Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Kawan Afgan dari Nusantara

Pendukung Al-Qaidah dan ISIS berbeda sikap soal kemenangan Taliban. Di Indonesia, Jamaah Islamiyah disebut menyiapkan aksi jangka panjang.

28 Agustus 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Abu Bakar Ba’asyir yang dulu mendukung Al-Qaidah beralih mendukung ISIS.

  • Pendukung ISIS menuding Taliban tagut karena bekerja sama dengan negara lain.

  • Dari segi aksi teror, ISIS cenderung terdesentralisasi dengan korban jiwa kecil.

ABDUL Rochim berusaha meyakinkan Abu Bakar Ba’asyir agar tak termakan informasi soal Islamic State in Iraq and Syria (ISIS) pada 2014. Kepada ayahnya yang ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, Rochim menyampaikan bahwa ISIS membunuh sesama muslim dengan cara sadistis, seperti disembelih.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Alih-alih mendengarkan putranya, Ba’asyir justru menilai ISIS merupakan organisasi yang menjunjung tegaknya Islam. “Situasi saat itu, Ustad Abu termakan informasi bohong,” ujar Rochim kepada Tempo, Sabtu, 28 Agustus lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pada Agustus 2014, Abu Bakar Ba’asyir yang masih berstatus napi terorisme disebut telah berbaiat kepada Abu Bakar al-Baghdadi, pemimpin ISIS yang membelot dari Al-Qaidah, saat masih mendekam di LP Nusakambangan. Beredar foto yang menampilkan Ba’asyir bersama 13 orang lain dengan latar bendera hitam ISIS.

Menurut Rochim, ayahnya tak lagi menerima informasi soal ISIS setelah dipindahkan ke Lembaga Pemasyarakatan Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat, pada 2016. Rochim pun berkali-kali memberikan informasi pembanding kepada ayahnya. “Bahkan kami memberikan pandangan soal Pancasila,” katanya.

Ba’asyir adalah pendiri Jamaah Islamiyah (JI) yang berafiliasi ke Al-Qaidah. Ketika Afganistan berperang melawan Uni Soviet, sejumlah kombatan dikirim ke Afganistan untuk mengikuti pelatihan. Setidaknya 30 orang yang berangkat berasal dari Pondok Pesantren Al Mukmin, Ngruki, Sukoharjo, Jawa Tengah, yang didirikan Ba’asyir. Ketika JI pecah, Ba’asyir sempat bergabung dengan Majelis Mujahidin Indonesia sebelum mendirikan Jamaah Ansharut Tauhid (JAT).

Pada 2014, saat menjalani hukuman, Ba’asyir meninggalkan JAT dan bergabung dengan Jamaah Ansharud Daulah, yang berbaiat kepada ISIS. Rochim mengatakan JAT tidak mendukung ISIS. “Jadi, kalau orang menyamakan JAT dengan ISIS, itu gebyah uyah,” ujarnya.

ISIS merupakan musuh Al-Qaidah dan Taliban. Sebaliknya, Al-Qaidah dan Taliban memiliki kedekatan. Sejak pemimpin Al-Qaidah, Usamah bin Ladin, memindahkan operasinya dari Sudan kembali ke Afganistan pada 1996-2001, Taliban menyediakan tempat aman untuk dia.

Ihwal kesamaan ISIS dan Al-Qaidah, peneliti Departemen Politik dan Perubahan Sosial Centre for Strategic and International Studies, Alif Satria, mengatakan keduanya sama-sama melakukan kekerasan. Namun, kata Alif, Al-Qaidah tak begitu saja membunuh sesama muslim. Sedangkan ISIS berorientasi menaklukkan wilayah untuk mendirikan negara Islam dan tak segan membunuh siapa pun, termasuk sesama muslim.

Menurut Alif, perbedaan ideologi ini membuat simpatisan ISIS tak merayakan kemenangan Taliban di Afganistan. “Banyak simpatisan ISIS menilai Taliban sebagai tagut karena berkompromi dengan negara lain,” tutur Alif. Sebaliknya, JI justru bersukacita atas kemenangan Taliban.

Perbedaan ISIS dan Jamaah Islamiyah juga terlihat dari aksi teror yang dijalankan. ISIS cenderung melakukan serangan terdesentralisasi dan berskala kecil. Alif mencontohkan, aksi teror bom di Gereja Katedral Makassar pada Maret lalu yang dilakukan kelompok Jamaah Ansharud Daulah tak menelan korban jiwa.

Sedangkan JI dalam menjalankan aksinya harus mendapat lampu hijau dari struktur pengurus. Serangan yang dilakukan pun berskala besar, seperti bom Bali I yang menewaskan lebih dari 200 orang. Walaupun begitu, Abu Bakar Ba’asyir membantah terlibat dalam aksi pengeboman berskala besar itu.

Menurut Alif, dalam dokumen anggaran dasar Jamaah Islamiyah, lini waktu yang dicantumkan untuk mempersiapkan gerakan jihad mencapai 20-25 tahun sejak didirikan pada 1993. “Rencana jangka panjang ini yang perlu diantisipasi,” ujarnya.

HUSSEIN ABRI DONGORAN
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Devy Ernis

Devy Ernis

Bergabung dengan Tempo sejak April 2014, kini staf redaksi di Desk Nasional majalah Tempo. Memimpin proyek edisi khusus perempuan berjudul "Momen Eureka! Perempuan Penemu" yang meraih penghargaan Piala Presiden 2019 dan bagian dari tim penulis artikel "Hanya Api Semata Api" yang memenangi Anugerah Jurnalistik Adinegoro 2020. Alumni Sastra Indonesia Universitas Padjajaran.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus