JAKARTA — Tohir, 50 tahun, menikmati suasana sore hari dengan duduk di atas puing bangunan di pinggir Kali
Ciliwung, di RT 11 RW 02, Kelurahan Cawang, Jakarta Timur, kemarin. Suara bising kendaraan masih terdengar jelas dari tempat Tohir kongko. Maklum, jaraknya hanya 50 meter dari Jalan Letjen M.T. Haryono.
Di tengah suara bising kendaraan, ia tampak berfokus memandangi puing-puing bangunan rumah yang berserakan. "Padahal bulan lalu masih berbentuk permukiman. Sekarang sudah rata," kata pria berkulit sawo matang itu, kemarin, 6 Maret.
Sejak tiga pekan lalu, sejumlah bangunan tempat tinggal di RT 11 dirobohkan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Selain RT 11, sebagian rumah di pinggir kali di RT 10 dan RT 12 juga dibongkar. Pembongkaran tersebut merupakan kelanjutan dari proses normalisasi Kali Ciliwung sepanjang 33 kilometer dari Jalan T.B. Simatupang sampai Pintu Air Manggarai.
Menurut Tohir, proses pembongkaran rumah berjalan tertib. Tak ada penolakan dari masyarakat. Sebab, menurut dia, Pemprov DKI sebelumnya telah mensosialisasi rencana pembebasan lahan di bantaran Kali Ciliwung tersebut.
Selain itu, proses pembongkaran didampingi oleh Bhabinkamtibmas dan Babinsa. "Mereka ikut membantu warga. Bahkan operator alat berat bersedia menunggu warga yang belum selesai mengangkut barang berharganya," kata Tohir.
Selain itu, pria berbaju singlet dan bercelana pendek tersebut bercerita bahwa Pemprov
DKI Jakarta memberikan uang kompensasi kepada warga sebelum digusur. Duit tersebut lantas dipakai warga untuk pindah ke tempat lain.
"Sekarang mereka (warga yang tergusur) pindah ke berbagai tempat. Ada yang sewa rumah dekat sini, ada juga yang pulang kampung," kata Tohir.
Puing-puing bangunan yang sudah dibongkar di lokasi pembebasan lahan proyek normalisasi Kali Ciliwung di Kelurahan Cawang, Kramat Jati, Jakarta, 6 Maret 2022. TEMPO/Indra Wijaya
Tohir pun berharap pemerintah DKI berfokus merampungkan program normalisasi di wilayah Kelurahan Cawang. Sebab, jika reruntuhan bangunan dibiarkan terbengkalai, hanya akan membuat permukiman yang tak tergusur menjadi berdebu lantaran sisa puing tersapu angin.
Selain itu, ia khawatir soal meluapnya air Kali Ciliwung karena kiriman air dari hulu. "Bisa saja banjir semakin mudah naik karena rumah yang selama ini menahan air sudah tidak ada," kata Tohir.
Sulaiman, warga RT 10, juga berharap proses normalisasi di wilayah Kelurahan Cawang bisa segera dirampungkan. Sebab, bukan perkara mudah melebarkan sungai dan membangun turap beton di tepi sungai.
"Semoga cepat selesai sebelum musim hujan berikutnya. Agak ngeri juga kalau banjir lagi pada saat bangunan (di tepi sungai) sudah enggak ada," kata pria berusia 40 tahun itu.
Sementara itu, Lurah Cawang Didik Diarjo mengatakan terdapat enam RW di wilayahnya yang terkena dampak normalisasi Kali Ciliwung, yakni di RW 01, 02, 03, 05, 08, dan 12. Didik mengatakan saat ini proyek normalisasi sungai sudah dilakukan di wilayah RW 01 dan RW 02.
"Sejauh ini sedang dilakukan pembersihan bangunan di beberapa lokasi yang sudah dibebaskan," kata Didik ketika dihubungi kemarin.
Selanjutnya, proses pembebasan lahan sedang disiapkan pemerintah untuk wilayah RW 05, 03, dan 12. Ia pun berharap upaya pembebasan lahan berjalan lancar seperti pada RW 01 dan 02. "Rencananya proyek normalisasi akan dilaksanakan secara paralel," kata Didik.
Menurut Didik, sejauh ini tak ada kendala dalam proses pembebasan lahan. Bahkan tak ada upaya penolakan dari warga yang terkena dampak. "Semuanya berjalan sesuai jalur," kata dia.
Selain Kelurahan Cawang, Dinas Sumber Daya Air menyebutkan ada enam kelurahan lain yang masuk prioritas pembebasan lahan dalam proyek normalisasi
Sungai Ciliwung. Enam kelurahan tersebut adalah Rawajati, Kebon Baru, Manggarai, Pengadegan, Bidara Cina, dan Kampung Melayu.
Kepala Dinas Sumber Daya Air DKI Yusmada Faizal mengatakan ketujuh kelurahan tersebut masuk daftar prioritas lantaran menjadi lokasi rawan genangan akibat meluapnya air Sungai Ciliwung. "Yang di Cawang sudah dibebaskan. Kami mulai normalisasi dengan Kementerian PUPR," kata Yusmada, pekan lalu.
Walhasil, Yusmada menegaskan, normalisasi tak lagi berfokus pada panjang target yang perlu dicapai, melainkan merujuk pada titik rawan banjir. Yusmada bahkan mengklaim pendekatan normalisasi pada titik rawan banjir juga menjadi rujukan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Yusmada menegaskan bahwa Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tetap memprioritaskan program peningkatan kapasitas di sungai besar, seperti Ciliwung dan Sunter. Namun, menurut dia, dalam proses pengerjaan terdapat sejumlah kendala, seperti pembebasan lahan. "Kendalanya kan soal administrasi, banyak yang keberatan. Itu kan butuh waktu, butuh proses," kata dia.
Sebelumnya, Ketua Komisi D DPRD
DKI Jakarta Ida Mahmudah berharap Dinas Sumber Daya Air lebih serius menuntaskan pembebasan lahan dalam proyek normalisasi Sungai Ciliwung. Ia mengatakan anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang ada di Dinas SDA di sepanjang 2021 hanya terserap 66,74 persen atau Rp 764,5 miliar dari total Rp 1,1 triliun.
Menurut Ida, Dinas SDA harus melakukan akselerasi karena pemerintah pusat telah mengingatkan dan memberikan perpanjangan waktu kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk menyelesaikan program tersebut hingga akhir Maret 2022.
"Kami kemarin permintaan perpanjangan waktu, dengan sisa anggaran Rp 371 miliar, maka harus secepatnya direalisasi," kata Ida, pekan lalu.
INDRA WIJAYA | ANT