Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Lahir di Negeri Siam

Prabowo mendirikan dan mengendalikan Partai Gerindra setelah gagal di golkar. Koreksi kepada yudhoyono.

30 Juni 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Prabowo Subianto menerima satu bundel dokumen di sela pertemuan Himpunan Kerukunan Tani Indonesia di Menara Bidakara, Jakarta Selatan, pada 2006. Ia tak melirik dokumen yang diserahkan oleh staf ahli Dewan Ketahanan Pangan Nasional, Suhardi. Di dalam dokumen itu tersusun konsep anggaran dasar, penganggaran, lambang, hingga nama Partai Indonesia Raya. Kala itu Suhardi mengutarakan gagasannya menjadikan Prabowo calon presiden.

Hampir dua tahun setelah itu, tak ada tanggapan dari mantan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus tersebut. Prabowo, yang pada saat itu masih menjadi anggota Dewan Penasihat Partai Golkar, tak setuju dengan ide pembentukan partai baru. Ia mengira konsep partai yang disodorkan Suhardi berfokus hanya pada sektor pertanian. Maklum, Suhardi sebelumnya mendirikan dan menjadi Wakil Ketua Umum Partai Kemakmuran Tani dan Nelayan.

"Pak Prabowo ingin partai yang nasionalis," kata Suhardi kepada Tempo, Senin pekan lalu. Menurut dia, Prabowo belum juga berminat meski konsep Partai Indonesia Raya telah direvisi beberapa kali sehingga lebih nasionalis.

Gagasan mendirikan partai muncul kembali pada akhir 2007 dari sekelompok orang yang dipimpin antara lain oleh Fadli Zon dan Ahmad Muzani. Suhardi mengatakan orang-orang dekat Prabowo di Jakarta inilah yang mendesak dan meyakinkan Prabowo agar mendukung ide mendirikan partai.

Menurut Fadli, putra ekonom Sumitro Djojohadikusumo itu tak langsung setuju. Sebelum membujuk Prabowo, Fadli lebih dulu berbicara dengan Hashim Djojohadikusumo, adik Prabowo. Dalam perjalanan menuju Bandara Soekarno-Hatta dari kantor Hashim di gedung Mid Plaza, Jakarta Selatan, Fadli berusaha meyakinkan Hashim bahwa partai politik bisa menjadi kekuatan untuk membuat perubahan. Hashim pun menyetujui gagasan Fadli.

Tapi Prabowo berpendapat sebaliknya. "Sudah terlalu banyak partai, untuk apa kita bikin lagi?" katanya kala itu.

Fadli mengatakan ketika itu Prabowo masih berkeinginan merebut tampuk kepemimpinan Partai Golkar. Padahal Ketua Umum Partai Golkar saat itu, Jusuf Kalla, juga menjabat wakil presiden. Lulusan Fort Benning, Amerika Serikat, itu pernah ikut konvensi Partai Golkar pada 2004, yang dimenangi oleh mantan atasannya di dinas militer, Wiranto. "Saya yakinkan, sulit merebut Golkar. Mending membuat partai politik baru, yang fresh dan manifestonya jelas," ujar Fadli.

Prabowo pada akhirnya setuju. Pertemuan pun dirancang di sela pesta olahraga SEA Games ke-24 di Bangkok, Thailand, pekan kedua Desember 2007. Persamuhan dihadiri Prabowo, Fadli, dan Hashim. Hadir pula Widjono Hardjanto, rekan bisnis dan karib Prabowo, dan Muchdi Purwoprandjono, kolega Prabowo semasa bertugas di Kopassus. Sembari makan malam di Hotel Shangri-La Bangkok, Prabowo mengusulkan nama Partai Indonesia Raya. Fadli mengatakan nama ini tak bisa dipakai karena sudah pernah digunakan. "Ya sudah, pakai saja gerakan, Gerakan Indonesia Raya," Hashim menimpali.

Muchdi mengatakan tujuan utama pendirian Gerindra adalah sebagai koreksi atas kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. "Akhirnya koalisi dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan pada 2009 juga untuk itu," katanya. Belakangan, Muchdi mundur dari Partai Gerindra dan bergabung dengan Partai Persatuan Pembangunan. Namun, tidak seperti partainya yang merapat ke kubu Prabowo-Hatta Rajasa dalam pemilihan presiden 2014, Muchdi justru menjadi anggota tim sukses pasangan calon presiden dan wakil presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla.

Meski setuju pendirian Gerindra, Prabowo lebih banyak menyokong dari balik layar. Suhardi mengatakan, selama proses menyiapkan pendirian dan pendaftaran partai, nama Prabowo tak boleh dimunculkan lantaran pada saat itu ia belum mundur dari Partai Golkar. Karena alasan inilah nama Prabowo dan Hashim tidak tercantum dalam akta pendirian partai dan baru tercatat bergabung dengan Gerindra pada Juli 2008, meski deklarasi telah digelar lima bulan sebelumnya. "Padahal Prabowo adalah pemikir dan support budget-nya," kata Suhardi.

Fadli mengatakan, pada masa-masa awal, praktis partai sangat bergantung pada dukungan finansial Hashim. Dukungan keuangan itu berkurang seiring dengan berjalannya waktu. "Sekarang hanya untuk kegiatan-kegiatan tertentu," katanya. Belakangan, partai ini menerapkan cara urunan untuk para calon anggota legislatif.

Prabowo pula yang menginginkan Suhardi menjadi ketua umum partai. Dua bulan sebelum pertemuan di Negeri Siam, Prabowo meminta Suhardi datang ke Jakarta. Prabowo menyampaikan kepada Suhardi rencana mendirikan partai baru dan memintanya menjadi ketua partai. Prabowo meminjamkan sebuah Mitsubishi Pajero beserta sopir, seorang ajudan, dan rumah tinggal di Jakarta untuk keperluan Suhardi mengurus pendirian partai.

Prabowo memilih akademikus Universitas Gadjah Mada itu bukan semata-mata karena mereka dekat. Keduanya bertemu pada 2003 dalam sidang HKTI. Suhardi memimpin sidang musyawarah nasional pada Desember 2004, ketika Prabowo mencalonkan diri menjadi ketua umum bersaing dengan mantan Sekretaris Jenderal HKTI Agusdin Pulungan. Prabowo menang dengan perolehan suara mutlak.

Prabowo pun jatuh hati pada Suhardi ketika berkunjung ke rumahnya, setelah Yogyakarta diguncang gempa pada 2006. Kala itu pengurus HKTI berkumpul di rumah Suhardi yang menjadi posko bantuan korban gempa. Rumah joglo berlantai tegel itu terbilang sederhana. Prabowo, yang mampir di sela kunjungan, sempat minta izin ke kamar kecil di rumah itu. Belakangan, Prabowo kerap mengaku terkesan oleh kesederhanaan Suhardi. "Beliau berpikir kok sederhana sekali," kata Suhardi.

Dalam wawancara dengan Tempo pada Oktober tahun lalu, Prabowo kembali bercerita tentang hal ini. Ia mengaku heran mendapati toilet di rumah Suhardi masih menggunakan kloset jongkok. Ini pula yang membuat Prabowo yakin memilih Suhardi sebagai ketua umum karena ia percaya Suhardi tak pernah melakukan korupsi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus