Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEBAGAI ibu, Tiarma Tambunan merasakan firasat tak enak tatkala Ariel Somba Pamungka Sitanggang berpamitan akan ke Surabaya. ”Saya waswas, Ariel berangkat bersama orang yang baru dia kenal,” kata wanita 66 tahun ini, mengenang peristiwa pada 23 April silam. Itulah hari terakhir ia melihat wajah anaknya.
Kepada sang ibu, Ariel, 33 tahun, berpamitan ke Surabaya untuk urusan bisnis plus membantu merenovasi rumah kawannya, Ryan. Pada saat pergi, ujar Tiarma, anaknya membawa tiga telepon genggam, laptop, dan uang Rp 27 juta. ”Setelah ia pergi, kami tak bisa menghubunginya lagi,” kata Tiarma.
Tiarma mengenang anaknya sebagai sosok pendiam dan rajin. Sejak kuliah di Institut Pertanian Bogor, Ariel tak tinggal lagi bersama orang tuanya di Jalan Raya Bogor, Depok. Ia memilih kos. Setelah lulus kuliah, Ariel juga tak berkumpul lagi bersama orang tuanya. Bekerja sebagai agen properti, ia kos di Jalan Raya Pedurenan, Setiabudi, Jakarta Selatan. Di sinilah ia berkenalan dengan Ryan. ”Pada saat di kos itu hampir tiap hari dia menelepon saya,” kata Tiarma. Uang Rp 27 juta yang dibawanya saat pergi bersama Ryan itu, menurut Tiarman, adalah komisi kesuksesannya menjual rumah.
Tiarma sempat melaporkan hilangnya Ariel ke polisi. Polisi juga sempat memeriksa Ryan. Tapi polisi lantas melepaskannya karena tak ada bukti dia yang menghilangkan Ariel. Tiarma mengaku pernah bermimpi melihat Ariel. Saat itu, ujarnya, jalan Ariel merunduk, seperti ada sesuatu yang membebani tengkuknya. ”Saya sudah yakin, Ryan yang paling bertanggung jawab terhadap hilangnya Ariel,” kata Tiarma.
Ketika Ryan tertangkap karena membunuh Heri Santoso di Apartemen Margonda, barulah kecurigaan Tiarman terbukti. Adapun mayat Heri ditemukan polisi telah tercerai-berai menjadi tujuh bagian di kawasan Kebagusan, Jakarta Selatan. Setelah membunuh Heri, Ryan menggasak uang Heri di anjungan tunai mandiri. Tatkala polisi mendesak Ryan siapa saja yang telah dibunuhnya sebelum Heri, muncullah pengakuan mengejutkan itu. Ryan mengaku menghabisi Ariel dan tiga orang lainnya.
Ryan mengaku membunuh Ariel karena kesal. Pemuda itu dinilai ingkar janji, membatalkan merenovasi rumahnya di Jombang, Jawa Timur. Sedangkan Ariel, menurut Ryan, punya alasan kenapa membatalkan janjinya. Ia sakit hati lantaran Ryan telah punya pacar, Novel. Mayat Ariel dikuburkan Ryan di belakang rumahnya di Jombang.
Polisi yakin, pembantaian yang dilakukan Ryan terhadap Ariel semata karena motif ekonomi. Ini terlihat dari lenyapnya semua barang milik Ariel. Menurut seorang penyidik Kepolisian Metro Jaya yang menangani kasus ini, Ryan melakukan itu untuk menopang gaya hidupnya. Selain tinggal di apartemen, ia juga senang jalan-jalan. ”Sedangkan ia pengangguran,” kata sang penyidik.
Motif ekonomi ini pula yang menurut polisi membuat Ryan menghabisi Vincentius Yudi Triono, 31 tahun. Barang-barang milik warga Dusun Ngelo, Kecamatan Semin, Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta ini raib bersama hilangnya korban. ”Laptop, handycam, dan komputer di kosnya di Jombang hilang,” ujar Darmanto, paman korban.
Sebelum tewas, sehari-hari Vincent bekerja sebagai sales marketing sebuah toko elektronik. Gajinya sebulan sekitar Rp 4 juta. Vincent diketahui keluarganya hilang setelah kantornya mengirim surat peringatan, karena ia tak masuk-masuk kerja. Kepada polisi, pihak keluarga mengaku kehilangan kontak dengan Vincent sejak Maret 2008.
Dikenal rajin berkunjung ke tempat kebugaran, Vincent tipe pemuda pendiam. Di tempat fitness inilah ia kerap bertemu dengan Ryan. Kepada polisi, Ryan mengaku melenyapkan Vincent lantaran khawatir pembunuhan yang dilakukannya terhadap Ariel terbongkar. Polisi belum meyakini alasan ini. Yang pasti, ujar Darmanto, ”Semua barang milik Vincent hilang entah ke mana.”
Keluarga Vincent yakin, salah satu mayat yang ditemukan di belakang rumah Ryan di Jombang itu mayat Vincent. Mayat yang ditemukan memiliki gigi gingsul dan tulang tangan kirinya terlihat pernah retak, persis yang dimiliki Vincent. ”Juga ada cincin di jari mayat itu yang tertulis namanya,” kata Darmanto.
Seperti Vincent dan Ariel, Guruh Setyo Pramono, 28 tahun, juga lenyap bersama harta bendanya: tiga buah kartu anjungan tunai mandiri dan seuntai kalung panjang di lehernya. Barang-barang itulah yang diingat Tumidjo, ayah Guruh, ketika terakhir kali anaknya berpamitan akan pergi dari rumahnya di Desa Kedondong, Nganjuk, Jawa Timur. ””Ia pamit akan membuka usaha di suatu tempat,” kata Tumidjo.
Sebelumnya, Guruh bekerja di peternakan ayam milik Haji Mulyono, di Desa Sitimerto, Kecamatan Pagu, Kediri. Ini pekerjaan pertamanya sejak lulus dari Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang, pada 2002. Di Kediri, Guruh rajin mengunjungi pusat kebugaran. Polisi menduga di tempat inilah Guruh berkenalan dengan Ryan. Tumijo tak pernah lagi mendengar kabar Guruh setelah kepergiannya setahun lalu, sampai muncullah kabar di koran-koran, anaknya dibunuh Ryan dan mayatnya dikuburkan di belakang rumah Ryan di Jombang.
Ryan ternyata juga memiliki teman orang asing. Disebutnya bernama Bradley Grandy, asal Belanda. Warga Negeri Kincir Angin itu juga mengalami nasib sama, dibunuh dan mayatnya dikubur di belakang rumahnya. Dari uji forensik yang dilakukan polisi terhadap empat mayat yang ditemukan di halaman belakang rumah Ryan, salah satunya dipastikan berasal dari ras Kaukasoid. Kondisi mayat ini sudah hancur. ”Sidik jarinya rusak, sulit dikenali,” ujar seorang polisi.
Pihak Kedutaan Besar Belanda di Jakarta belum bisa memastikan mayat itu warga negara Belanda. ”Kami sedang berkoordinasi dengan polisi. Jadi, belum bisa menerangkan identitas atau kebangsaan korban,” ujar Konsuler Urusan Pers dan Kebudayaan Kedutaan Belanda, Paul Peters. Untuk sementara, korban bule ini memang masih gelap.
Ramidi, Sahala, Hamluddin, Pito A. Rudiana, Dini Mawuntyas (Jombang)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo