Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pekerja pada smelter nikel di IMIP tak menggunakan APD antiapi.
Pintu darurat di PT ITSS diduga tak memadai.
Kementerian Perindustrian akan mengirim tim ke IMIP.
JAKARTA – Insiden berulang pada smelter nikel di kawasan industri PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, diduga akibat kelalaian perusahaan menerapkan keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Ketua Exco Partai Buruh Kabupaten Morowali, Katsaing, mengungkap sejumlah indikasi dan fakta yang menguatkan kesimpulan tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Katsaing menyebutkan sejumlah indikasinya. Misalnya, para pekerja perusahaan tidak menggunakan alat pelindung diri (APD) yang memadai saat berada di dekat molten slag atau terak cair—produk sisa peleburan. Suhu terak cair ini bisa mencapai ribuan derajat Celsius.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat terjadi insiden kebakaran tungku smelter feronikel nomor 41 milik PT Indonesia Tsingshan Staninless Steel (ITSS) yang berada di kawasan industri PT IMIP, Ahad lalu, para pekerja terlihat tidak memakai APD antiapi. Padahal mereka tengah bekerja di dekat terak cair.
Sebelum kejadian, para pekerja yang menjadi korban tengah menyelesaikan pemasangan alas pada tungku, yang dikerjakan sejak sehari sebelumnya. Saat proses perbaikan tungku, Katsaing mendapat informasi bahwa sebagian besar alat pengolahan nikel di perusahaan tetap dioperasikan.
“Sesuai dengan standar, para pekerja yang berada di lokasi pencairan nikel semestinya dilengkapi baju APD antiapi,” kata Katsaing, Senin, 25 Desember 2023.
Indikasi kedua, kata Katsaing, tidak ada pintu darurat yang memadai di smelter nikel tersebut. Maka, ketika kebakaran yang berujung ledakan terjadi pada Ahad lalu itu, para pekerja terpaksa melompat dari lantai atas ke bawah.
Katsaing juga mendapat informasi bahwa di smelter tersebut hanya dilengkapi dua tangga, yang masing-masing berada di ujung ruangan. Tangga itu berukuran kecil sehingga hanya bisa dilewati satu orang. “Artinya pekerja harus antre menggunakan tangga,” ucapnya.
Katsaing menduga kondisi K3 di smelter yang dikelola PT ITSS tersebut yang mengakibatkan banyak korban. Dalam insiden ini, sebanyak 59 orang mengalami luka bakar dan 13 orang di antaranya meninggal. Sisanya masih dalam kondisi kritis.
Suasana pascakebakaran akibat ledakan tungku smelter di pabrik ferrosilikon PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS) di kawasan PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, 24 Agustus 2023. Dok. IMIP
PT ITSS merupakan perusahaan produsen besi mentah berkadar nikel rendah (NPI) dan baja tahan karat yang beroperasi di IMIP. Merujuk pada portal situs web Minerba One Data Indonesia milik Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, separuh saham ITSS dikuasai Tsingshan Holding Group Company Limited, raksasa nikel asal Cina. Sisanya digenggam tiga investor Cina lainnya, yaitu Ruipu Technology Group Company Limited, Tsingtuo Group Co Ltd, dan Hanwa Company Limited. Lalu 10 persen saham ITSS dimiliki PT IMIP, pengelola kawasan industri yang juga dipunyai Tsingshan bersama PT Bintang Delapan Investama.
Kawasan industri IMIP seluas sekitar 3.000 hektare berada di Kecamatan Bahodopi, Kabupaten Morowali. Sesuai dengan penjelasan IMIP pada 2017, terdapat 10 perusahaan di kawasan industri khusus pengelola bidang pertambangan nikel ini. Mereka adalah PT Bintang Delapan Mineral (BDM), PT Sulawesi Mining Invesment, PT Indonesia Guan Ching Nickel and Stainless Stell Industri (GCNS)—perusahaan BUMN Tiongkok, PT Decent Stainless Stell, PT Indonesia Tsingsang Stainless Steel, dan PT Broly Nickel Industry. Lalu PT Bintang Sarana Selaras (perusahaan pembangunan dan pengelola rumah susun sewa), PT Bintang Delapan Terminal (perusahaan yang bertanggung jawab pada arus lalu lintas pelabuhan kawasan industri), PT Saka Dirgantara Energy (perusahaan yang bertanggung jawab untuk pengelolaan bandara kawasan), serta PT Morowali Mitra Perkasa (perusahaan bongkar-muat di area pelabuhan kawasan industri). Di IMIP juga berdiri lima smelter, di antaranya milik PT Sulawesi Mining Investment, PT GCNS, dan PT ITSS.
Menurut Katsaing, kecelakaan kerja sudah berulang kali terjadi di kawasan industri tersebut, dari kecelakaan lalu lintas pekerja hingga kebakaran ataupun ledakan. Angkanya mencapai 897 kecelakaan kerja.
Ia berpendapat faktor utama tingginya angka kecelakaan kerja karena penerapan K3 yang tidak sesuai dengan prosedur. Selain contoh kelalaian penerapan K3 saat insiden di PT ITSS, Katsaing mendapat fakta lain. Misalnya, penggunaan dumb truk ataupun ekskavator yang tidak layak pakai karena tangga dan pintunya sudah rusak.
Selanjutnya, sebagian pekerja menggunakan sepatu boot yang tingginya di bawah mata kaki. “Kalau di tambang, seharusnya sepatu seperti itu tidak boleh,” ujar Katsaing.
Ia mengatakan persoalan K3 di kawasan industri tersebut sudah pernah dilaporkan ke pemerintah, tapi tidak direspons. Salah satu persoalan yang dilaporkan adalah urusan sistem operasional di satu gudang pada satu smelter di sana. Di gudang tersebut terdapat bahan baku nikel mentah yang akan dicampur kapur. Tapi perusahaan tidak berupaya maksimal mencegah debu kapur yang berbahaya itu masuk ke tubuh pekerja.
“Ventilasi tidak tersedia dengan cukup. Kacamata tidak diberikan dan masker yang dipakai yang medis biasa,” ujar Katsaing. “Kalau sampai debu kapur itu menempel di alat kerja saja harus dibersihkan dengan air keras. Bagaimana kalau debu itu menempel ke pekerja?”
Ia pun berharap pemerintah mendorong perusahaan di kawasan IMIP membenahi prosedur dan perlengkapan K3 di sana.
Kebakaran smelter PT PT Gunbuster Nickel Industry (GNI) di Kabupaten Morowali Utara, Sulawesi Tengah, 22 Desember 2022. Dok. Humas DPRD Morut
Direktur Program Trend Asia, Ahmad Ashov Birry, menguatkan penjelasan Katsaing. Ahmad mengatakan sudah sering terjadi kecelakaan kerja di area smelter pengolahan nikel. Misalnya kecelakaan serupa di PT ITSS yang terjadi di PT Gunbuster Nickel Industry (PT GNI)—perusahaan asal Cina yang beroperasi di Kabupaten Morowali Utara—pada 22 Desember 2022.
Kemudian kecelakaan kerja di PT Indonesia Guang Ching Nickel & Stainless Industry pada 27 April 2023. Dua pekerja dumping atau hasil pengerukan perusahaan meninggal akibat alat yang digunakan rusak. Keduanya lantas ikut tertimbun akibat terjadi longsor di area dumping.
Menurut Ahmad, penyebab berbagai kecelakaan kerja di kawasan smelter nikel di Morowali ini diduga karena penggunaan teknologi pirometalurgi Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) smelter dari Cina. Ia mengatakan penggunaan teknologi tersebut hingga 90 persen di lapangan tidak disertai informasi yang cukup. Rotary Kiln merupakan area yang memiliki potensi bahaya tinggi karena prosesnya memerlukan suhu tinggi, melibatkan reaksi kimia, dan mesin yang berputar.
“Teknologi murah itu dipakai dan diklaim sepihak cukup baik kualitasnya,” kata Ahmad.
Penyebab lain, menurut Ahmad, akibat pengelolaan smelter yang diduga mengabaikan K3. Misalnya, sistem dan waktu kerja yang panjang serta minimnya waktu istirahat pekerja. Kondisi ini berpotensi memunculkan kelelahan yang berujung kecelakaan kerja.
Trend Asia mencatat 53 pekerja smelter meninggal di smelter nikel di Indonesia, termasuk IMIP, pada periode 2015-2022. Korban terdiri atas 40 pekerja Indonesia dan 13 warga negara Cina.
Pada rentang waktu yang sama, terjadi 18 insiden kecelakaan kerja di IMIP, dengan korban meninggal 15 pekerja. “Jumlah itu tidak termasuk kejadian kemarin,” ujar Ahmad.
Guru besar K3 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Fatma Lestari mengatakan kecelakaan kerja yang berulang menunjukkan bahwa perusahaan belum sepenuhnya menjalankan prosedur K3 untuk menjamin keselamatan kerja pegawainya. Ia mengatakan, dari beberapa video yang beredar, baik sebelum maupun setelah kejadian di PT ITSS, perusahaan terlihat belum memahami dan mengelola bahaya dari proses pengolahan nikel di sana.
“Dari video yang beredar terlihat pekerja di sana terekspose langsung dengan molten slag. Itu sangat berbahaya,” katanya.
Fatma menjelaskan, saat pekerjaan berjalan atau pengelasan dilakukan ataupun dalam proses perbaikan, di tanur smelter masih terdapat sisa terak cair. Jika terak cair masih ada, seharusnya tidak boleh ada pekerja yang berada di sekitar cairan besi tersebut karena suhunya mencapai ribuan derajat Celsius.
“Tapi para pekerja di sana terekspos langsung dengan molten slag itu,” ujarnya. “Ini menunjukkan bahwa kebijakan perusahaan dan budaya K3 belum dijadikan panduan.”
Ketua Pusat Kajian dan Terapan K3 FKM UI ini mengatakan pengelola smelter semestinya membuat penghalang untuk menutupi pekerja dari paparan cairan panas tersebut. Atau perusahaan mempekerjakan robot ataupun sistem otomatis yang bisa dikendalikan manusia jika tidak mau membuat penghalang.
Fatma menduga banyak prosedur K3 yang tidak dijalankan oleh perusahaan pengolah nikel di Morowali. Padahal implementasi K3 ini untuk memastikan keamanan pekerja. “Banyak sekali bolongnya prosedur K3 di sana, dari sisi desain hingga cara bekerja,” ujarnya.
Fatma berpendapat pemerintah dan dunia usaha semestinya lebih dulu mengutamakan keselamatan manusia daripada target bisnis. Pemerintah juga mesti mengaudit secara mendalam setelah ledakan smelter di PT ITSS tersebut.
“Harus ada sanksi yang berat bagi pelanggaran K3. Coba bandingkan penegakan hukum di bidang lingkungan, hukumannya jauh lebih berat,” kata Fatma.
Kepala Divisi Relasi Media PT IMIP Dedy Kurniawan dan CEO IMIP Alexander Barus belum menjawab permintaan konfirmasi Tempo soal ini. Lewat keterangan tertulis pada Ahad lalu, Dedy mengatakan penyebab kebakaran tungku diduga karena ada sisa slag dalam tungku yang keluar. Terak ini kemudian bersentuhan dengan barang yang mudah terbakar di lokasi. “Dinding tungku lalu runtuh dan sisa terak besi mengalir keluar sehingga menyebabkan kebakaran,” kata Dedy.
Juru bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif mengatakan pemerintah akan mengirim tim investigasi ke IMIP untuk mengetahui penyebab ledakan serta mengevaluasi pengawasan dan standar K3 perusahaan. “Jadi prosedur operasional standar (SOP) harus dijalankan dengan benar, termasuk yang berkaitan dengan pekerjanya dan teknologi yang digunakan,” katanya.
Febri mengatakan, bagi Kementerian Perindustrian, implementasi K3 sangat krusial untuk mencegah dan menekan angka kecelakaan kerja. Karena itu, pelaksanaan K3 harus menjadi prioritas bagi dunia usaha.
IMAM HAMDI | ANTARA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo