Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DAGANGAN Basuki Dwi Santoso, Manajer Marketing Villa Tamara, laris manis. Tiga ratus unit rumah mewah di jantung Kota Samarinda, Kalimantan Timur, ludes terjual. Harganya? Minimal Rp 400 juta untuk tipe 75 dengan luas lahan 150 meter persegi, dan termahal Rp 5 miliar untuk tipe 300 di atas tanah seluas seribu meter persegi.
Villa Tamara bukan satu-satunya hunian eksklusif di kota tambang ini. Ada pula Citra Land dan Pesona Mahakam, yang menawarkan harga tak jauh beda. Larisnya juga sama. Bisnis properti memang sedang tumbuh subur di sini. Semahal dan sejauh apa pun lokasi, antrean peminatnya mengular. Dompet masyarakat Kalimantan Timur memang tebal belakangan ini.
Setahun terakhir memang ada perubahan besar di luar Jawa. Perekonomian tumbuh pesat di atas 6 persen. Bahkan, Sumatra Utara tumbuh melebihi 8 persen. Duit perbankan mengalir deras ke luar Jawa, terutama Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. Pertumbuhan kredit ke tiga wilayah itu di atas rata-rata nasional dan juga lebih cepat dibanding Jawa. Memang, Jawa masih dominan, tapi proporsi kredit ke tiga wilayah itu kini sudah di atas seperempat kue kredit tahun ini. Lima tahun lalu, proporsi kredit untuk tiga pulau itu masih 21 persen.
Pemicunya tak lain adalah naiknya harga sejumlah komoditas, terutama minyak mentah, minyak sawit mentah (CPO), dan batu bara. Harga CPO di pasar internasional pada awal tahun baru sekitar US$ 500 per ton, tapi kini hampir mencapai US$ 1.000. Begitu pula harga batu bara. Kenaikan harganya bahkan diperkirakan masih akan terus berlanjut hingga tahun depan. Pada 2008, harga batu bara diperkirakan akan menanjak ke level tertinggi, yakni US$ 140 per ton tahun depan, dari US$ 98 saat ini.
Kalimantan Timur termasuk yang bersorak dengan kondisi itu. Betapa tidak, tahun ini provinsi itu ketiban rezeki Rp 398 miliar dana tambahan bagi hasil minyak dan gas dalam APBD Perubahan 2007 akibat harga minyak Indonesia menanjak hingga US$ 80-an per barel. Alhasil, dana dari pusat yang sampai ke Kalimantan Timur bisa mencapai Rp 2,5 triliun lebih. Bandingkan dengan pendapatan asli daerah (PAD) yang hanya separuhnya, Rp 1,25 triliun.
Tahun lalu, provinsi kaya minyak dan gas ini memperoleh dana perimbangan Rp 2,1 triliun, dengan PAD Rp 926 miliar. "Tahun depan ditargetkan naik lagi menjadi Rp 2,78 triliun dan PAD Rp 1,26 triliun," kata Kepala Badan Perencanaan Daerah Sulaiman Gafur kepada Tempo dua pekan lalu.
Sumatera Selatan pun kecipratan berkah. Kepala Bidang Neraca Wilayah dan Analisis Badan Pusat Statistik, Habibullah, mengatakan sektor pertanian dan perkebunan meningkat tajam di provinsi penghasil kelapa sawit, kopi, dan karet itu. Masyarakat merasakan betul renyahnya bisnis agraris ini. Tengok saja musim haji tahun ini. Petani kebun mendominasi separuh lebih dari total 298 anggota jemaah haji Kabupaten Musirawas.
Petani kopi di Kabupaten Pagaralam juga bersuka ria. Harga komoditas ini sedang bagus-bagusnya, Rp 12 ribu per kilogram. Biasanya harga kopi ini hanya Rp 6.000-7.000-an. Tak aneh bila transaksi perbankan meningkat. Belakangan, melihat petani sekali datang menyetor Rp 15-20 juta ke bank adalah hal biasa.
Bidang infrastruktur juga bangkit. Kelangkaan semen yang terjadi belakangan merupakan salah satu indikatornya. Perkembangan daya beli masyarakat salah satunya bisa digambarkan melalui penjualan semen untuk pembangunan dan renovasi rumah. Asosiasi Semen Indonesia memperkirakan permintaan semen Sumatera Selatan tahun ini 783 ribu ton, naik 10 persen dari tahun lalu sebesar 776 ribu ton.
Data penjualan semen secara nasional memang menunjukkan perubahan pola pertumbuhan permintaan. Penjualan semen di luar Jawa saat ini cukup fantastis, sekitar 42 persen dari total penjualan semen domestik, dengan peningkatan bervariasi di setiap pulau. Volume penjualan semen di Indonesia selama sembilan bulan (Januari-September) naik 7 persen. Pertumbuhan penjualan di Jawa hanya 2,5 persen, sedangkan di luar Jawa lebih dari 8 persen.
Daerah penghasil sawit lain, Sumatera Utara, mendapatkan kenikmatan serupa. Badan Pusat Statistik provinsi itu mencatat surplus neraca perdagangan tahun ini US$ 2,97 miliar. Rinciannya, nilai ekspor US$ 4,25 miliar dan impor US$ 1,28 miliar. Komoditas penyumbang ekspor terbesar adalah minyak nabati, termasuk CPO.
Tak mengherankan jika perekonomian daerah-daerah "mengkilap" ini lebih pesat ketimbang daerah lain. Setidaknya itu bisa dilihat dari pertumbuhan penjualan motor. Manajer Pemasaran Indako Trading Co., Leo Wijaya, mengatakan pasar sepeda motor Sumatera Utara tahun ini sekitar 315 ribu unit. Pada 2008 diperkirakan akan meningkat 11,11 persen menjadi 350 ribu unit.
Ekonom Credit Suisse First Boston, Mirza Adityaswara, menilai bahwa potensi pertumbuhan ekonomi luar Jawa seharusnya lebih tinggi lagi, yakni bila pemerintah daerah menggunakan dana APBD-nya secara efektif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi setempat. "Tidak dianggurkan Rp 46,5 triliun di sertifikat BI," katanya.
Daerah juga akan semakin moncer jika pemerintahnya tidak mengeluarkan banyak kebijakan pajak daerah yang justru berdampak buruk terhadap iklim investasi. Sejak 2001, pemerintah pusat sudah meminta daerah membatalkan 1.200 peraturan retribusi dan pajak daerah yang dianggap mengganggu laju investasi.
Konsumsi Semen (Ton, Januari-September)
Jawa2006: 14.258.6502007: 14.610.2292,5%
Sumatera2006: 5.196.5472007: 5.962.24614,7%
Sulawesi2006: 1.386.5832007: 1.511.0569,0%
Kalimantan2006: 1.222.3662007: 1.424.67816,6%
Nusa Tenggara2006: 1.100.0852007: 1.181.1557,4%
Maluku & Irian Jaya2006: 438.5082007: 515.59917,6%
Total Luar Jawa2006: 9.344.0892007: 10.946.31317,1%
Total Indonesia2006: 23.602.7392007: 25.204.9636,8%
Pertumbuhan Kredit (Rp Triliun, Per September)
Sumatera 2006: 113,72007: 143,025,78%
Jawa 2006: 534,22007: 647,821,27%
Bali, NTT 2006:18,92007: 22,720,33%
Kalimantan2006: 36,22007: 44,723,49%
Sulawesi2006: 32,12007: 41,629,7%
Maluku2006: 2,32007: 2,69,23%
Papua2006: 3,62007: 4,831,88%
Total Indonesia2006: 741,12007: 907,322,42%
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo