Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Meski akan lebih berhati-hati, investor dianggap masih berminat menanamkan modal ke Indonesia.
Proses divestasi jalan tol biasanya terhambat dalam proses negosiasi dan uji tuntas.
Pemerintah tak akan menjual jalan tol secara asal.
JAKARTA – Proses pelepasan saham atau divestasi jalan tol milik badan usaha milik negara (BUMN) dikhawatirkan bakal terhambat, mengingat Indonesia mulai memasuki tahun politik pada 2024. Kondisi ini diperkirakan membuat para investor bersikap lebih pasif.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Koordinator Wakil Ketua Umum IV Bidang Peningkatan Kualitas Manusia, Ristek, dan Inovasi Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Carmelita Hartoto, mengatakan pengusaha akan lebih selektif memasang target bisnis pada tahun politik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Meski demikian, kata Carmelita, bukan berarti aksi korporasi, termasuk pembelian saham dan aset infrastruktur, bakal berhenti total. “Apalagi kita punya pengalaman pemilihan umum beberapa kali dan semua bisa berjalan damai dan aman,” kata dia, kemarin.
Baca juga: Berharap pada Divestasi Jalan Tol
Divestasi jalan tol menjadi strategi yang dilakukan sejumlah badan usaha milik negara untuk memperbaiki kondisi keuangan mereka. PT Waskita Karya (Persero) Tbk, misalnya, menargetkan bisa melepas kepemilikan seluruh jalan tol mereka hingga 2025.
Sepanjang tahun lalu, Waskita aktif melakukan aksi korporasi ini. Setelah menetapkan lima ruas jalan tol yang akan dijual hingga 2025, Waskita menambah tiga ruas jalan tol, yakni Cimanggis-Cibitung, Kanci-Pejagan, dan Pejagan-Pemalang, yang sahamnya dilepas sebagian. Adapun lima ruas yang rencananya dilepas masih dalam proses pencarian investor.
Walau ada potensi hambatan divestasi, Carmelita menyarankan BUMN karya tidak ragu melepas aset yang bisa mendatangkan modal segar. Pemilik aset pun sebaiknya melebarkan pemasaran atau market sounding ke forum yang lebih luas, tak berhenti di ranah domestik. “Penawaran yang diberikan mesti menarik.”
Rabu lalu, Waskita Karya dan Jasa Marga menawarkan sejumlah aset jalan tol mereka kepada para pengusaha dalam ASEAN-Indo Pacific Forum (AIPF) 2023. Perhelatan ini, menurut Menteri BUMN Erick Thohir, diharapkan dapat dimanfaatkan oleh BUMN untuk menjalin banyak kerja sama ataupun kolaborasi dengan investor dan mitra strategis.
Baca juga: Agar Lelang Proyek tak Diulang
Proses divestasi aset BUMN, terutama jalan tol milik Waskita Karya, merupakan salah satu prioritas Kementerian BUMN. Meski demikian, pada Juli lalu, Erick menyebutkan pemerintah tak akan sembarangan menjual jalan tol. Penawaran terhadap aset-aset ini akan dilakukan sesuai dengan kondisi pasar. Ia juga yakin para investor tetap berminat pada jalan tol yang ditawarkan Waskita. Terlebih, kondisi perekonomian Indonesia terus bertumbuh positif.
Kepala Riset Praus Capital, Alfred Nainggolan, juga berpandangan sama. Ia mengatakan pertumbuhan ekonomi domestik yang positif membuat investor asing masih berminat datang ke Indonesia. Pergantian rezim dianggap tak akan menjauhkan peluang investasi baru, melainkan hanya penundaan kesepakatan bisnis. “Secara jangka panjang, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga masih salah satu yang terbaik di kawasan Asia Tenggara.”
Kendaraan melintas di jalan tol Pejagan-Pemalang, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah. ANTARA/Oky Lukmansyah
Hambatan Negosiasi
Selain tahun pemilu, faktor yang dapat menghambat proses divestasi jalan tol adalah negosiasi yang kerap alot. Berbasis pengalaman di lapangan, Wakil Ketua Dewan Direktur Indonesia Investment Authority (INA), Arief Budiman, menceritakan beberapa aspek vital yang dievaluasi calon investor sebelum mendanai proyek tertentu. “Kondisi yang paling umum adalah kepastian regulasi,” ucapnya kepada Tempo.
Dia mengakui bahwa urusan regulasi akan menyangkut rezim pemerintahan. Namun ia menganggap tahun politik 2024 sebagai penghalang masuknya modal. Para pengelola investasi, ucap Arief, cenderung memiliki perspektif bisnis jangka panjang, bahkan sampai puluhan tahun ke depan. Sebelum memasuki tahapan uji tuntas alias due diligence, investor akan menganalisis stabilitas makroekonomi dan potensi perubahan regulasi.
“Sejauh ini mitra investasi kami mempunyai perspektif yang positif terhadap infrastruktur di Indonesia. Kami mengantisipasi investasi di sektor ini tetap berlanjut pada 2024 dan tahun-tahun berikutnya,” tutur Arief.
Lembaga penyandang investasi yang beroperasi sejak Februari 2021 itu sudah beberapa kali menyepakati divestasi aset jalan tol dengan sejumlah BUMN karya. Pada September 2022, INA menerima porsi kepemilikan mayoritas Waskita Toll Road—anak usaha PT Waskita Karya (Persero) Tbk—pada dua proyek jalan tol, yakni Kanci-Pejagan dan Pejagan-Pemalang. Nilai transaksi divestasi tersebut mencapai Rp 5,8 triliun.
Baca juga: Ketat Mengkaji Usulan Lama
Manajemen INA juga kemudian mengambil porsi PT Hutama Karya (Persero) pada jalan tol Medan-Binjai dan jalan tol Bakauheni-Terbanggi Besar, baru-baru ini. Kedua proyek jalan bebas hambatan di Sumatera itu laku terjual hingga Rp 20,5 triliun.
Menurut Arief, negosiasi divestasi itu tak berjalan mudah. Sebagai penyalur dana, kata dia, investor memperhatikan kondisi spesifik aset, seperti kelengkapan teknis dan legal. “Dan tentunya aspek komersial atau valuasi.”
Ada juga investor yang hanya ingin berinvestasi jika persyaratannya diterima. Contoh kondisi khusus diminta, misalnya hak pengambilan keputusan untuk urusan teknis. Investor pemegang porsi minoritas pun cenderung menuntut proteksi.
YOHANES PASKALIS
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo