Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Arsip

Marak Korupsi di Internal KPK, Eks Penyidik: Sistem Hancur Ketika Terjadi Korupsi Bersama-sama

Sejumlah kasus korupsi di internal di KPK terungkap, mulai dari pungli di rutan, korupsi uang perjalanan dinas hingga kasu Firli Bahuri.

13 Maret 2024 | 00.42 WIB

Mantan Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan dan Yudi Purnomo Harahap menghadiri sidang Praperadilan Firli Bahuri dalam kasus penetapan tersangka dugaan pemerasan terhadap Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. Kamis, 13 Desember 2023. TEMPO/Yuni Rahmawati
Perbesar
Mantan Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan dan Yudi Purnomo Harahap menghadiri sidang Praperadilan Firli Bahuri dalam kasus penetapan tersangka dugaan pemerasan terhadap Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. Kamis, 13 Desember 2023. TEMPO/Yuni Rahmawati

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Eks Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Yudi Purnomo Harahap mengatakan sistem kelembagaan komisi antirasuah sudah bagus, baik dari sistem perekrutan pegawai maupun sistem antikorupsi. Namun, ketika terjadi tindak pidana korupsi, maka ada dua hal yang menarik.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Pernyataan tersebut disampaikan Yudi menanggapi maraknya korupsi di internal KPK. "Pertama, ketika pelakunya adalah tunggal, maka yang terjadi memang integritasnya rusak," katanya melalui pesan WhatsApp pada Ahad, 10 Maret 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam kesempatan ini, Yudi menyinggung sejumlah kasus korupsi yang terjadi di tubuh KPK, seperti kasus suap dalam penanganan sejumlah kasus korupsi oleh bekas penyidik KPK, Stepanus Robin Pattuju, kasus korupsi yang menjerat bekas Ketua KPK, Firli Bahuri, serta yang terbaru kasus pungli di rutan KPK dan korupsi uang perjalanan dinas oleh mantan pegawai KPK, Novel Aslen Rumahorbo.

Menurut Yudi, rapuhnya pertahanan KPK saat ini menjadi hal menarik yang artinya ada celah dan kelemahan yang luput dari pengawasan. "Sistem aslinya hancur ketika terjadi korupsi bersama-sama, seperti di rutan yang melibatkan 90 orang yang menerima uang yang sampai saat ini hasil dari Dewas," ujarnya.

Eks penyidik lembaga antirasuah ini menduga ada kejenuhan di internal pegawai KPK yang bisa saja mereka merasa kesejahteraannya kurang atau memang sudah tidak fokus lagi dalam memberantas korupsi sehingga berusaha mengambil keuntungan sebanyak-banyaknya dari jabatan yang diemban.

Oleh karena itu, perlu adanya pembenahan. Namun, pembenahan ini harus komprehensif, mulai dari sanksi yang memberi efek jera, sistemnya diperbaiki, serta pengawasan dari inspektorat maupun dari masing-masing atasan dan kembali ke nilai-nilai dasar, yaitu zero tolerance. "Paling penting adalah dari sesama teman saling mengawasi dan harus melaporkan jika ada sesuatu yang dianggap mencurigakan," kata Yudi Purnomo Harahap.

Yudi menekankan bahwa KPK harus introspeksi dan perkuat kembali sistem antikorupsi dan integritas pegawainya agar tidak tergoda korupsi. Sebab, semua korupsi di internal KPK ujung-ujungnya adalah uang untuk kepentingan pribadi. "Tidak mungkin sapu yang kotor bisa membersihkan lantai yang kotor juga," ucapnya.

Mutia Yuantisya

Alumnus Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Padang ini memulai karier jurnalistik di Tempo pada 2022. Ia mengawalinya dengan menulis isu ekonomi bisnis, politik nasional, perkotaan, dan saat ini menulis isu hukum dan kriminal.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus