Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Berpacu Mengungkap Dugaan Kartel Minyak Goreng

KPPU masih mencari satu alat bukti tambahan untuk membawa kasus dugaan kartel minyak goreng ke tahap pemeriksaan.  

1 Juni 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • KPPU masih mencari satu alat bukti tambahan kasus dugaan kartel minyak goreng.

  • KPPU telah memanggil 41 pihak untuk diperiksa.

  • Ketika kebijakan HET dicabut, minyak goreng kemasan mendadak mudah ditemukan.

JAKARTA - Sekitar sebulan menjelang tenggat penyelidikan perkara dugaan kartel minyak goreng, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terus mencari satu alat bukti tambahan untuk membawa kasus tersebut ke tahap pemeriksaan. Lembaga itu memulai proses pra-penyelidikan pada Januari 2022. Pada 30 Maret 2022, kasus itu naik ke tahap penyelidikan setelah otoritas mengantongi satu alat bukti. KPPU memiliki waktu 60 hari kerja hingga 5 Juli mendatang untuk melengkapi alat bukti.

Direktur Investigasi KPPU, Gopprera Panggabean, mengatakan sampai saat ini lembaganya belum bisa menyimpulkan perkara tersebut lantaran penyelidikan masih dilakukan. "Hasil akhir akan kami simpulkan. Tapi, dari data, kami melihat ada perilaku atau tindakan yang diduga sama di antara produsen, baik soal pasokan maupun harga," ujar dia kepada awak media, kemarin.

Ia mengatakan alat bukti itu diperlukan untuk setiap terlapor guna membuktikan dugaan adanya koordinasi dari para pelaku usaha minyak goreng. Seperti diketahui, para terlapor diduga melanggar Pasal 5 dan 11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, yakni dugaan pengaturan harga dan kartel. Setelah alat bukti mencukupi, kasus tersebut bisa naik ke pemberkasan untuk dinilai kelayakannya naik ke tahap selanjutnya.

"Kalau masih belum layak dilaporkan di rapat komisi, akan dikembalikan. Kalau kami nilai banyak data yang perlu dikumpulkan dan butuh perpanjangan waktu, kami akan minta perpanjangan," ujar Gopprera. Hingga saat ini, 41 pihak telah dipanggil untuk diperiksa, antara lain asosiasi, distributor, Kementerian Perdagangan, perusahaan pengemas, produsen, dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia. Dari jumlah tersebut, baru 29 pihak yang menghadiri panggilan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ia mengimbuhkan, salah satu kendala dalam mencari alat bukti pada kasus ini adalah banyaknya pihak yang perlu dimintai keterangan. Masalahnya, tak semua pihak yang dipanggil langsung memenuhi panggilan pemeriksaan. Beberapa masalah yang dihadapi, antara lain, beberapa pihak meminta penundaan jadwal cukup lama, pihak yang hadir tidak menguasai masalah, atau pihak belum memberikan dokumen sesuai dengan format yang diminta.

Mengingat waktu penyelidikan yang makin mepet, Gopprera mengatakan KPPU bisa saja meminta bantuan penyidik Badan Reserse Kriminal Polri untuk menghadirkan para terlapor. "Kami juga bisa serahkan pihak yang menolak diperiksa atau menolak memberikan info yang dibutuhkan kepada penyidik. Kami akan optimalkan proses pengumpulan alat bukti," ujar dia.

Pada mulanya, kata Gopprera, penyelidikan kartel minyak goreng ini terfokus pada delapan kelompok usaha sawit. Namun, seiring dengan fakta penyelidikan, otoritas juga akan melihat perilaku beberapa kelompok usaha di luar delapan terlapor. Kelompok usaha yang dipanggil dalam kasus ini, antara lain, Musim Mas, Sinar Mas, Indofood, Wilmar, Royal Golden Eagle, Incasi, Permata Hijau, Pacific, Bina Karya Prima, Sungai Budi, dan Wing.

Dua merk minyak goreng kemasan produksi Wilmar dijual dalam pasar murah di Kantor Kelurahan Cililitan, Jakarta, 2 Febaruari 2022. TEMPO/Tony Hartawan

Dalam membuktikan dugaan terjadinya koordinasi di antara pelaku usaha, KPPU akan melihat perilaku perusahaan-perusahaan tersebut pada interval tahun 2019-2022. Lembaga pengawas persaingan itu akan menelisik adanya perubahan perilaku para pelaku usaha sebelum dan setelah adanya dugaan kartel. Perilaku yang dimaksud antara lain pada penetapan harga, manajemen produksi, serta penyaluran minyak goreng ke toko retail modern dan pasar tradisional.

Di samping itu, perilaku yang ditinjau juga berkaitan dengan respons terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah. "Pasca-kebijakan yang diterbitkan pemerintah, ada perilaku yang kami dalami, apakah nanti mendukung dugaan pelanggaran kita dan merupakan bagian dari koordinasi," kata Gopprera.

Misalnya, ketika pemerintah menetapkan harga eceran tertinggi (HET) untuk minyak goreng kemasan dan curah, komoditas itu lantas sulit ditemukan di pasar. Namun, ketika HET minyak goreng kemasan dicabut, produk itu mendadak mudah ditemukan di masyarakat. Kondisi berbeda terjadi pada minyak goreng curah yang masih dikenai HET, meski pada saat yang sama ada subsidi selisih harga oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit.

"Meski sudah diterapkan, minyak goreng curah masih sangat sulit ditemukan di pasar dan realisasi produksi pada masa kontrak itu memang cukup rendah atau kurang optimal," ujar Gopprera. Peristiwa itu, menurut dia, juga akan ditelisik apakah hasil dari tindakan bersama atau bukan. Musababnya, kalau minyak curah sulit ditemukan di pasar, konsumen dipastikan akan lari ke produk kemasan yang harganya tidak diatur pemerintah.

Belum lagi perilaku ketika larangan ekspor diterapkan. Kala itu, kata dia, harga tandan buah sawit segar petani turun drastis lantaran pabrik-pabrik tidak membeli sesuai dengan harga yang ditetapkan pemerintah. Harga-harga minyak sawit mentah pun turun. Namun KPPU menemukan harga minyak goreng kemasan tidak turun signifikan. Harga minyak goreng curah pun masih di atas harga eceran tertinggi yang dipatok Rp 14 ribu per kilogram. "Ini akan tecermin dalam data-data para pelaku usaha. Kami analisis dari laporan keuangan perusahaan," kata Gopprera.

Direktur Ekonomi KPPU, Mulyawan, menyebutkan pada periode larangan ekspor 28 April hingga 22 Mei 2022 tren harga lelang crude palm oil (CPO) Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara Dumai turun signifikan dari kisaran Rp 16 ribu per kilogram menjadi di bawah Rp 14 ribu per kilogram. Sejurus dengan turunnya harga CPO, harga minyak goreng curah juga terkoreksi dari kisaran Rp 20 ribu per liter mendekati Rp 18 ribu per liter. Di sisi lain, harga minyak goreng kemasan justru mengalami tren kenaikan dan bergerak di kisaran Rp 24-25 ribu per liter.

Pekerja mengakut minyak goreng dalam kemasan jerigen di salah satu agen minyak goreng curah di Kebayoran Lama, Jakarta, 27 Mei 2022. TEMPO/Muhammad Hidayat



"Kami sudah memonitor sejak akhir tahun lalu dan beberapa periode bahwa ada perubahan harga CPO, tapi harga minyak goreng tetap. Kami menduga ada perilaku yang tidak sesuai dengan prinsip persaingan usaha," ujar Mulyawan. Teranyar, pergerakan harga diperkirakan akan dipengaruhi kebijakan baru pemerintah mulai 1 Juni 2022. Per hari ini, pemerintah mengganti program subsidi minyak goreng curah dengan kebijakan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO).

Menyitir data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional, harga rata-rata minyak goreng curah di pasar tradisional pada 31 Mei 2022 berada di Rp 18.300 per kilogram. Sementara itu, harga minyak goreng kemasan bermerek berada di kisaran Rp 25.450-26.500 per kilogram.

Ihwal dugaan adanya praktik kartel minyak goreng, Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), Sahat Sinaga, sebelumnya membantah tuduhan bahwa anggotanya mengatur harga bersama-sama. "Data penguasaan pasar saja mereka tidak akan pernah buka, apalagi harga," ujar Sahat.

Koordinator Nasional Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan, Said Abdullah, mendesak KPPU segera menuntaskan kasus dugaan kartel minyak goreng tersebut. Dengan demikian, kasus tersebut bisa menjadi terang benderang bagi masyarakat. "Kalau sampai tidak tuntas, ini akan menjadi sinyalemen negatif bahwa pemerintah, dalam hal ini KPPU, kalah lagi dengan mafia," ujar Said.

Momentum itu pun, menurut dia, harus ditindaklanjuti dengan audit keseluruhan industri sawit dari lahan perkebunan hingga ke pedagang retail. Said melihat langkah tersebut diperlukan untuk mengetahui kebijakan mana yang perlu dikuatkan sehingga perilaku jahat pelaku usaha bisa dieliminasi.

Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute, Tungkot Sipayung, berujar KPPU bisa menggunakan kewenangannya untuk meneliti persoalan persaingan usaha sektor sawit, dari perkara lahan perkebunan, pasar tandan buah segar, pasar CPO, hingga produk hilir seperti minyak goreng.

CAESAR AKBAR

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus