Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko meminta supaya tidak ada aksi massa saat pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi mengenai sengketa pemilihan presiden 2019 pada 27 Juni nanti. Ia mengimbau agar kelompok pendukung pasangan calon presiden-wakil presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno, menahan diri dan menyaksikan pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi melalui televisi di rumah masing-masing.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Moeldoko, aksi massa tidak akan mempengaruhi sikap atau putusan Mahkamah Konstitusi. Di sisi lain, aksi massa justru berpotensi mengganggu aktivitas masyarakat. "Ya, janganlah (ada aksi massa). Mau apa lagi? Masyarakat ingin damailah. Jangan mengganggu aktivitas masyarakat. Toh, proses hukum sudah jalan, tinggal menunggu," kata dia di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rencana aksi massa menjelang putusan sengketa hasil pemilihan presiden diungkapkan juru bicara Persaudaraan Alumni 212, Novel Bamukmin. Novel mengatakan aksi akan mulai digelar pada 26 Juni. Mereka mendesak majelis hakim konstitusi mendiskualifikasi pasangan calon presiden-wakil presiden nomor urut 01, Joko Widodo-Ma’ruf Amin, karena dianggap melakukan kecurangan dalam pilpres. Ia mengklaim rencana aksi massa itu murni sebagai inisiatif masyarakat, tidak ada kekuatan kelompok politik tertentu yang menggerakkannya.
Kemarin, sekitar 30 orang tampak mendatangi gedung Mahkamah Konstitusi. Mereka membawa sejumlah poster bertulisan "Menang Tanpa Curang" serta satu unit mobil komando. Salah satu peserta, Abdullah, mengatakan unjuk rasa itu bertujuan meminta hakim konstitusi bersikap independen dalam memutus sengketa hasil pemilihan presiden. "Sampai Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan, setiap hari kami akan kembali aksi," ujarnya.
Juru bicara Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Ahmad Riza Patria, mengatakan Prabowo tak pernah memerintahkan massa untuk berunjuk rasa di Mahkamah Konstitusi. "Jelas Pak Prabowo dan Pak Sandiaga tak pernah memerintahkan hal seperti itu. Beliau memberikan perintah untuk menjaga agar suasana damai kondusif," ucapnya.
Riza memastikan Prabowo-Sandiaga akan menerima apa pun putusan hakim konstitusi. Ia menyebut penerimaan itu adalah konsekuensi dari pilihan penyelesaian sengketa melalui jalur hukum. "Kenapa kami akhirnya mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi, itu bukti kami mengikuti aturan hukum yang ada dengan mengambil jalan konstitusional. Kami akan menerima apa pun yang jadi putusan Mahkamah Konstitusi. Kami berharap tentu putusan Mahkamah Konstitusi adil," tuturnya.
Mahkamah Konstitusi telah selesai menggelar sidang pemeriksaan sengketa pemilihan presiden pada pekan lalu. Selanjutnya majelis hakim konstitusi memiliki waktu hingga 28 Juni untuk memutuskan serta membacakan hasil putusan.
Kemarin, Mahkamah Konstitusi mengumumkan bahwa pembacaan putusan akan dilakukan pada 27 Juni, Kamis pekan ini. Juru bicara Mahkamah Konstitusi, Fajar Laksono, mengatakan keputusan tanggal sidang akhir itu berdasarkan hasil rapat permusyawaratan hakim, kemarin. "Itu bukan dimajukan, kan memang paling lambat tanggal 28 Juni. Karena majelis hakim merasa sudah siap dengan putusan dan bisa bersidang tanggal 27 Juni, ya, diputuskan," ujarnya.
Fajar menuturkan pihaknya sudah berkoordinasi dengan Kepolisian Daerah Metro Jaya untuk memastikan keamanan selama persidangan berlangsung. "Kalaupun terjadi demo atau unjuk rasa itu, jangan sampai mengganggu persidangan di Mahkamah Konstitusi. Sekali lagi, ini kan demi kelancaran Mahkamah Konstitusi dalam menjalankan kewenangan," kata dia.TAUFIK SIDDIQ | FIKRI ARIGI | MAYA AYU PUSPITASARI
Pengamanan Gedung MK Dilipatgandakan
Kepolisian RI melipatgandakan jumlah aparat keamanan yang menjaga gedung Mahkamah Konstitusi menjelang sidang putusan sengketa hasil pemilihan presiden. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Markas Besar Polri, Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo, mengatakan ada penambahan sekitar 34 ribu personel yang berjaga di semua obyek vital. "Keseluruhan kekuatan yang terlibat di dalam pengamanan di gedung MK dan sekitarnya 47 ribu lebih," kata dia di Jakarta, kemarin.
Dedi mengatakan, sebelumnya polisi hanya menyiagakan 13 ribu personel aktif untuk berjaga di Mahkamah Konstitusi. Keputusan menambah personel dilakukan setelah muncul analisis dan prediksi intelijen mengenai situasi menjelang putusan sidang sengketa pemilihan presiden. "Polisi berpikir tidak boleh underestimate dan kita tahu tahapan di akhir keputusan MK itu masa yang cukup rawan," ujarnya.
Dari 47 ribu personel yang disiagakan, sebanyak 28 ribu merupakan aparat kepolisian. Sisanya 17 ribu adalah personel TNI dan 2.000 personel pemerintah daerah. Selain di Mahkamah Konstitusi, pasukan akan disebar di Istana Negara, kantor Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu, dan beberapa kantor perwakilan duta besar asing di Jakarta. "Kami belajar dari peristiwa 21-22 Mei lalu. Dengan kekuatan ini, akan memberikan jaminan keamanan bagi masyarakat DKI Jakarta dan sekitarnya," kata Dedi.
Dari pantauan Tempo semalam, penjagaan di gedung Mahkamah Konstitusi belum tampak berubah dari hari-hari lalu. Ratusan personel terlihat menyebar di sudut-sudut gedung serta Jalan Medan Merdeka Barat dan Abdul Muis. Pagar kawat berduri masih dibentangkan di depan gedung Mahkamah Konstitusi.
Komandan Batalion Penugasan, Ajun Komisaris Besar Boi Siregar, mengatakan, hingga semalam belum ada peningkatan status pengamanan. Ia mengatakan personel masih disiagakan untuk mengantisipasi adanya gelombang massa yang datang. "Kalau memang ada yang mau melaksanakan demo, kalau dia sesuai dengan aturan, dia ada izinnya, enggak ada masalah. Kalau enggak ada izinnya itu yang jadi masalah," ujarnya. HALIDA BUNGA FISANDRA | ANDITA RAHMA | FIKRI ARIGI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo