Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Membongkar Pasar Pagi

Pembenahan kota Cirebon di Jalan Siliwangi dan pasar pagi terhambat. 34 orang pemilik toko belum pindah. Ganti rugi belum sesuai. Kios-kios sementara dibangun. pedagang minta bantuan LBH.

12 Februari 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEMANGAT Walikota Cirebon Aboeng Koesman membenahi kotanya makin meninggi. Kali ini deretan toko sepanjang Jalan Siliwangi dan pasar lama yang dikenal sebagai Pasar Pagi, dapat giliran. Tapi tak seperti yang diharapkannya, ternyata dia menghadapi ganjelan. Tiga puluh empat pemilik toko di sana belum setuju pindah. Alasannya apa lagi kalau bukan bab ganti rugi. Sebab para pemilik toko itu sesumbar, "kami bukan menolak rencana Pemda meremajakan Pasar Pagi. Tanah dan bangunan, kami relakan sebagai korban dan tanda berpartisipasi pada peremajaan". Menurut drs. Sudarminto, Direktur Perusahaan Daerah Pasar Kodya Cirebon, telah disediakan Rp 74.112.732,50 buat ganti rugi. Yakni seperti diputuskan Panitia, ganti rugi tanah milik Rp 10 ribu per M dan HGB (Hak Guna Bangunan) Rp 8.000 per M. Tak termasuk bangunan. Tapi ketentuan itu belum digubris para pemilik toko walaupun kabarnya jumlah ini adalah yang paling tinggi dari semua ganti rugi yang pernah dibayar di seluruh propinsi Jawa Barat. Menurut Sudarminto, "kami menghubungi mereka secara baik-baik. Dan dipanggil secara lisan dan surat, mereka tak mau datang". Begitu? "Bukan kami tak mau datang. Tapi bingung, sebab terlalu banyak yang memanggil kami", tukas mereka. Panggilan tersebut mula-mula datang dari TIBUM (ketertiban umum), lalu Camat dan terakhir PD Pasar. Sedang Walikota tak terdengar mengajak berdialog. Dan yang lebin penting, tentu saja, menurut mereka "ganti rugi yang diberikan tak memadai". Ini mereka bandingkan dengan harga kios yang Rp 150 ribu sampai Rp 10 juta. Sedang ganti rugi paling tinggi Rp 7,5 juta. "Buat menambah beli kios saja mesti fikir-fikir, lalu kami mesti tinggal di mana. Rumah sulit duit tak ada", begitu mereka mengeluh. "Itu salah mereka", tukas drs. Jufri Pringadi, Sekretaris Kodya. "Dipanggil buat berembuk, tak pernah datang". Dan Jufri menyebutkan bahwa 800 pedagang sudah setuju, yang belum cuma 30 orang itu saja..."Masa' 800 kalah sama 30 orang", gerutu Jufri. Maka peremajaan pun dimulai. Kios-kios penampungan sementara dibuat. Para pemilik toko pun bertambah resah. Mereka buru-buru menadahkan bantuan kepada LBH Jawa Barat di Bandung. Anwar Sulaeman SH tampil mewakili mereka. Pembela LBH ini segera melayangkan surat kepada Walikota, mengharap, "agar pembuatan kios-kios itu dihentikan". "Kios-kios itu menghalangi toko, hingga pembeli berkurang. Sinar matahari tak bisa menerobos ke sana. Dan yang penting, kios-kios itu bisa menghambat perputaran roda ekonomi. Biasanya 50 pembeli datang, kini separuhnya pun tidak", ujar Sulaeman dalam suratnya. Dan menurut sebuah sumber TEMPO, peremajaan yang akan melahap Rp 900 juta dan dikerjakan PT Jaya Remaja Raya seperti diterangkan Sudarminto itu, kontraknya belum diteken. Kios-kios dibangun cuma buat menggertak, agar pemilik toko mau menerima ganti rugi. Lagipula, kata sumber tadi, peremajaan itu tak begitu mendesak. Pasar itu cuma ramai di pagi hari dan sepi di malam hari.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus