JAKARTA — Kepolisian Sektor Metro Tanah Abang berhasil meringkus WYS, 27 tahun, terduga pelaku pelecehan seksual ekshibisionisme di sekitar
Stasiun Sudirman, Jakarta Pusat. WYS ditangkap polisi di sekitar wilayah Karet, Jakarta Selatan, pada Ahad lalu.
Kepala Unit Reserse Kriminal Polsek Tanah Abang, Ajun Komisaris Haris, mengatakan WYS tak membantah aksinya saat dibekuk petugas. Kepada polisi, ia mengakui perbuatan pamer alat kelamin itu baru pertama kali ia lakukan karena pengaruh kawan-kawannya. "Pengakuannya karena ikut-ikutan. Sering melihat temannya begitu, tapi bukan di TKP (tempat kejadian perkara) situ, di tempat lain," kata Haris.
Sebelumnya, video singkat peristiwa pelecehan seksual ekshibisionisme viral di media sosial. Rekaman video yang diambil dari CCTV itu memperlihatkan seorang pria tengah memamerkan alat vitalnya kepada seorang perempuan yang sedang berjalan kaki melintas di trotoar dekat Stasiun Sudirman.
Video itu diunggah akun Tiktok korban @embaaak pada Kamis pekan lalu. Adapun kejadian itu berlangsung pada Jumat dua pekan lalu sekitar pukul 19.00 WIB. Dalam video tersebut, pelaku menunggu korban di pojok jalan. Saat korban hendak melintas, pelaku langsung menurunkan celana dan menunjukkan alat vitalnya ke arah korban. "Dia udah mantau jalan dan jalan ini memang sepi. Aku lari dan nangis. Aku teriak, tapi tak ada orang yang dengar," kata korban dalam unggahannya.
Sebelumnya, tindak
ekshibisionisme sempat terjadi di sekitar Kompleks Abadi, Duren Sawit, Jakarta Timur, pada 17 Januari lalu. Istri komedian Isa Wahyu Prastantyo alias Isa Bajaj yang jadi korbannya.
Kala itu, korban sedang berjalan kaki di sekitar kediamannya. Kemudian seorang pria yang mengendarai sepeda motor skuter matik hitam memperhatikan korban serta membuntuti dari belakang. Seketika pelaku berhenti di samping korban sambil memperlihatkan kemaluannya. Kejadian tersebut terekam kamera CCTV.
Polisi memborgol lengan tersangka kasus ekshibisionis di Mapolsek Duren Sawit, Jakarta Timur, 21 Januari 2021. ANTARA/Andi Firdaus
Psikolog klinis dan forensik, Kasandra Putranto, menyebut pelaku pamer alat kelamin di keramaian sebagai orang yang mengalami penyimpangan seksual. Menurut Kasandra, ekshibisionisme secara spesifik merupakan suatu kondisi di mana seseorang mendapat rangsangan secara seksual dan mencapai kepuasan ketika dia memamerkan area kemaluannya ataupun melakukan masturbasi di depan orang lain.
Menurut Kasandra, korban ekshibisionisme jarang melapor ke polisi karena merasa malu hingga berpikir kejadian yang ia alami bukan masalah besar. Bahkan kurang dari separuh korban yang menceritakan kejadian yang ia alami kepada keluarga atau teman.
Kasandra mengatakan korban
ekshibisionisme mayoritas mengalami perasaan buruk hingga kecemasan yang bisa berlangsung berbulan-bulan. Tak jarang korban mengalami stres jangka panjang. Sebagian besar korban juga mengalami perubahan perilaku yang bertahan lama. "Seperti menghindari naik kereta atau bus, dan menghindari tempat kejadian," kata Kasandra ketika dihubungi, kemarin.
Sementara itu, dosen psikologi dari Universitas Indonesia, Dian Wisnuwardhani, mengatakan korban tindakan ekshibisionisme bisa mengalami perubahan cara bersosialisasi dengan orang lain. Sebagai contoh, korban akan menjaga jarak ketika bersosialisasi dengan pria. Korban jadi merasa cemas berlebih dan khawatir semua pria bisa melakukan tindakan ekshibisionisme kepadanya. "Jadi, dia cenderung mengurung diri di rumah dan menjaga jarak dengan kawan pria," kata Dian ketika dihubungi, kemarin.
Dian menyarankan para korban tindakan ekshibisionisme bersedia mendapat perawatan mental dari para psikolog. Sebab, bagaimanapun juga luka di dalam mental harus tetap mendapat langkah penyembuhan. Jika pun merasa malu atau khawatir, saat ini banyak platform yang menyediakan ruang konsultasi psikologis secara daring bagi korban. "Jadi, tanpa tatap muka, sehingga lebih nyaman bagi korban untuk bercerita," kata Dian.
Lantas bagaimana jika seseorang menjadi korban ekshibisionisme? Menurut Dian, para perempuan yang menjadi korban pamer alat kelamin lebih baik mengabaikan aksi pelaku tanpa memperlihatkan ekspresi wajah. "Sebab, jika Anda marah atau menangis justru bisa membuat pelaku semakin terobsesi," kata Dian.
Sembari meninggalkan lokasi, korban harus cepat-cepat meminta bantuan orang lain atau petugas keamanan terdekat. Tujuannya agar pelaku bisa segera tertangkap dan turunan masalah dari
ekshibisionisme bisa ditekan.
Kasandra Putranto pun setuju dengan usul tersebut. Meski begitu, ia menyebutkan tingkat keramaian warga dan saksi aksi ekshibisionisme bisa menjadi pedang bermata dua. Pertama, pelaku menjadi merasa kehadiran banyak orang tidak menjadi faktor yang bisa menggagalkan aksi ekshibisionisme.
Kedua, ada beberapa pelaku ekshibisionisme yang cenderung mengurungkan niatnya apabila terlalu banyak orang. Namun setidaknya semakin banyak orang di lokasi kejadian bisa menekan kemungkinan pelaku mengejar korban atau bertindak lebih agresif. "Karena itu, lebih baik kita segera menghindar ke tempat yang lebih ramai," kata Kasandra.
M. JULNIS FIRMANSYAH | INDRA WIJAYA