Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pondok Pesantren Ukhuwwah Islamiyyah sayap pendidikan Khilafatul Muslimin beroperasi di sejumlah daerah.
Kementerian Agama menyatakan satuan pendidikan Khilafatul Muslimin tak terdaftar.
Kurikulum berbasis khilafah dinilai tak sesuai dengan regulasi pendidikan pesantren.
JAKARTA – Sejumlah santri berkerumun di beranda asrama Pondok Pesantren Ukhuwwah Islamiyyah, Pekayon, Bekasi. Mereka terlihat fokus menghafalkan Al-Quran. Sebagian di antara mereka menutup mata, lamat-lamat melafalkan lagi ayat yang baru dibacanya. Tak jauh dari sana, beberapa santri lain sibuk mencuci pakaian. Ada juga yang menyapu lantai, atau berleha-leha. Siang itu, Senin, 6 Juni 2022, santri pondok di bawah naungan Yayasan Khilafatul Muslimin tersebut memang sedang menikmati jam istirahat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejak pukul 07.20, sebanyak 65 santri laki-laki dan 49 santri perempuan sudah harus bersiap, mengikuti pelajaran, sesuai dengan tingkat pendidikan mereka. Pondok itu menyediakan kelas pengajaran setingkat sekolah dasar dan sekolah menengah pertama, masing-masing disebut Unit Ustman bin Affan dan Unit Umar bin Khattab—diambil dari nama sahabat Nabi Muhammad. “Kami ada di Aceh sampai Papua,” kata pengasuh Pondok Pesantren Ukhuwwah Islamiyyah Bekasi, Senin, 6 Juni 2022.
Pondok Pesantren Ukhuwwah Islamiyyah di Pekayon, Bekasi, itu jadi sorotan lantaran menjadi salah satu sayap pendidikan Khilafatul Muslimin. Nama Khilafatul Muslimin juga tertera di plakat yang terpasang di depan gedung dua lantai pondok tersebut.
Akhir Mei lalu, kelompok Khilafatul Muslimin menarik perhatian publik setelah anggotanya menggelar konvoi kendaraan bermotor di DKI Jakarta dan beberapa daerah lainnya. Mereka mengibarkan bendera bertuliskan kalimat tauhid, membagikan selebaran berisi maklumat organisasi, dan membawa poster bertulisan “Sambut Kebangkitan Khilafah Islamiyah”.
Beberapa tahun terakhir, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) juga memelototi aktivitas Khilafatul Muslimin. Mereka menyoroti keberadaan pendiri sekaligus khalifah alias pemimpin kelompok ini, yakni Abdul Qadir Hasan Baraja, yang merupakan residivis kasus terorisme. Hasan Baraja pula yang tercantum sebagai salah satu pendiri dalam akta Yayasan Pendidikan Khilafatul Muslimin, badan hukum yang memayungi Pondok Pesantren Ukhuwwah Islamiyyah.
Menurut Muhammad Firdaus, Khilafatul Muslimin memiliki dua struktur kepengurusan, yakni pengurus organisasi dan yayasan pendidikan. Pengurus organisasi berfokus di bidang struktural untuk membina jemaah yang tersebar di seluruh Indonesia. Kegiatan motor syiar--begitu mereka menyebut konvoi kendaraan yang digelar beberapa waktu lalu--merupakan salah satu bentuk kegiatan dari pengurus organisasi. Sedangkan pengurus yayasan pendidikan berfokus mengelola praktik belajar-mengajar di pondok pesantren jejaring Khilafatul Muslimin.
Data Khilafatul Muslimin menunjukkan unit pengajaran mereka tersebar di 18 kabupaten dan kota. Selain Unit Ustman bin Affan dan Unit Umar bin Khattab, ada Unit Abu Bakar Ash-Shiddiq (setingkat sekolah menengah atas) dan Al Jaamiah Ali bin Abi Thalib (pendidikan tinggi).
Ditemui Tempo, Kamis, 2 Juni lalu, pengurus Bagian Umum Pondok Pesantren Ukhuwwah Islamiyyah, Suhendar, menjelaskan yayasan pendidikan ini pada 1990-an berbentuk majelis taklim yang kemudian sempat membangun sekolah madrasah. Namun, sejak 2006, pendidikan Khilafatul Muslimin beralih menggunakan kurikulum tersendiri. Mereka menyebutnya kurikulum berbasis khilafah. “Sejak 2006 sudah tidak mengeluarkan ijazah seperti pada sekolah lain. Tapi, jika memang butuh, kami arahkan untuk mengambil paket,” kata Suhendar. “Dikembalikan kepada orang tua.”
Pengurus Yayasan Pendidikan Khilafatul Muslimin mengklaim unit pendidikan itu kini diikuti sedikitnya 1.766 siswa—disebut sebagai santri dan mahasantri. Para santri datang dari berbagai daerah, kebanyakan adalah putra-putri anggota jemaah Khilafatul Muslimin. Yayasan tak memungut biaya untuk layanan pendidikan ini. Walau begitu, mereka menerima infak dari orang tua murid setiap bulan yang nilainya tak ditentukan.
Tempo berupaya menelusuri legalitas yayasan penyelenggara pendidikan ini. Akta Yayasan Pendidikan Khilafatul Muslimin memang tercatat di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Sementara itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional mengarahkan pengecekan legalitas penyelenggaraan pendidikan yayasan ini kepada Kementerian Agama, yang menaungi lembaga pendidikan keagamaan.
Menteri Agama: Unit Pendidikan Khilafatul Muslimin tak Terdaftar
Jawaban datang sore itu, Senin, 6 Juni 2022, dari Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Menurut Yaqut, unit pendidikan Khilafatul Muslimin tak terdaftar di Kementerian Agama. Berdasarkan informasi dan pengawasan oleh Kantor Wilayah Kementerian Agama di Lampung, kata Yaqut, Khilafatul Muslimin merupakan organisasi masyarakat. “Bukan berbentuk lembaga atau satuan pendidikan,” kata Yaqut. “Khilafatul Muslimin merupakan ormas yang istana kekhalifahannya berlokasi di sebuah masjid di Kecamatan Teluk Betung, Kota Bandar Lampung.”
Data pondok pesantren jaringan Khilafatul Muslimin mencatat adanya Pondok Pesantren Ukhuwwah Islamiyyah Citiis di Kecamatan Teluk Betung Barat, Bandar Lampung. Pesantren itu menggelar pendidikan Unit Ustman bin Affan.
Menurut Menteri Yaqut, dakwah Khilafatul Muslimin selama ini dilakukan secara sembunyi-sembunyi oleh Dewan Amir Wilayah. Mereka, kata Yaqut, menyasar keluarga anggota Khilafatul Muslimin. “Jika kemudian Khilafatul Muslimin diindikasi bertransformasi sebagai satuan pendidikan, hingga saat ini belum ada pengajuan izin operasional yang diterima oleh Seksi Pondok Pesantren atau Seksi Madrasah di kantor Kementerian Agama pusat maupun wilayah,” ujarnya. “Kesimpulannya, tidak ada pola pendidikan formal atau non-formal di Khilafatul Muslimin.”
Yaqut pun mempersoalkan kurikulum berbasis khilafah yang diklaim jadi model pendidikan Khilafatul Muslimin. Selama ini, menurut dia, pesantren yang terdaftar di Kementerian Agama telah melewati serangkaian verifikasi yang ketat di tingkat kabupaten/kota, provinsi, hingga pusat. Pesantren yang diberi tanda daftar mengikuti pola pendidikan sesuai dengan Peraturan Menteri Agama Nomor 31 Tahun 2020 tentang Pendidikan Pesantren.
Dalam peraturan tersebut diatur jalur pendidikan formal, seperti Muadalah, Diniyah Formal, dan Ma’had Aly. Sedangkan jalur non-formal diselenggarakan dalam bentuk pengkajian Kitab Kuning dan bentuk lain yang terintegrasi dengan pendidikan umum. “Model pendidikan berbasis khilafah tidak sesuai dengan regulasi pendidikan pesantren,” kata Menteri Yaqut.
Pengurus Bagian Kesantrian Pondok Pesantren Ukhuwwah Islamiyyah, Revi Saputra, mengakui pesantrennya tidak terdaftar di Kementerian Agama. Dia mengatakan pesantren itu hanya sebagai bungkus nama dari yayasan yang sebenarnya berkegiatan sosial. “Supaya santri tidak minder, nama yayasan diganti dengan pondok pesantren,” kata Revi, Senin, 6 Juni 2022.
Revi menyebut niat awal berdirinya pondok pesantren untuk ibadah. “Termasuk keinginan untuk berkhilafah,” kata dia. Menurut Revi, seandainya regulasi Kementerian Agama soal pendirian pondok pesantren tidak memberatkan, ada kemungkinan Pondok Pesantren Ukhuwwah Islamiyyah akan mendaftarkan diri.
Keputusan akhir ada tangan Hasan Baraja, pendiri yayasan. “Jika menurut khalifah kami perlu daftar, ya, kami daftar. Selama syarat tidak memberatkan,” kata Revi. “Kami mengikuti kata khalifah.”
Revi memastikan, meski tidak terdaftar dan mengikuti regulasi Kementerian Agama, Pondok Pesantren Ukhuwwah Islamiyyah menerapkan sistem pendidikan terbaik. Alasannya, kata dia, pesantren ini sudah mempraktikkan model pendidikan khilafah, bukan sekadar teori seperti pesantren pada umumnya. “Kami yakin pondok ini terbaik di dunia,” ujarnya. “Dalam pelajaran sejarah Islam, ada yang namanya khalifah. Praktiknya, kami punya khalifah.”
Selain itu, Revi menambahkan contoh lain, bentuk praktik khilafah ditunjukkan melalui penyaluran zakat dan infak oleh santri yang diberikan kepada khalifah. “Karena santri masih menjadi tanggungan orang tua, maka yang memberi infak orang tuanya. Jumlahnya dibebaskan,” kata dia. “Jika tidak infak ke pondok, maka infak disalurkan ke pengurus organisasi di tingkat bawah.”
Di akhir jawabannya kepada Tempo, Menteri Yaqut menyampaikan tiga rekomendasi. Kementerian Agama tetap menolak Khilafatul Muslimin sebagai pesantren. Selain tak terdaftar, pola pendidikannya tidak sesuai dengan regulasi. “Jika Khilafatul Muslimin menyebut dirinya sebagai pesantren, itu berlaku bagi internal warga organisasi masyarakat Khilafatul Muslimin saja,” kata Yaqut.
IMA DINI SHAFIRA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo