Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Tak Khawatir Pangan, Waswas Listrik

Musim hujan dan kemarau sama-sama menjadi berkah bagi warga penduduk Muhuran, desa gambut di Kalimantan. Waswas pasokan listrik.

12 Februari 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Musim hujan dan kemarau sama-sama menjadi berkah bagi warga Desa Muhuran.

  • Musim hujan ikan datang berlimpah, musim kemarau panen padi di sawah.

  • Warga Desa Muhuran juga mengembangkan potensi hasil hutan di wilayahnya.

DI Desa Muhuran, desa gambut di Kalimantan Timur, musim hujan dan kemarau sama-sama menjadi berkah bagi penduduknya. Jika musim hujan tiba, warga desa di Kecamatan Kota Bangun, Kutai Kartanegara, itu akan mendapat berkah berupa ikan yang berlimpah. Sedangkan jika musim kemarau datang, warga desa akan mendapat berkah dari hasil panen padi di sawah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Desa yang berjarak sekitar 15 kilometer dari pusat kota Kutai Kartanegara itu bisa diakses dengan feri menyeberangi Sungai Belayan. Rumah-rumah warga desa yang berbahan kayu berderet menghadap sungai. Saat Tempo datang ke Muhuran pada suatu siang akhir Januari lalu, banyak warga desa itu sedang berkumpul santai di depan rumah sambil menyantap pencok buah—potongan buah-buahan yang dicocolkan sambal manis.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kisah tentang berkah dua musim bagi warga Desa Muhuran itu sudah berlangsung puluhan tahun. Pada masa air pasang dan musim hujan, air sungai meluap dan membanjiri desa. Tapi warga setempat sudah beradaptasi. Semua rumah berbentuk panggung. Jamban yang terpisah pun dibuat tinggi seperti rumah panggung. Hal ini bertujuan mengantisipasi kedatangan banjir. 

Saat musim banjir tiba, padi tak bisa ditanam. Ratusan hektare sawah di desa yang dikenal sebagai penghasil beras sehat yang ditanam tanpa pupuk kimia itu berubah menjadi seperti danau. Namun banjir itu bukan musibah. Sebab, tetap ada berkah di balik banjir: tangkapan ikan justru meningkat.

Menurut Ketua Gabungan Kelompok Tani Desa Muhuran, Badriansyah, banyak ikan berkumpul di lahan seluas 158 hektare yang semula sawah. Pada momen seperti itu, biasanya warga bakal beralih menjadi nelayan. Mereka menangkap ikan-ikan yang muncul saat banjir. Yang paling banyak ikan lele atau papuyu. "Ikannya datang dari hutan-hutan gambut di belakang desa," kata Badriansyah. “Warga bisa mendapat ratusan kilogram ikan.”

Warga Desa Muhuran, Kalimantan Timur, memindahkan ikan lele hasil tangkapannya. TEMPO/Sapri Maulana

Biasanya banjir di Muhuran terjadi pada Oktober-Februari. Lalu, saat air benar-benar surut pada April, sebagian warga berganti mata pencarian lagi menjadi petani. Mereka menanam padi di lahan yang sama. Padi pun cukup ditanam tanpa pupuk karena tanah subur seusai banjir. Pada musim kemarau, mereka bisa segera bercocok tanam. Rata-rata per hektare lahan menghasilkan 4 ton gabah kering. 

Produksi beras di Desa Muhuran mampu mencukupi kebutuhan 229 keluarga di sana. Kepala Desa Muhuran, Akhmad Nur, menyebutkan selama lebih dari 20 tahun dia tidak pernah membeli beras. "Petani di sini sekali panen padi cukup untuk memenuhi kebutuhan lebih dari setahun, sisanya mereka jual," ujarnya.

Meski begitu, warga Desa Muhuran tak hanya bergantung pada berkah dua musim itu. Dibantu sejumlah lembaga, seperti Yayasan Konservasi Alam Nusantara, Yayasan Bioma, dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Sub-Daerah Aliran Sungai Belayan, warga Muhuran juga mulai mengembangkan potensi ekonomi dari sumber daya alam di sekitar desa.

Misalnya, warga desa dibantu KPHP dan sejumlah yayasan mendirikan lembaga pengelolaan hutan desa. KPHP juga memfasilitasi pembentukan kelompok Masyarakat Peduli Api. Desa Muhuran memiliki luas wilayah 5.640 hektare, 90 persen di antaranya masuk kawasan hutan gambut. “Secara periodik kami ajak patroli pencegahan. Sebab, lahan gambut kalau sudah terbakar penanganannya cukup sulit, ya," ucap Elfin, penyuluh dari KPHP.

Selain itu, warga Desa Muhuran membentuk kelompok tani hutan yang membudidayakan madu kelulut. Salah satu lahan budi daya madu kelulut seluas 20 x 40 meter persegi di desa itu bisa menghasilkan 6 liter madu kelulut per bulan. Per liter madu dijual seharga Rp 400 ribu. 

Boleh dibilang warga Desa Muhuran tak khawatir akan pangan karena mereka memiliki semuanya. Namun kisah berkah warga di sekitar hutan gambut ini tak melulu indah. Hingga kini, pasokan listrik belum optimal masuk ke desa itu karena hanya menggunakan mesin diesel. "Listrik menyala dari sore sampai pukul 10 malam. Sempat sampai pukul 11 malam, tapi, karena harga bahan bakar minyak naik, jadi mundur lagi ke pukul 10," tutur Kepala Desa Akhmad Nur.

SAPRI MAULANA (SAMARINDA)
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus