Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Uang Rp 27 miliar tiba-tiba dikembalikan seseorang kepada pihak Irwan Hermawan, Selasa kemarin.
Dito Ariotedjo dapat dikategorikan memperdagangkan pengaruh.
Meski upaya meredam pengusutan proyek menara BTS itu gagal, Dito patut diduga melakukan percobaan penyuapan.
JAKARTA – Maqdir Ismail mendapat kabar seorang dari pihak swasta membawa uang Rp 27 miliar ke kantor firma hukum miliknya di Jalan Latuharhary Nomor 6A, Menteng, Jakarta Pusat, sekitar pukul 09.30 WIB, Selasa kemarin. Duit itu merupakan pengembalian yang sebelumnya diterima oleh seseorang dari Irwan Hermawan, 52 tahun, Komisaris PT Solitechmedia Synergy yang juga terdakwa korupsi pembangunan menara Internet base transceiver station (BTS) 4G di Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Uang dari pihak swasta yang diantar tadi (Selasa) pagi,” kata Maqdir, kuasa hukum Irwan Hermawan, Selasa, 4 Juli 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Uang tersebut berupa pecahan 100 dolar Amerika Serikat, yang jumlahnya setara dengan Rp 27 miliar dengan menggunakan kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat saat ini. Maqdir tak bersedia menyebutkan pihak swasta yang menyerahkan duit tersebut. Saat pengembalian, ia tengah berada di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menghadiri sidang perdana agenda pembacaan dakwaan Irwan.
Maqdir berencana menyerahkan uang tersebut ke Kejaksaan Agung. Kendala teknis membuat penyerahan uang ini batal terealisasi, Selasa kemarin.
Angka Rp 27 miliar ini persis serupa dengan jumlah uang yang diduga diterima oleh Ario Bimo Nandito Ariotedjo, Menteri Pemuda dan Olahraga. Kepada penyidik Kejaksaan Agung, Irwan mengaku memberikan uang Rp 27 miliar kepada Dito untuk meredam pengusutan perkara proyek menara Internet 4G di lembaga penegak hukum pada November-Desember 2022.
Uang dalam pecahan dolar Amerika Serikat itu diserahkan dua kali di rumah Dito di Jalan Denpasar, Jakarta Selatan. Saat itu, politikus Partai Golkar ini menjabat Staf Khusus Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto.
Irwan mengaku uang yang diberikan kepada Dito berasal dari para anggota konsorsium dan subkontraktor proyek menara BTS 4G. Total uang yang dikumpulkan mencapai Rp 243 miliar. Uang itu ia terima, antara lain, dari Jemy Sutjiawan—Direktur Utama PT Sansaine Exindo, perusahaan subkontraktor proyek menara BTS—sebesar Rp 37 miliar dan Muhammad Yusrizki Muliawan, Direktur Utama PT Basis Utama Prima, sebesar Rp 60 miliar. Basis Utama Prima merupakan pemasok utama semua panel surya dan baterai menara BTS. Sebanyak 99 persen saham perusahaan ini dimiliki Hapsoro Sukmonohadi alias Happy, suami Ketua DPR Puan Maharani.
Tujuan pengumpulan uang ini diduga untuk menyetop penyelidikan atau tidak naik ke tahap penyidikan proyek menara BTS 4G di Kejaksaan Agung ataupun di Komisi Pemberantasan Korupsi. Saat itu, kedua lembaga tersebut memang tengah menyelidiki megaproyek pembangunan menara Internet di daerah terpencil itu. Belakangan, pengusutan oleh Kejaksaan Agung lebih maju dengan menetapkan delapan tersangka.
Selain Irwan, tersangka lain adalah Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny Gerard Plate; Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informatika (Bakti) Kementerian Komunikasi, Anang Achmad Latif; Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Galumbang Menak Simanjuntak; serta tenaga ahli Human Development Universitas Indonesia tahun 2020, Yohan Suryanto. Selanjutnya, Account Director of Integrated Account Department PT Huawei Tech Investment, Mukti Ali; orang kepercayaan Irwan, Windi Purnama; dan Muhammad Yusrizki Muliawan.
Sidang perdana pembacaan dakwaan terhadap Mukti, Irwan, dan Galumbang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa kemarin. Sepekan sebelumnya, jaksa penuntut membacakan dakwaan Plate, Anang, dan Yohan. Adapun perkara Windi dan Yusrizki masih pada tahap penyidikan di Kejaksaan Agung.
Kejaksaan Agung mendakwa para terdakwa secara bersama-sama sudah menyelewengkan proyek senilai Rp 28,4 triliun tersebut untuk memperkaya diri sendiri maupun orang lain. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) memperkirakan kerugian negara dari proyek ini mencapai Rp 8,03 triliun.
Kuasa hukum Irwan, Handika Honggowongso, membenarkan adanya pengumpulan uang dari para anggota konsorsium dan subkontraktor proyek menara BTS 4G tersebut. “Klien kami terpaksa melakukannya karena ada tekanan kebutuhan menyelesaikan persoalan hukum,” kata Handika.
Maqdir menguatkan penjelasan Handika. Ia mengatakan uang yang dikumpulkan itu akan digunakan untuk menghentikan pengusutan proyek menara BTS 4G. Lalu uang tersebut diberikan ke orang tertentu yang menawarkan bisa membantu meredam pengusutan perkara ini di lembaga penegak hukum sehingga tidak berlanjut ke tahap penyidikan.
“Informasi yang kami terima, uang ini akan diberikan kepada pihak tertentu yang berjanji bisa mengurus perkara, termasuk agar tidak sampai terjadi penyidikan,” kata Maqdir.
Ia menjelaskan, tawaran bantuan untuk meredam perkara tersebut masuk kategori memperdagangkan pengaruh. “Orang jual nama, tapi tidak berhasil,” ujarnya. “Orang jual nama itu belum bisa kita adili. Undang-undang kita belum sampai ke sana.”
Maqdir tak bisa memastikan apakah kliennya akan lebih terbuka atau tidak mengenai aliran duit itu dalam proses persidangan. Paling tidak, kata dia, dengan terbukanya dugaan tersebut, Kejaksaan Agung memiliki tanggung jawab untuk menelusurinya. “Saya kira, kami serahkan ke Kejaksaan saja,” kata dia seusai sidang, kemarin.
Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan (kanan) dan Dirut PT Mora Telematika Indonesia Galumbang Menak (kiri) berjalan usai menjalani sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, 4 Juli 2023. ANTARA/Indrianto Eko Suwarso
Dito belum menjawab permintaan konfirmasi Tempo soal pengembalian uang ini. Beberapa sumber Tempo menyebutkan Dito memang berencana mengembalikan uang yang diterimanya dari Irwan tersebut. Rencana itu mengemuka setelah Tempo menulis aliran uang dari konsorsium dan subkontraktor menara BTS 4G ke Dito dan berbagai pihak lainnya, dua pekan lalu.
Setelah diperiksa Kejaksaan Agung sebagai saksi pada Senin lalu, Dito mengatakan dirinya sudah mengklarifikasi tuduhan penerimaan uang Rp 27 miliar itu kepada penyidik. “Saya ingin mengklarifikasi perihal tuduhan menerima Rp 27 miliar. Untuk materi pemeriksaan, lebih baik pihak berwenang yang menjelaskan,” kata Dito.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Kuntadi, menjelaskan bahwa Windi dan Irwan dalam keterangan masing-masing memang menerangkan adanya upaya pengumpulan uang. Uang tersebut lantas diserahkan untuk memastikan proses pengusutan kasus korupsi BTS 4G tidak berjalan. Salah satu aksi pengumpulan itu adalah pemberian uang kepada Dito senilai Rp 27 miliar.
Namun Kuntadi berdalih bahwa keterangan itu masih perlu ditelusuri lebih jauh. “Apakah uang pemberian itu hasil korupsi? Belum tentu. Apakah peristiwa pemberian uang itu ada atau tidak? Kami juga masih mendalami perkara ini,” kata dia, Senin lalu.
Kuntadi menjelaskan, jika peristiwa pemberian uang tersebut memang terjadi, perbuatan itu merupakan bagian dari upaya tindak pidana merintangi penyelidikan di Kejaksaan Agung. Ia juga berdalih pemeriksaan terhadap Dito bukan bagian dari pokok perkara korupsi proyek BTS 4G.
Menteri Pemuda dan Olahraga Dito Ariotedjo (kiri kedua) menjalani pemeriksaan di Gedung Bundar Kejaksaan Agung, Jakarta, 3 Juli 2023. ANTARA/Fath Putra Mulya
Pengembalian Uang Tak Hapus Pidana
Ahli hukum pidana dari Universitas Indonesia, Chudry Sitompul, berpendapat, sesuai dengan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi, pengembalian uang dari hasil korupsi tidak menghapuskan tindak pidana. Karena itu, Kejaksaan Agung semestinya tetap mengusut para pihak yang sudah mengembalikan uang tersebut.
“Sekarang Kejaksaan harus segera memproses orang yang mengembalikan duit itu. Jadi, pro justitia harus jalan,” kata Chudry.
Ia melanjutkan, Kejaksaan tinggal membuktikan uang yang diterima Dito bukan berasal dari tindak pidana dengan memeriksa saksi-saksi. Status uang sampai kepada Dito itu, kata Chudry, sangat bergantung pada pengakuan Irwan Hermawan ataupun saksi lainnya. Misalnya, kata dia, Irwan menegaskan bahwa uang yang diberikan kepada Dito tersebut merupakan hasil dari korupsi proyek BTS 4G.
“Tapi, logikanya, mana mungkin Irwan mengeluarkan Rp 27 miliar kalau tidak ada kepentingannya,” kata dia.
Meski upaya meredam perkara itu gagal, kata Chudry, Dito patut diduga melakukan percobaan penyuapan dengan tujuan meredam pengusutan proyek pembangunan menara BTS 4G.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana, tak ingin berspekulasi terhadap pengembalian uang tersebut. “Buktinya, kasus sudah sampai di pengadilan. Nanti kami buka semua,” kata Ketut, kemarin.
IMAM HAMDI | SUKMA LOPPIES | RUSMAN PARAQBUEQ
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo