Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Dua Opsi Sri Mulyani

Menteri Keuangan Sri Mulyani dihadapkan pada dua pilihan: menaikkan harga BBM dan listrik atau menambah alokasi anggaran subsidi dan kompensasi.

25 Juni 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Sri Mulyani mengungkapkan jumlah kompensasi melambung mencapai Rp 293,5 triliun.

  • Besaran impor minyak bisa mencapai 900 ribu barel per hari.

  • Harga keekonomian Pertalite diperkirakan Rp 12.556 per liter.

JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dihadapkan pada dua pilihan, yakni menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) dan listrik atau menambah alokasi anggaran subsidi dan kompensasi.

"Karena pilihannya hanya dua, kalau ini (anggaran subsidi dan kompensasi) enggak dinaikkan, ya, harga BBM dan listrik naik. Kalau BBM dan listrik enggak naik, ya, ini yang naik. Kan, itu saja, enggak ada pilihan in between," kata dia dalam rapat dengan Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat pada 19 Mei 2022.

Akhirnya, Sri Mulyani memilih opsi kedua: menambah alokasi anggaran untuk subsidi dan kompensasi BBM.

Sri Mulyani menyatakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada tahun ini menganggarkan subsidi untuk BBM dan elpiji mencapai Rp 75,3 triliun. Jumlahnya meningkat dari penyaluran subsidi sepanjang Januari-Mei 2021 yang sebesar Rp 56,5 triliun.

Kamis lalu, dia menjelaskan rincian nilai subsidi BBM yang dikucurkan pada 2022. "Subsidi Rp 65,24 triliun plus kurang bayar tahun sebelumnya Rp 10,17 triliun, jadi lebih dari Rp 75 triliun untuk pembayaran subsidi dan kompensasi," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SPBU M.T. Haryono, Jakarta, 8 April 2022. TEMPO/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini


Lonjakan Kompensasi BBM

Selain subsidi untuk BBM dan elpiji yang dikeluarkan mencapai Rp 75,3 triliun lebih, Sri Mulyani menyoroti besarnya kompensasi harga BBM penugasan. Untuk kompensasi harga BBM penugasan Pertalite, misalnya, Sri Mulyani mengungkapkan jumlah kompensasi saat ini melambung dan kini nilainya mencapai Rp 293,5 triliun. Awalnya, kompensasi BBM hanya dianggarkan sebesar Rp 18,5 triliun.

Subsidi dan kompensasi BBM tak terelakkan lantaran, sejak 2004, Indonesia menjadi negara pengimpor bersih atau net importer minyak. Dari kebutuhan BBM nasional sekitar 1,5 juta barel per hari, menurut data harian Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral pada 22 Juni 2022, Indonesia hanya mampu memproduksi 615,74 ribu barel minyak per hari. Produksi tersebut lebih rendah dibanding target dalam APBN sebesar 703 ribu barel minyak per hari.

Dengan produksi yang tidak bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri, Indonesia mau tidak mau mengimpor minyak mentah. Jika menghitung selisih kebutuhan minyak 1,5 juta barel per hari dan kemampuan produksi dalam negeri 615,74 ribu barel, besaran impor bisa mencapai 900 ribu barel per hari.

Beban semakin bertambah karena harga rata-rata minyak mentah Indonesia (Indonesian crude price/ICP) sebagai harga bahan baku BBM di RI melonjak menjadi US$ 109,61 per barel rata-rata pada Mei. Nilai tersebut jauh melonjak dari ICP dalam asumsi APBN 2022 yang hanya US$ 63 per barel. Kenaikan ICP mengikuti harga minyak mentah dunia yang sudah berada di atas US$ 100 per barel. Kemarin, minyak mentah berjangka Brent diperdagangkan di angka US$ 109,97 per barel.

Harga Keekonomian Pertalite

Dengan asumsi harga minyak mentah di kisaran US$ 100 per barel, harga keekonomian Pertalite diperkirakan Rp 12.556 per liter. Sedangkan Pertamina menjual Pertalite Rp 7.650 per liter. Selisih harga tersebut membuat bertambahnya anggaran pemerintah untuk subsidi BBM dan pembayaran kompensasi kepada Pertamina.

Pertamina mendapat tekanan lantaran memikul penugasan untuk menyalurkan BBM subsidi dan nonsubsidi. Keputusan pemerintah menahan harga BBM dibayar dengan bertambahnya beban APBN untuk membayar kompensasi ke Pertamina atas selisih harga tersebut.

Ketika diminta pemerintah mempertahankan harga Pertalite, cash flow Pertamina terkuras. Musababnya, Pertamina harus menyiapkan bahan baku minyak mentah ataupun BBM olahan dari pasar yang harganya sedang melonjak. Padahal harga jual Pertalite tetap. Pemerintah pun memberikan kompensasi kepada Pertamina atas tidak naiknya harga Pertalite.

Dibanding negara-negara ASEAN lainnya, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Tutuka Ariadji, mengatakan harga BBM di Indonesia relatif lebih murah. Contohnya, harga BBM di Singapura mencapai Rp 36.016 per liter untuk bensin RON 92 (setara dengan Pertamax). Sedangkan harga BBM di Thailand Rp 18.872 per liter untuk bensin RON 91/92 dan Rp 13.654 per liter. Adapun harga BBM di Vietnam sebesar Rp 19.848 per liter untuk bensin RON 92.

HAMDAN ISMAIL | HENDARTYO HANGGI | ANTARA
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus