Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Arsip

Berita Tempo Plus

Membentur Tembok Adat dan Agama

Pegiat perlindungan anak kerap berhadapan dengan adat dan agama saat mengedukasi masyarakat perihal dampak buruk pernikahan anak. Sebab, sebagian orang tua berdalih bahwa adat dan agama tidak melarang perkawinan anak.

1 Agustus 2021 | 00.00 WIB

Ilustrasi souvenir pernikahan. Tempo/Aris Novia Hidayat
Perbesar
Ilustrasi souvenir pernikahan. Tempo/Aris Novia Hidayat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Ringkasan Berita

  • Jumlah perkawinan anak meningkat pada masa pandemi Covid-19.

  • Sebagian orang tua berdalih bahwa adat dan agama tidak melarang perkawinan anak.

  • Pelibatan tokoh lain, seperti pemuka agama dan guru, untuk mencegah perkawinan anak juga tak kalah penting.

Tak mudah bagi Saraiyah mencegah perkawinan anak di Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat. Warga setempat kerap berdalih bahwa adat dan agama tak melarang pernikahan anak. "Yang kami hadapi adalah mereka yang menggunakan dalih adat dan agama sebagai alasan mengawinkan anak," tutur pendiri Sekolah Perempuan Pelangi Bayan itu kepada Tempo, Kamis, 29 Juli 2021.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Gangsar Parikesit

Menjadi jurnalis Tempo sejak April 2014. Liputannya tentang kekerasan seksual online meraih penghargaan dari Uni Eropa pada 2021. Alumnus Universitas Jember ini mendapatkan beasiswa dari PT MRT Jakarta untuk belajar sistem transpotasi di Jepang.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus