Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebagai politisi, figur ini bisa dibilang unik. Dulu, ia termasuk tokoh Golkar yang paling keras menyerukan agar B.J. Habibie tak mencalonkan diri lagi sebagai presiden pada Sidang Umum MPR 1999. Padahal, kala itu sebagian besar kader Partai Beringin masih menyokong Habibie. Kenyataannya, Habibie gagal tampil lagi, dan Abdurrhaman Wahid yang kemudian menjadi presiden. Si "penggempur", Marzuki Darusman, diangkat menjadi jaksa agung.
Dan kini ia tengah menghadapi ujian berat ketika kasus-kasus korupsi para tokoh Golkar dibongkar lagi. Mampukah ia melakukannya? Kepada wartawan TEMPO Andari Karina Anom, lelaki berusia 54 tahun itu membeberkan sikapnya. Berikut ini petikannya.
Bagaimana perkembangan kasus Balongan yang ditangani Kejaksaan Agung? Tidak ada sama sekali komitmen politik kejaksaan berkaitan dengan dugaan mark-up kilang minyak Balongan dan kasus-kasus lain. Kami juga sudah memeriksa beberapa orang yang terlibat dalam kasus ini, yaitu Prof. Soebroto, Ginandjar Kartasasmita, Radius Prawiro, A.R. Ramli, dan Mr. Kho. Hasilnya? Belum memuaskan. Artinya, sampai sekarang pihak kejaksaan belum mendapatkan data yang dapat diklarifikasi sebagai tindak pidana korupsi. Selain itu, hasil ekspose BPKP yang berkaitan dengan pemeriksaan proyek Balongan tidak menggambarkan terjadinya suatu mark-up atas kilang Balongan. Tapi, memang ada pemberian pelayanan khusus kepada oknum-oknum tertentu dalam proses kontraknya. Untuk dapat membuktikan adanya tindak pidana korupsi, penyelidikan perlu dilakukan dengan pola terpadu, yaitu membentuk tim gabungan antara Kejaksaan Agung, BPKP, dan Pertamina. Diharapkan tim ini dapat melaksanakan kegiatannya pada pertengahan Februari ini. Lalu, apa benar akan ada sepuluh tokoh yang ditangkap kejaksaan? Itu lebih merupakan suatu pengumuman di muka publik bahwa pemerintahan Gus Dur serius menangani KKN. Bahwa yang tercetus itu sepuluh orang, saya kira itu merupakan akumulasi dari beberapa kasus. Kita tahu ada banyak kasus di kejaksaan yang melibatkan mantan pejabat Orde Baru. Gus Dur menyebut angka sepuluh bukanlah angka yang eksak, melainkan untuk memberi nuansa kepastian kepada rakyat. Sebab, selama ini kan Gus Dur hanya bilang "ada beberapa". Kalimat ini dianggap tidak cukup, khususnya oleh para anggota PKB. Itu sebabnya Gus Dur mencoba mengakomodasi tekanan ini dengan menyebut jumlah. Langkah apa yang telah Anda lakukan? Ada banyak kasus yang diproses saat ini, BLBI, Balongan, Paiton, dan lain-lain. Jumlahnya bisa lebih dari sepuluh orang. Tapi ini tak ada kaitannya dengan perintah Gus Dur. Kita memang sudah jalan, kok. Kini Anda harus menangani kasus yang melibatkan orang Golkar. Apakah anda bisa bersikap tegas? Kami menanggapi masalah tanpa memperhatikan apakah itu menyangkut Golkar, PKB, atau unsur politik apa pun. Jika saya diam saja, orang akan menganggap saya membela Golkar. Padahal, sebagai jaksa agung, saya tidak boleh membeda-bedakan kasus. Apakah ada kepentingan politis di balik laporan kasus KKN versi PKB yang diberikan kepada Anda? Bisa saja mereka mengajukan dengan alasan politis, tapi kita menanganinya secara hukum. Kalau mereka menyampaikan laporan kepada saya padahal mereka tahu persis bahwa saya orang Golkar, artinya mereka percaya bahwa saya sebagai jaksa agung tidak memandang latar belakang partai. Ada kabar, Anda akan dicopot bila tidak serius menangani KKN. Saya tidak bisa mengomentari posisi saya sendiri. Tapi, yang jelas memang ada tekanan dari PKB supaya Gus Dur mencopot saya dan menempatkan Todung Mulya Lubis untuk menggantikan saya. Saya kira biasa saja ada tuntutan seperti itu. Todung sendiri kemudian datang ke saya menyatakan hal ini. Dia bilang kepada saya, "Wah, masa saya didesak untuk menggantikan Anda." Sampai sekarang Gus Dur belum bilang apa-apa soal ini. Tapi dia menegaskan bahwa dalam dua bulan ke depan tidak akan ada penggantian. Kalau mengundurkan diri, itu lain soal. Sebagai orang Golkar, Anda tentu juga tahu soal dana Bulog sebesar Rp 90 miliar yang masuk ke Golkar? Itu kan terjadi pada masa Bambang Trihatmodjo, Harmoko, dan lain-lain. Pada kepengurusan Akbar Tandjung, di masa reformasi ini keuangan kita sudah diaudit oleh KPU dan dinyatakan jelas asal-usulnya dan tidak terjadi penyimpangan. Kami tidak khawatir karena kepengurusan Golkar yang sekarang tidak terlibat dalam dana Rp 90 miliar itu. Lagi pula kita paham bahwa itu adalah manuver politik. Kami sudah melakukan penyelidikan terhadap kasus ini karena sebelumnya DPR kan sudah membentuk sebuah pansus di Komisi III yang menyelidiki masalah ini.
Bagaimana perkembangan kasus Balongan yang ditangani Kejaksaan Agung? Tidak ada sama sekali komitmen politik kejaksaan berkaitan dengan dugaan mark-up kilang minyak Balongan dan kasus-kasus lain. Kami juga sudah memeriksa beberapa orang yang terlibat dalam kasus ini, yaitu Prof. Soebroto, Ginandjar Kartasasmita, Radius Prawiro, A.R. Ramli, dan Mr. Kho. Hasilnya? Belum memuaskan. Artinya, sampai sekarang pihak kejaksaan belum mendapatkan data yang dapat diklarifikasi sebagai tindak pidana korupsi. Selain itu, hasil ekspose BPKP yang berkaitan dengan pemeriksaan proyek Balongan tidak menggambarkan terjadinya suatu mark-up atas kilang Balongan. Tapi, memang ada pemberian pelayanan khusus kepada oknum-oknum tertentu dalam proses kontraknya. Untuk dapat membuktikan adanya tindak pidana korupsi, penyelidikan perlu dilakukan dengan pola terpadu, yaitu membentuk tim gabungan antara Kejaksaan Agung, BPKP, dan Pertamina. Diharapkan tim ini dapat melaksanakan kegiatannya pada pertengahan Februari ini. Lalu, apa benar akan ada sepuluh tokoh yang ditangkap kejaksaan? Itu lebih merupakan suatu pengumuman di muka publik bahwa pemerintahan Gus Dur serius menangani KKN. Bahwa yang tercetus itu sepuluh orang, saya kira itu merupakan akumulasi dari beberapa kasus. Kita tahu ada banyak kasus di kejaksaan yang melibatkan mantan pejabat Orde Baru. Gus Dur menyebut angka sepuluh bukanlah angka yang eksak, melainkan untuk memberi nuansa kepastian kepada rakyat. Sebab, selama ini kan Gus Dur hanya bilang "ada beberapa". Kalimat ini dianggap tidak cukup, khususnya oleh para anggota PKB. Itu sebabnya Gus Dur mencoba mengakomodasi tekanan ini dengan menyebut jumlah. Langkah apa yang telah Anda lakukan? Ada banyak kasus yang diproses saat ini, BLBI, Balongan, Paiton, dan lain-lain. Jumlahnya bisa lebih dari sepuluh orang. Tapi ini tak ada kaitannya dengan perintah Gus Dur. Kita memang sudah jalan, kok. Kini Anda harus menangani kasus yang melibatkan orang Golkar. Apakah anda bisa bersikap tegas? Kami menanggapi masalah tanpa memperhatikan apakah itu menyangkut Golkar, PKB, atau unsur politik apa pun. Jika saya diam saja, orang akan menganggap saya membela Golkar. Padahal, sebagai jaksa agung, saya tidak boleh membeda-bedakan kasus. Apakah ada kepentingan politis di balik laporan kasus KKN versi PKB yang diberikan kepada Anda? Bisa saja mereka mengajukan dengan alasan politis, tapi kita menanganinya secara hukum. Kalau mereka menyampaikan laporan kepada saya padahal mereka tahu persis bahwa saya orang Golkar, artinya mereka percaya bahwa saya sebagai jaksa agung tidak memandang latar belakang partai. Ada kabar, Anda akan dicopot bila tidak serius menangani KKN. Saya tidak bisa mengomentari posisi saya sendiri. Tapi, yang jelas memang ada tekanan dari PKB supaya Gus Dur mencopot saya dan menempatkan Todung Mulya Lubis untuk menggantikan saya. Saya kira biasa saja ada tuntutan seperti itu. Todung sendiri kemudian datang ke saya menyatakan hal ini. Dia bilang kepada saya, "Wah, masa saya didesak untuk menggantikan Anda." Sampai sekarang Gus Dur belum bilang apa-apa soal ini. Tapi dia menegaskan bahwa dalam dua bulan ke depan tidak akan ada penggantian. Kalau mengundurkan diri, itu lain soal. Sebagai orang Golkar, Anda tentu juga tahu soal dana Bulog sebesar Rp 90 miliar yang masuk ke Golkar? Itu kan terjadi pada masa Bambang Trihatmodjo, Harmoko, dan lain-lain. Pada kepengurusan Akbar Tandjung, di masa reformasi ini keuangan kita sudah diaudit oleh KPU dan dinyatakan jelas asal-usulnya dan tidak terjadi penyimpangan. Kami tidak khawatir karena kepengurusan Golkar yang sekarang tidak terlibat dalam dana Rp 90 miliar itu. Lagi pula kita paham bahwa itu adalah manuver politik. Kami sudah melakukan penyelidikan terhadap kasus ini karena sebelumnya DPR kan sudah membentuk sebuah pansus di Komisi III yang menyelidiki masalah ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo