Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Demi Merebut Suara Nahdlatul Ulama

Pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar diklaim mendapat dukungan dari akar rumput PKB dan warga Nahdlatul Ulama.

2 September 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Pengurus PKB menerima tawaran Partai NasDem untuk memasangkan Anies dengan Muhaimin.

  • Deklarasi pasangan Anies-Muhaimin akan digelar di Surabaya.

  • Berdasarkan hasil survei, elektabilitas Muhaimin masih sangat rendah.

JAKARTA – Satu per satu petinggi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tiba di Grha Gus Dur, Jalan Gayungsari Timur VIII-IX, Surabaya, Jumat sore, 1 September 2023. Area parkir yang biasanya lengang dalam sekejap dipenuhi mobil. Petang itu, pengurus PKB memiliki agenda penting. Mereka akan membahas tawaran kerja sama dari Partai NasDem untuk menduetkan Anies Baswedan dengan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar dalam kontestasi pemilihan presiden 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sekretaris Jenderal PKB Hasanuddin Wahid mengatakan, pada Jumat pagi, pengurus pusat sebenarnya sudah menggelar rapat pleno di Jakarta untuk membahas tawaran NasDem. Namun rapat itu hanya meminta agar keputusan diambil dalam rapat pleno gabungan Dewan Pengurus Pusat PKB yang melibatkan seluruh jajaran pengurus internal partai. "Jadi, bukan hanya Dewan Syuro PKB dan Tanfidz, tapi juga seluruh badan otonom diundang, seluruh anggota fraksi diundang, bahkan pimpinan pengurus wilayah atau DPW PKB juga diundang," ujarnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Rapat pleno gabungan itulah yang digelar di Grha Gus Dur, yang sehari-hari menjadi kantor Dewan Pengurus Wilayah PKB Jawa Timur. Adapun keputusan rapat adalah menerima tawaran NasDem. Keputusan ini didukung oleh seluruh pengurus yang hadir dalam rapat. Begitu juga dengan kiai. "Kami menerima dan menindaklanjuti tawaran NasDem pada ketua umum kami, Gus Muhaimin Iskandar," kata Hasanuddin.

Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jazilul Fawaid bersama Sekjen PKB Hasanuddin Wahid memberikan keterangan pers setelah menggelar rapat pleno di kantor DPP PKB, Jakarta, 1 September 2023. TEMPO/M. Taufan Rengganis

Menurut Wakil Ketua Umum DPP PKB Hanif Dhakiri, duet Anies-Muhaimin menjadi representasi NasDem-PKB yang berpaham nasionalis religius dan religius nasionalis. Anies dan Muhaimin juga memiliki kesamaan, yaitu penganut Islam moderat.

Hanif optimistis duet Anies-Cak Imin akan mendapat dukungan dari akar rumput PKB, termasuk kiai-kiai sepuh pengasuh pondok pesantren di lingkungan Nahdlatul Ulama. Sebab, PKB merupakan perpanjangan tangan politik dari warga NU. Apalagi langkah ini sesuai dengan keputusan muktamar yang memandatkan kepada Muhaimin untuk menjadi calon presiden atau wakil presiden. “Siapa nama-nama kiai (yang mendukung), tunggulah dalam satu-dua hari ini,” katanya. “Mengusung Gus Muhaimin sebagai cawapres itu kan bagian dari cita-cita politik dan perjuangan warga Nahdliyin.”

Persoalannya, baik NasDem maupun Anies Baswedan selama ini dianggap kurang dekat dengan NU. Hanif tidak membantah anggapan itu. Namun dia yakin hal itu tidak akan menjadi masalah karena warga Nahdliyin bersikap luwes dengan siapa pun, sehingga bisa dengan cepat menyesuaikan diri.

Setelah rapat pleno gabungan di Surabaya memutuskan untuk menerima tawaran NasDem, pengurus PKB bergerak cepat. Mereka sepakat untuk mendeklarasikan pasangan Anies-Muhaimin yang rencananya digelar pada Sabtu siang ini, 2 September 2023, di Hotel Majapahit Surabaya.

Tempo berupaya meminta tanggapan dari Ketua Umum Pengurus Besar NU Yahya Cholil Staquf dan mantan Ketua Umum PBNU Marsudi Syuhud tentang dukungan warga Nahdliyin terhadap pencalonan Muhaimin sebagai bakal calon wakil presiden (cawapres) pendamping Anies. Namun, hingga semalam, mereka tak menjawab telepon dan pesan pendek yang dikirim Tempo. Sebelumnya, Yahya mengatakan, partai tidak mengeksploitasi NU untuk kepentingan politik identitas menjelang Pemilu 2024. "Kami memohon partai politik jangan pakai politik identitas, terutama identitas agama, termasuk identitas NU," kata Yahya, 23 Mei 2022.

Menambal Kelemahan Anies

Munculnya gagasan untuk menduetkan Anies Baswedan dan Muhaimin ini terhitung mendadak. PKB sebelumnya membentuk koalisi bersama Partai Gerindra untuk mengusung Prabowo Subianto sebagai calon presiden. Dari koalisi ini, PKB berharap bisa menempatkan Muhaimin sebagai bakal calon wakil presiden bagi Prabowo.

Layar menampikan Ketua Sidang Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono memberikan arahan dalam Sidang Majelis Tinggi Demokrat di Cikeas, Bogor, Jawa Barat, 1 September 2023. ANTARA/Genta Tenri Mawangi

Sebelum harapan itu terjawab, Partai Golkar dan Partai Amanat Nasional ikut bergabung dalam koalisi. Dari sinilah PKB menangkap sinyal Muhaimin bakal tersisih. Apalagi secara tiba-tiba Prabowo mengubah nama koalisi, dari Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) menjadi Koalisi Indonesia Maju. Muhaimin bahkan merasa tidak pernah diajak bicara tentang perubahan nama koalisi itu.

Adapun NasDem sebelumnya membentuk Koalisi Perubahan untuk Persatuan bersama Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrat. Koalisi ini sepakat mengusung Anies Baswedan sebagai calon presiden. Kerja sama politik tiga partai itu belum menentukan calon wakil presiden pendamping Anies. Adapun dari sejumlah nama yang muncul, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY dianggap memiliki peluang paling besar untuk mengisi posisi itu.

Ketika anggapan itu semakin kuat, publik justru dikejutkan dengan isu bahwa NasDem telah memutuskan untuk memasangkan Anies dengan Muhaimin. Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh tidak membantah isu tersebut.

Seorang politikus NasDem mengatakan, sejak awal partainya sudah merumuskan kriteria kandidat cawapres yang tepat untuk menutupi kekurangan Anies. Kriteria itu, antara lain, figur yang berasal dari Jawa Timur dan kalangan Nahdlatul Ulama serta mampu mendulang suara di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Muhaimin dinilai bisa memenuhi syarat-syarat itu.

NasDem kemudian mengkomunikasikan nama Muhaimin kepada Anies Baswedan. Ternyata Anies tidak keberatan. Setelah itu, dimulailah gerilya untuk melobi Muhaimin ataupun pengurus PKB. Namun lobi itu tidak berjalan mulus karena PKB masih bergabung dengan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR).

Kedekatan PKB dengan Anies Baswedan mulai intens dalam dua pekan terakhir. Terutama sejak Golkar dan PAN bergabung dengan KKIR. “Begitu Prabowo mengumumkan Koalisi Indonesia Maju, kami langsung bergerak cepat,” kata seorang politikus PKB.

Manuver NasDem untuk menduetkan Anies dan Muhaimin itu membuat Partai Demokrat meradang. Partai berlambang mirip Mercy itu langsung mencabut dukungan kepada Anies sekaligus hengkang dari Koalisi Perubahan. Demokrat menilai, sepak terjang NasDem justru membubarkan koalisi yang telah dibangun bersama.

Peneliti Indikator Politik, Kennedy Muslim, mengatakan bahwa sinyal keretakan dan konflik terbuka antara NasDem dan Demokrat di Koalisi Perubahan sebenarnya sudah terlihat dalam beberapa waktu belakangan, baik di media televisi maupun di media sosial. Ketegangan ini dipicu oleh penentuan nama bakal calon wakil presiden yang kerap ditunda dan terkesan diulur-ulur. “Karena terlihat ada deadlock negosiasi berkaitan dengan momentum pendeklarasian cawapres dari Koalisi Perubahan,” ucapnya.

Konflik di antara kedua partai itu pun terkonfirmasi dengan manuver teranyar dari Anies yang menyetujui usul Ketua Umum NasDem Surya Paloh agar ia dipasangkan dengan Muhaimin Iskandar. Menurut Kennedy, keputusan Anies itu sebenarnya sangat berisiko, meski secara kualitatif figur Muhaimin bisa menambal kelemahan elektoral di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sebab, gerbong pemilih PKB identik dan merepresentasikan pemilih dari kalangan Nahdlatul Ulama.

Data Survei dan Respons Pengamat

Berdasarkan hasil sigi nasional Indikator Politik pada 15-21 Juli lalu, misalnya, terlihat bahwa pemilih PKB paling sedikit irisannya dengan Anies Baswedan ketimbang Ganjar dan Prabowo. Data survei menunjukkan bahwa pemilih PKB yang memilih Anies hanya 25 persen, jauh di bawah Ganjar Pranowo yang mencapai 40,3 persen dan Prabowo 30,5 persen. “Ditambah lagi, sejak kemenangannya dalam Pemilihan Gubernur DKI 2017, Anies sudah identik dengan kelompok Islam konservatif kanan anti-Jokowi yang selama ini merupakan musuh ideologis dari kelompok pemilih NU.”

Menurut Kennedy, Pemilu 2024 menyisakan waktu kurang dari enam bulan. Tenggat ini terbilang singkat untuk mensosialisasi pasangan Anies-Muhaimin. Apalagi dalam setahun terakhir, elite PKB telanjur mensosialisasi bakal capres Prabowo Subianto. Perubahan arah PKB yang mendadak ini memicu kebingungan pemilih mereka di akar rumput. “Manuver kejutan ini tentu juga akan mengocok ulang konfigurasi dan dinamika koalisi, baik di kubu Prabowo maupun di kubu Ganjar,” ucapnya.

Berdasarkan hasil survei, kata Kennedy, elektabilitas Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) lebih unggul ketimbang Muhaimin. Namun figur AHY dalam analisis data survei memang tidak bisa menambal kelemahan Anies secara elektoral. Figur Anies dan AHY berada di ceruk pemilih yang relatif sama, yakni pemilih anti-Jokowi dan yang menginginkan perubahan. “Ini yang mungkin menjadi faktor utama mengapa NasDem selama ini ngotot bahwa cawapres Anies harus berlatar belakang NU guna menambal kelemahan elektoral tersebut.”

Berdasarkan survei Indikator, elektabilitas AHY sebagai cawapres berada di urutan keempat dengan persentase 11,4 persen, sedangkan Muhaimin di urutan kesebelas dengan elektabilitas 0,8 persen. Menurut dia, berdasarkan sigi Indikator, efek cawapres Anies yang diambil dari kalangan NU tidak akan lebih dari 2 persen. “Pernah dilakukan survei yang mensimulasikan dengan Khofifah (Gubernur Jawa Timur), tapi tidak juga terdeteksi terlalu ngangkat elektabilitasnya. Efek cawapres bahkan tidak sampai 2 persen,” ujarnya.

Pengurus DPC Partai Demokrat Situbondo menurunkan baliho Anies-AHY di Jalan PB Sudirman Situbondo, Jawa Timur, 1 September 2023. ANTARA/Novi Husdinariyanto

Di sisi lain, kata Kennedy, suara yang memilih Anies juga berpotensi tergerus jika Demokrat semakin kencang memainkan narasi yang memojokkan mantan Gubernur DKI itu. Sebutan pengkhianat, mencla-mencle, atau tidak beretika beberapa kali dilontarkan politikus Partai Demokrat. “Karena manuver ini saya lihat lebih condong manuver pribadi Surya Paloh dan Cak Imin,” ucapnya.

Peneliti senior Populi Center, Usep Saeful Ahyar, sependapat dengan Kennedy. Menurut Usep, manuver itu dilakukan NasDem karena melihat tingkat keterpilihan Anies masih rendah di Jawa Timur dan Jawa Tengah yang mayoritas pemilihnya adalah warga NU. Masuknya Muhaimin diharapkan bisa memoderasi basis kultural NU di Jawa Timur untuk mendukung Anies.

Selain itu, Muhaimin yang berasal dari partai pendukung pemerintah bisa memoderasi Anies yang selama ini diidentikkan sebagai oposan pemerintah dan kelompok Islam kanan. “Jadi, memilih PKB karena menganggap akan menguntungkan suara di Jawa Timur dan basis kultural NU di sana untuk memenangkan Anies,” ucapnya.

Menurut Usep, sinyal untuk menduetkan Anies dengan tokoh NU sebenarnya sudah lama terlihat. Paling tidak sinyal-sinyal itu ditunjukkan dengan masuknya nama Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa dan putri presiden ke-4 Abdurrahman Wahid, Zannuba Ariffah Chafsoh alias Yenny Wahid, dalam daftar cawapres Anies. Kedua perempuan itu dianggap sebagai tokoh yang merepresentasikan basis suara NU.

Usep memperkirakan tingkat elektoral Anies tidak bakal meroket meski berpasangan dengan Muhaimin yang dianggap bisa menarik masa kultural dari NU. Sebab, dari beberapa kali survei, Muhaimin tidak moncer untuk diusung menjadi kandidat. Elektabilitasnya selalu lebih rendah dibanding calon lainnya. Adapun berdasarkan sigi Populi Center pada Mei lalu, elektabilitas Muhaimin sebagai cawapres hanya 1,2 persen. “Bahkan elektabilitas AHY lebih baik daripada Muhaimin,” kata dia. “Dari survei kami, AHY berada di angka 2,9 persen elektabilitasnya.”

NasDem dan Anies, kata Usep, mesti kerja keras untuk mendongkrak perolehan suara meski telah menggandeng Muhaimin dan PKB. Apalagi Anies juga bakal ditinggal dari basis massa Demokrat, yang sakit hati karena merasa dikhianati. “Sekarang lebih baik Demokrat bergabung dengan koalisi lain. Kalau menurut saya, lebih baik ke Prabowo sekalian ketimbang membangun koalisi baru,” ujarnya.

Di sisi lain, menurut Usep, jika pasangan Anies dan Muhaimin ini bisa menguat degan pesat, bisa dianggap menjadi ancaman oleh lawan politik. “Bahkan Gerindra dan PDIP bisa saja rujuk kembali untuk menghadapi Anies jika memang elektabilitasnya naik dengan pesat,” katanya.

IMAM HAMDI | KUKUH S. WIBISONO (SURABAYA)

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus