Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Gerakan Suluh Kebangsaan, Mahfud MD mengatakan bahwa riak dan polemik yang muncul sekitar hasil pemilihan umum (Pemilu) merupakan konsekuensi dari pilihan menggunakan sistem demokrasi. Jika tak ingin ada polemik dan ingin praktis, kata Mahfud, cukup menggunakan sistem kerajaan serta tak perlu menyelenggarakan Pemilu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kalau diganggu dengan tudingan (kecurangan) ya biasa, namanya juga demokrasi," ujar Mahfud saat mendatangi KPU untuk menanyakan kabar salah input suara dalam sistem penghitungan suara (situng), Rabu, 24 April 2019.
Baca: Datang Bareng Ahli Statistik, Mahfud MD Verifikasi Input Data KPU
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mahfud MD memperkirakan tudingan kecurangan penghitungan suara oleh KPU bakal berlangsung sampai 23 Mei 2019. Kemudian, kata dia, tuduhan bakal berbalik menyasar ke Mahkamah Konstitusi. "Gitu aja ritualnya, lihat aja nanti."
Menurut mantan ketua Mahkamah Konstitusi itu, isu yang akan pasti muncul adalah hakim yang tidak netral dan berpihak kepada salah satu kubu. Hakim MK pasti dituduh menerima suap. "Pengalaman saya bertahun tahun begitu, itu ritual politik."
Mahfud menyarankan agar peserta Pemilu yang ragu akan hasil pemilu setelah penetapan hasil dari KPU bisa menggunakan forum hukum yang tersedia. Forum hukum itu ada dua jenis yakni hukum dalam arti penerapan peraturan. “Kalau hukum dalam arti penerapan peraturan itu nanti akan dibuktikan oleh KPU pada 22 Mei."
Kalau masih tidak dipercaya pada forum hukum lainnya, dalam arti bukan penerapan tapi dalam arti sengketa. Dalam forum hukum ini, Mahfud menjelaskan sudah ada MK sebagai wadah penyelesaian sengketa. "Masyarakat agar supaya tenang (tidak terprovokasi), tentunya harus mengawasi."