Temboknya sendiri sudah runtuh pada masa pendudukan Jepang (1943). Tapi sementara Hongkong berkembang menjadi metropolitan modern dan mewah, Kota Tembok Kowloon bagaikan 'cagar budaya' untuk sekelompok bangunan tua dan tata-kota Cina abad yang silam. Pintu Gerbang ke dalam kota hanya cukup dilalui dua orang bersama-sama. Kertas beterbangan di atas tumpukan sampah. Satu-satunya kebanggaan yang mungkin bersisa pada Kota Tembok ialah kenyataan bahwa namanya masih dikaitkan dengan kota-induk Kowloon, yang be "Sembilan Naga." Jangankan status hukum, fasilitas umum saja tak dipunyai kota ini. Tidak ada air minum, pembangunan, atau pelayanan masyarakat yang lain. Bahkan tidak ada pengangkutan sampah dari kota itu ke luar. Sindikat gelap dan kelompok bandit yang tersisih menemukan 'surga'-nya di sini. Mereka mengontrol rumah bordil, lalulintas narkotik, dan memeras para pedagang yang membuka kedai keluarga. Di sini juga bersarang dokter gigi Cina yang tak mendapat izin praktek di luar Kota Tembok. Sepanjang Jalan Tung Tau Tsuen, suatu perbatasan Kota Tembok dengan dunia luar, gigi palsu dipajang secara menyolok di etalase. Bukan rahasia lagi bahwa berbagai tabib liar mempraktekkan pengguguran kandungan tanpa merasa terancam. Banyak penduduk kota ini memimpikan bisa pindah ke luar. Tapi mereka tak berdaya. Yim Chun, misalnya. Ibu rumah tangga ini sudah lama tak betah, "sebab kota ini suatu tempat yang buruk untuk membesarkdn anak-anak," katanya. Tapi perumahan di luar terlalu mahal baginya. Ia harus membayar HK$ 200 sebulan, sementara di dalam Kota Tembak biaya itu hanya sepersepuluh dari jumlah tadi. Sebagian besar dari 30.000 penghuni yang mendiami kota ini paham betul bahwa nama mereka tak bisa dilepaskan dari reputasi jelek Kota Tembak. Tapi, mau apa? Kuli-kuli yang berdiam di sini tak cukup menanggung beban berat pekerjaan sehari-hari. Mereka masih harus membayar 'pajak' kepada gang tertentu yang membagi kota ke dalam beberapa 'daerah kekuasaan.' "Kami dengan sadar dicuri setiap hari," keluh seorang buruh. Di sebuah petak yang pengap dan berdebu, Lui Chiu terkulai di atas kursi pangkasnya. Ia telah menghabiskan 27 tahun dari usianya yang 63 di kota ini, dan tak berani lagi memimpikan sebuah tempat tinggal yang lain. Toko pangkasnya sudah lama tutup, lantaran ia tak tahan melayani para anggota gang yang minta dicukur tanpa membayar. Kini, bujangan tua yang kesepian itu hidup sebagai pemungut sampah, dengan penghasilan rata-rata HK$100 sebulan. Untuk tempat tinggal yang lebih tepat dinamakan 'kandang' itu, ia membayar HK$ 16 sebulan. Suatu ketika sebuah perusahaan teve mengekspos Kota Tembok. Lui termasuk salah seorang yang diwawancarai. Esoknya sudah ada anggota gang yang datang mminta bagian. "Mereka sangka saya dapat uang banyak dari wawancara itu," ujar Lui memamerkan giginy yang hitam dan ompong. Pelacuran merupakan 'bisnis' yang sudah melembaga di Kota Tembok. "Namun tidak seburuk tahun-tahun itu," komentar seorang penduduk yang optimistis. Mengenai narkotik? "Bila orang percaya kepada statistik pemerintah, tak ada pecandu narkotik yang sungguh-sungguh di sini," ujar Jacki Pullinger, seorang pekerja sosial. Kini berusia 35 tahun Pullinger telah tinggal selama 13 tahun di dalam Kota Tembok. Istrinya, yang dijuluki 'dewi Kota Tembok' lebih berani berkeliaran di situ ketimbang petugas-petugas pemerintah. Perempuan ini mengorganisasikan kelompok berdoa, di samping membantu suamiya memberikan pelanyanan yang mendekatkan penduduk kota kepada keyakinan agama. MEMANG masih ada 'simbol' yang dapat dibanggakan kota itu. Misalnya sebuah kelenteng tua, yang dipersembahkan kepada Tin Hau, dewi samudra. Ada pula "tempat terbersih di dalam kota yaitu, sepetak taman beberapa meter persegi, penuh debu dan potongan sampah. Sementara Hongkong: berbenah mempersolek diri, Kota Tembok bagai monumen abadi yang ulet dan tak menyerah. Ia seperti warisan masa lampa yang tak tertaklukkan, dari zaman meriam-locok memuntahkan pelurunya dalam Perang Candu abad yang silam.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus