Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Mengintip Anarko Sindikalis yang Mencuat Setelah Hari Buruh

Gerakan Anarko Sindikalis di Indonesia menjadi sorotan setelah keterlibatan mereka dalam Hari Buruh.

6 Mei 2019 | 09.32 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - BARISAN massa Aliansi Pelajar Bandung yang sedang memperingati Hari Buruh itu kocar-kacir ketika mobil barakuda milik polisi mendatangi mereka yang sedang berunjuk rasa di Kawasan Dago, Bandung, pada Rabu, 1 Mei 2019. “Kami lagi santai. Sedang orasi dan baca puisi. Tiba-tiba mobil polisi pengurai massa datang. Kami panik. Massa pecah,” kata Anton, bukan nama sebenarnya, salah satu pendiri organisasi itu, menceritakan ulang insiden peringatan May Day tersebut pada Jumat, 3 Mei 2019.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di Bandung, polisi menangkap orang-orang berbaju hitam yang ada di sekitar lokasi unjuk rasa peringatan Hari Buruh. Alasannya, mereka diduga menjadi biang kerusuhan. Polisi pun menyimpulkan kelompok ini adalah penganut paham Anarko Sindikalis (Anarcho-Syndicalism).

Belakangan polisi menetapkan dua orang anggota Anarko Sindikalis di Bandung sebagai tersangka kerusuhan Hari Buruh. "Dari hasil audit total kerugian dari ulah dua orang kurang lebih sekitar Rp 3,5 juta," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo di kantornya, Jakarta Selatan pada Jumat, 3 Mei 2019.

"Ini memang ada semacam doktrin dari luar negeri mengenai masalah pekerja," kata Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian di Ruang Rapat Utama, Markas Besar Polri, Jakarta, Kamis, 2 Mei 2019.

Paham Anarko Sindikalis, kata Tito, merupakan fenomena internasional. Berkembang di Rusia, lalu menyebar ke negara-negara lain di Eropa. Paham ini mulai masuk ke Indonesia beberapa tahun terakhir. Polisi memantau gerakan ini tumbuh subur di Bandung dan Yogyakarta. Polisi bahkan berencana menggandeng Badan Intelijen Negara untuk memantau gerakan ini.

Jejak vandalisme massa berbaju hitam Anarcho Syndicalism atau Anarko Sindikalisme di Dago, Bandung, Jawa Barat, Jumat, 3 Mei 2019. Polri menyebut jumlah anggota kelompok tersebut di Bandung mencapai 619 orang yang terdiri dari 605 pria dan 14 wanita. TEMPO/Prima Mulia

Aliansi Pelajar Bandung merupakan salah satu organisasi yang bergabung dalam unjuk rasa peringatan Hari Buruh Internasional. Anton mengatakan aliansi ini berdiri pada 2017. Lelaki 18 tahun yang baru saja lulus dari salah satu sekolah menengah kejuruan ini bercerita awal mula Aliansi Pelajar Bandung lahir adalah dari keikutsertaan dia dalam beberapa kali Aksi Kamisan di Bandung.

Anton menuturkan, ia tertarik dengan Aksi Kamisan, yang memperjuangkan isu Hak Asasi Manusia, setelah mendengarkan lagu dari Efek Rumah Kaca berjudul Jingga. “Ada salah satu lirik yang membuat saya tertarik ikut aksi Kamisan,” kata dia.

Berawal dari 10 orang saja, Anton menuturkan saat ini anggota Aliansi Pelajar Bandung sudah mencapai 30-an orang. Kebanyakan, kata dia, bergabung karena mengusung isu anti penggusuran.

Namun, ia menolak, kelompoknya diidentikan dengan paham Anarko Sindikalis. Anton mengakui memang ada beberapa kawan di aliansi yang memiliki visi Anarko Sindikalis. “Tapi, enggak semuanya punya visi anarko,” kata dia.

Seorang aktivis yang mengetahui simpul gerakan Anarko Sindikalis di Bandung mengatakan paham ini berkembang pesat di kota itu sejak 4 tahun yang lalu. Meskipun, ia mengatakan, paham ini sebenarnya bukan paham baru dan sudah ada di Indonesia sejak jaman kolonial. “Gerakan ini tidak besar, tapi ada simpul-simpulnya,” ujar aktivis tersebut kepada Tempo. Ia ingin namanya dirahasiakan.

Menurut dia, Anarko tumbuh subur di kalangan anak muda. Namun, menurut dia, di Indonesia gerakan ini belum secara radikal mengimplementasikan paham-pahamnya. Paham ini, kata dia, berangkat dari kegelisahan anak muda yang menginginkan kebebasan dan kesetaraan tanpa ada dominasi kelas dan kekuasaan. “Tapi masih sekedar visi karena belum betul-betul mengorganisir buruh,” katanya.

Aktivis ini mengatakan peringatan Hari Buruh di Bandung, misalnya, meski banyak peserta unjuk rasa yang mengenakan setelan hitam khas anarko tapi tak semuanya memiliki paham tersebut secara utuh. Kebanyakan, kata dia, masih sebatas anak muda yang emosi dengan kondisi bangsa.

Sehingga, kata dia, masih banyak tindakan yang justru kontra dengan ide-ide perang kelas dalam paham anarki. Seperti mencoret-coret fasilitas pribadi milik warga kelas menengah juga fasilitas pendidikan.

Baca kelanjutannya: Bagaimana sebarnya gerakan Anarko Sindikalis ini?

Dosen Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta AB. Widyanta menyebut anggota gerakan Anarko Sindikalis sebagai kalangan terdidik, paham informasi, dan kritis. Mereka menjaga jarak dengan kapitalisme yang menciptakan ketimpangan sosial di sekitar mereka. Basis gerakan mereka di wilayah urban atau kawasan industrial. "Mereka tumbuh di kota-kota besar di Indonesia," kata dia kepada Tempo, Ahad, 5 Mei 2019.

Gerakan Anarko Sindikalis dalam berbagai kesempatan tampil untuk merebut ruang politik, pengakuan, dan perhatian publik. Gerakan ini mulai membesar di Indonesia setelah tahun 2000-an. Pasca-reformasi membawa angin segar untuk gerakan ini. Mereka membiayai gerakan dari usaha yang mereka jalankan sendiri.

Di Bandung, Surabaya, dan Yogyakarta, Anarko Sindikalis menarik minat kalangan muda. "Gerakan ini aktif dalam aktivitas seni dan kerja-kerja kebudayaan. Itu membuat Anarko Sindikalis mudah diterima kaum muda," kata dia.

Situasi geopolitik ekonomi global ke depan akan menentukan formasi gerakan Anarko Sindikalis. Mereka akan berkembang seiring dengan iklim ekonomi politik ke depan. Bila fundamentalisme pasar semakin merajalela, maka kelompok ini akan semakin tumbuh. Mereka akan semakin resisten dan menjalankan gerakan-gerakannya.

Di Indonesia, gerakan ini belum mengakar dan belum menjadi ideologi yang besar seperti di Eropa. Anarkisme secara simbolik seringkali terkesan eksklusif karena stigma-stigma negatif sebagai perusak, tukang onar, dan rusuh. Itu yang membuat produksi pengetahuan mereka terlihat eksklusif.

Anarko Sindikalis berpijak pada ideologi pembebasan. Mereka membela buruh, kebebasan, persamaan, keadilan sosial, dan melawan kapitalisme atau pemilik modal. Mikhail Alexandrovich Bakunin merupakan satu dari pemikir anarkis terbaik asal Rusia. Bakunin memimpin kelompok anarkisme dalam pertemuan Asosiasi Buruh Internasional (Internasionale I) di London pada tahun 1864.

Makanya, A.B. Widyanta mengkritik langkah polisi yang berlebihan dalam menangani gerakan Anarko Sindikalis. “Phobia yang berlebihan. Polisi sangat represif pada peringatan Hari Buruh di Bandung,” kata dia.

Gerakan Anarko Sindikalis, kata dia, mendapat stigma atau cap mirip Komunisme. Phobia terhadap gerakan itu menurutnya seperti menciptakan hantu baru yang tidak perlu. Polisi seharusnya tidak gegabah menangani gerakan ini dan tidak menjadikan gerakan itu sebagai kambing hitam.  Kekerasan dan pemberangusan terhadap gerakan Anarko Sindikalis justru menggambarkan ketidakdewasaan dalam berdemokrasi.

Ihwal tuduhan gerakan itu merusak fasilitas umum, polisi seharusnya berhati-hati menyelidikinya dan tidak asal tuding. Polisi juga memperhatikan kondisi psikologis massa yang sedang melakukan aksi. Perusakan fasilitas umum misalnya bisa saja ditunggangi karena aktor dalam aksi itu jumlahnya banyak.

Jejak vandalisme massa berbaju hitam di dinding SLB di area kerusuhan Jalan Singaperbangsa, Bandung, Jumat, 3 Mei 2019. Kelompok massa yang mengenakan melakukan sejumlah tindakan yang memancing kerusuhan pada peringatan Hari Buruh di sejumlah daerah di Indonesia, seperti Bandung, Yogyakarta, Semarang, Makassar, Sumatera Utara, dan DKI Jakarta. TEMPO/Prima Mulia

Dia menjelaskan Anarko Sindikalis merupakan cabang dari aliran pemikiran anarkisme yang mengkritik ketimpangan kelas. Gerakannya nir-kekerasan, membela serikat buruh, persamaan, dan memperjuangkan keadilan sosial. Mereka mengusung pemenuhan hak buruh, hak hidup yang layak.

Gerakan itu melawan fundamentalisme pasar atau kapitalisme yang sangat masif di Indonesia. Idenya sama dengan yang diusung Marxisme. Dosen yang mengajar teori-teori sosiologi dan sosiologi lingkungan ini menyebutkan kerap berdiskusi dengan aktivis Anarko. Spirit perjuangan mereka adalah memperjuangkan buruh dan melawan kapitalisme global yang mendera berbagai lini kehidupan. “Gerakan pembebasan buruh menjadi ruh mereka,” kata dia.

Anggota gerakan Anarko Sindikalis, kata Widyanta, punya militansi melawan kapitalisme. Misalnya, industri yang merusak lingkungan hidup dan pelanggar Hak Asasi Manusia. Kebanyakan dari mereka terjun langsung dan punya pengalaman menghadapi konflik agraria atau penyerobotan tanah atas nama infrastruktur. Gerakan mereka mengajak orang berpikir tentang persoalan-persoalan sosial, misalnya pembangunan atas nama infrastruktur dan pariwisata.

Widyanta menuturkan setelah reformasi gerakan ini makin membesar seiring dengan semakin berkembangnya serikat buruh di Indonesia. Gerakan ini, kata dia seharusnya diberi ruang dan tidak disingkirkan.

Simak kelanjutannya: Blak-blakan Anggota Anarko Sindikalis

Tempo bertemu seorang anggota Anarko Sindikalis. Ia meminta identitasnya disamarkan. “Gerakan ini punya dasar yang sama dengan Marxisme, yakni menentang kapitalisme,” kata dia.

Menurut pria ini, gerakan Anarko Sindikalis mirip dengan aksi intifada di Palestina, yang menggunakan cadar dan juga mencoret-coret tempat umum. Gerakan mereka serupa dengan aksi mencoreti jalanan setelah kemerdekaan Republik Indonesia.

Anarko Sindikalis, kata dia, tidak selalu mencoret-coret tempat umum dalam setiap gerakannya. Cara mereka melawan kapitalisme bergantung pada target dan tujuannya.

Anarko biasanya punya target umum, yakni mengganggu fasilitas-fasilitas perusahaan kapitalis yang bermasalah dengan pemenuhan hak-hak buruh. Bisa juga mengganggu perusahaan multinasional yang merusak lingkungan di belahan dunia manapun, termasuk perusahaan yang punya jaringan dengan politikus yang merusak lingkungan.

Ihwal perusakan fasilitas umum, kata dia, masih menjadi perdebatan hebat di kalangan varian anarkis. Yang setuju dengan perusakan fasilitas umum punya argumentasi bahwa fasilitas yang dirusak itu belum milik umum, melainkan fasilitas milik kontraktor.

Fasilitas itu mengatasnamakan kepentingan umum, misalnya taman-taman kota yang hanya bisa diakses kalangan tertentu atau kalangan pemilik modal (borjuis). “Aksi-aksi itu jadi tradisi, termasuk pakaian hitam sebagai simbol saja,” kata dia.

Selama ini Anarko mendapatkan cap negatif karena ada upaya mendistorsi makna. Negara menggiring opini bahwa anarko merusak dan opini itu disebarkan melalui media massa. “Tujuan Anarko Sindikalis memang melenyapkan negara sehingga negara manapun pasti berupaya sekuat mungkin untuk membendung ide-ide mereka yang semakin membesar,” kata dia.

Seorang aktivis lainnya menyebutkan gerakan Anarko Sindikalis di Yogyakarta terhubung dengan Bandung. Gerakan Anarko Sindikalis tidak punya struktur organisasi dan pimpinan. Mereka bergerak secara kolektif atas kesadaran bersama untuk melawan kapitalisme.

Anak-anak muda tertarik bergabung dengan anarko sindikalis karena idenya tidak mau terikat dengan organisasi yang kaku. Secara kolektif gerakan ini mampu menyatukan anggotanya. “Cita-cita mereka masyarakat tanpa kelas dan struktur (birokrasi),” kata dia.

Di Yogyakarta gerakan Anarko Sindikalis masuk dalam aksi unjuk rasa menolak pembangunan Bandar Udara New Yogyakarta International Airport atau NYIA di simpang Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 1 Maret 2018. Mereka memblokade lalu lintas Jalan Solo-Yogyakarta, membakar pos polisi yang berada di persimpangan.

 

 




Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus