Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Akun Twitter Wadas Melawan dibekukan secara permanen sejak kemarin.
Pada waktu yang sama, akun delapan warga penentang tambang batu andesit di Wadas juga dibekukan.
Kepolisian Daerah Jawa Tengah menyatakan tidak terlibat.
JAKARTA — Akun @wadas_melawan mendadak tidak bisa diakses mulai kemarin pagi, 16 Februari. Padahal akun Twitter tersebut menjadi wadah berbagi informasi warga di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Purworejo, Jawa Tengah. Wabilkhusus kabar seputar kekerasan yang dilakukan petugas kepolisian terhadap warga penolak tambang batu andesit—untuk pembangunan Bendungan Bener—di desa mereka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kena suspend jam 08.00," kata Danang Kurnia Awami, pendamping warga, kemarin. Selain akun Twitter Wadas Melawan, delapan akun pribadi milik warga yang lantang menolak tambang batu juga tak bisa diakses. Warga terus bertanya-tanya perihal pembekuan akun tersebut. Adapun akun yang sama di Instagram tidak terganggu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Danang telah melaporkan penangguhan akun Wadas Melawan dan warga lainnya kepada Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet). Kepala Divisi Kampanye dan Jaringan Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta itu telah berusaha menanyakan alasan pembekuan akun itu ke Twitter. Pengelola situs microblogging itu menyatakan akun Wadas Melawan dinonaktifkan secara permanen. "Kami dipersilakan untuk mengajukan banding. Saat ini warga masih berkoordinasi dengan SAFEnet," kata Danang.
Meski @wadas_melawan telah "almarhum", dia melanjutkan, warga tetap menyuarakan penolakan penambangan di kampung mereka. Mereka akan menggunakan akun LBH Yogyakarta sebagai wadah informasi. "Pendamping dan jaringan lain juga akan membantu untuk terus menyampaikan informasi seputar Wadas," ujarnya.
Peneliti dari Tim Kaukus untuk Kebebasan Akademik atau KIKA berbincang dengan warga Wadas, Kecamatan Bener, Purworejo, Jawa Tengah, 16 Februari 2022. TEMPO/Shinta Maharani
Seorang warga yang menolak ditulis namanya juga menjadi korban serangan siber: akun Twitter-nya dibekukan sejak kemarin, pukul 07.38. Dia juga mengajukan permohonan banding ke Twitter.
Meski tanpa media sosial, lelaki itu menyatakan akan terus melawan kesemena-menaan pemerintah dan aparat keamanan di tanah kelahirannya. "Kampanyenya lewat bertahan untuk melestarikan Desa Wadas," kata dia.
Dosen Fakultas Hukum UGM, Herlambang P. Wiratraman, melihat pembekuan @wadas_melawan merupakan bentuk otoritarianisme digital. Dari konteks politik, tindakan tersebut menandakan terjadi pengerdilan hukum. Padahal kebebasan berekspresi dan kebebasan sipil seharusnya dilindungi negara. "Ini akibat pertanggungjawaban yang tak tuntas terhadap suara kritis. Ini mencederai perlindungan kebebasan berekspresi," kata dia.
Menurut Herlambang, pemerintah seharusnya memberikan jaminan kepada publik untuk berbeda pendapat. Dia meyakini pembungkaman suara kritis hanya akan memperburuk situasi dan merusak kebebasan sipil. "Selain itu, peradaban melemah secara drastis karena pemilik relasi kuasa atas teknologi menyalahgunakan kewenangannya," ujar dia.
Dampak dari pembungkaman ini adalah semakin tergerusnya kepercayaan publik terhadap kepolisian dan pemerintah. Menurut Herlambang, kejadian ini mempertegas percakapan #PercumaLaporPolisi yang bergaung hebat pada Oktober 2021. "Situasi di Wadas saat ini merefleksikan reformasi kepolisian belum selesai," kata dia.
Kepolisian membantah jika disebut terlibat dalam pembekuan akun @wadas_melawan. "Polisi tidak berwenang men-suspend akun media sosial apa pun," kata Kepala Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Jawa Tengah, Iqbal Alqudusy, kemarin.
Iqbal meminta berbagai kalangan yang menuding polisi sebagai penyebab pembekuan akun dalam kasus Wadas membaca ulang regulasi di platform. Twitter menyatakan dapat membekukan suatu akun jika akun itu melanggar regulasi yang ditetapkan pengelola. "Silakan berpikir positif, tidak asal melayangkan tuduhan dan berujung sebagai fitnah," kata dia.
IMAM HAMDI | EGI ADYATAMA | SHINTA MAHARANI (PURWOREJO)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo