Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pemerintah Kota Depok sudah mengantongi izin untuk memanfaatkan TPPAS Lulut-Nambo.
Untuk membuang sampah ke TPPAS Lulut-Nambo, Pemerintah Kota Depok harus menyiapkan anggaran sekitar Rp 12 miliar per tahun.
Pemerintah mengimbau masyarakat agar mengolah sampah sejak dari rumah tangga.
DEPOK – Pemerintah Kota Depok sedikit bernapas lega setelah mengantongi izin untuk memanfaatkan Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Lulut-Nambo. Namun izin ini belum bisa menjadi solusi jangka panjang untuk mengatasi persoalan sampah di Kota Depok. “Sebab, anggaran yang dibutuhkan untuk mengirim sampah ke sana cukup besar,” kata Wakil Wali Kota Depok Imam Budi Hartono, awal pekan ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TPPAS Lulut-Nambo, kata Imam, hanya menyediakan kuota 350 ton sampah per hari untuk Kota Depok. Biaya yang harus dibayarkan Pemerintah Kota Depok sebesar Rp 137 ribu per ton sampah. “Jadi, kalau dihitung untuk satu tahun, anggaran yang dibutuhkan sekitar Rp 12 miliar,” kata Imam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat ini Pemerintah Kota Depok tidak memiliki pilihan karena sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cipayung sudah melebihi kapasitas. Bahkan pemerintah berencana menutup fasilitas itu. "Kami akan menjalankan program olah dan pilah sampah,” katanya. “Sampah plastiknya bisa dijual, (sampah) organik diolah jadi eco enzyme atau jadi maggot, semuanya jadi uang."
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Jawa Barat, Prima Mayaningtyas, mengatakan pembangunan TPPAS Lulut-Nambo sudah rampung. Pengoperasian fasilitas itu tinggal menunggu mesin pengolah sampah yang saat ini masih dalam proses pengiriman.
Prima memperkirakan, mesin pengolah sampah datang bulan depan dan pengoperasian TPPAS Lulut-Nambo bisa dimulai pada pertengahan Februari. Bukan hanya Kota Depok yang bisa mengirim sampah ke fasilitas tersebut. Kota dan Kabupaten Bogor serta Tangerang Selatan juga telah diizinkan. “Untuk tahap awal ini, kuotanya masih 40 persen,” kata dia.
Gerbang Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Regional Lulut-Nambo di Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, 24 Januari 2022. TEMPO/M.A MURTADHO
Kepala TPA Cipayung, Ardan Kurniawan, mengatakan sampah yang dikirim ke TPA Cipayung setiap hari mencapai 1.000 ton. Jika kuota yang disediakan di TPPAS Lulut-Nambo hanya 350 ton, berarti masih ada sekitar 600-700 ton sampah yang belum tertangani. “Pasti larinya ke sini lagi (TPA Cipayung),” kata dia.
Di TPA Cipayung, kata Ardan, belum ada teknologi yang diterapkan untuk mengolah gunungan sampah. Jadi, selama puluhan tahun, sampah yang masuk ke TPA Cipayung hanya ditumpuk dan dipadatkan. Akibatnya, tumpukan sampah itu sudah menjadi bukit yang tingginya mencapai 25 meter.
Menurut Ardan, tahun ini Pemerintah Kota Depok akan secara khusus membahas kebijakan tentang pengolahan sampah di TPA Cipayung. Kebijakan itu termasuk rencana penggunaan teknologi pengolahan sampah. “Tingginya biaya menjadi kendala utama,” katanya. “Sehingga diperlukan kerja sama dengan pihak lain dan kerja sama itu membutuhkan regulasi pendukung.”
Pemerintah kota sebelumnya telah mencanangkan Depok menjadi kota zero waste pada 2024. Untuk mencapai tujuan itu, pemerintah kota mendorong masyarakat mulai memilah dan mengolah sampah sejak dari rumah tangga. "Target tahun 2022, seluruh RW di Depok telah membentuk bank sampah untuk mendukung zero waste city 2024," ujar Wakil Wali Kota Imam Budi. “Sampah harus habis di hulu (rumah tangga).”
Pengolahan sampah di lingkungan warga sudah dilakukan oleh komunitas Bank Sampah Induk Rumah Harum yang berada di Kelurahan Mekar Jaya, Kecamatan Sukmajaya. Komunitas ini aktif memberikan pelatihan kepada masyarakat untuk mengolah sampah menjadi produk-produk yang memiliki nilai ekonomi.
Ketua Bank Sampah Induk Rumah Harum, Hermansyah, mengatakan baru-baru ini mereka menggelar pelatihan pembuatan eco enzyme di Kecamatan Cilodong. Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan eco enzyme adalah sampah organik rumah tangga. “Peserta pelatihan dibekali pengetahuan tentang pengolahan sampah, dari pemilihan bahan hingga cara pengolahannya,” katanya. “Banyak manfaat yang didapat dari eco enzyme ini."
Hermansyah mengatakan, pembuatan eco enzyme sangat sederhana dan murah. Ia optimistis, jika setiap rumah tangga bisa mengelola limbah dengan benar, persoalan sampah di kota bisa diatasi.
ADE RIDWAN YANDWIPUTRA (DEPOK) | AHMAD FIKRI (BANDUNG) | ANT
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo