Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Muncul satu nama baru kandidat penjabat Gubernur DKI Jakarta.
Kementerian Dalam Negeri masih menjaring nama yang diusulkan sejumlah kementerian dan lembaga.
Posisi penjabat gubernur rentan disisipi kepentingan politik.
JAKARTA – Tiga nama mencuat sebagai calon penjabat Gubernur DKI Jakarta untuk menggantikan Gubernur Anies Baswedan yang akan selesai masa jabatannya pada Oktober mendatang. Tiga nama tersebut adalah Heru Budi Hartono, Marullah Matali, dan Juri Ardiantoro.
Heru saat ini menjabat Kepala Sekretaris Presiden. Marullah menduduki posisi sebagai Sekretaris Daerah Jakarta. Adapun Juri menjalankan tugas sebagai Deputi IV Kepala Staf Kepresidenan Bidang Informasi dan Komunikasi Politik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tiga nama tersebut dimunculkan oleh sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jakarta. Mulanya, nama Heru dan Marullah yang pertama kali dimunculkan sebagai kandidat. Ketua Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan di DPRD, Gembong Warsono, pernah mendukung dua nama itu untuk menjalankan tugas gubernur.
Paling anyar, nama Juri Ardiantoro disebut oleh Wakil Ketua DPRD Zita Anjani. Politikus Partai Amanat Nasional itu yakin Juri layak memimpin Jakarta hingga pemilihan umum serentak 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Juri Ardiantoro. TEMPO/Imam Sukamto
Presiden Joko Widodo memberikan mandat kepada Kementerian Dalam Negeri untuk menyiapkan penjabat sementara yang akan menjalankan tugas sejumlah kepala daerah. Berdasarkan catatan Kementerian Dalam Negeri, tahun ini ada tujuh gubernur yang habis masa jabatannya, termasuk Gubernur Anies Baswedan. Adapun untuk kepala daerah tingkat dua, ada 76 bupati dan 18 wali kota.
Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri, Benny Irwan, mengatakan pengangkatan penjabat gubernur diatur dalam Pasal 201 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. Masih merujuk pada peraturan itu, Benny menyebutkan penjabat gubernur berasal dari pejabat pimpinan tinggi madya atau pejabat setingkat eselon 1.
Benny mengatakan Kementerian Dalam Negeri tengah menjaring sejumlah nama calon yang memenuhi persyaratan sebagai penjabat gubernur, termasuk untuk DKI Jakarta. Adapun nama-nama kandidat diusulkan oleh berbagai pihak, seperti kementerian, lembaga negara, dan lembaga masyarakat.
Marullah Matali. Dok Tempo/Dhemas Reviyanto Atmodjo
Selanjutnya, usulan nama yang masuk akan diverifikasi oleh tim Kementerian Dalam Negeri. Kemudian tim akan menggali profil nama yang masuk tersebut sesuai dengan kriteria, persyaratan, dan ketentuan lain.
Berikutnya, sidang tim penilai akhir akan mengerucutkan para calon menjadi tiga orang. Kemudian nama ketiga kandidat akan diserahkan kepada Presiden Joko Widodo untuk ditetapkan satu di antaranya. "Proses masih berlangsung dan beberapa nama yang kita ketahui sudah mulai mengemuka di publik," kata Benny kepada Tempo, kemarin.
Benny tidak bersedia berkomentar tentang Heru Budi Hartono, Marullah Matali, dan Juri Ardiantoro yang disebut-sebut menjadi calon kuat penjabat Gubernur Jakarta. Benny menegaskan, penjaringan untuk posisi penjabat Gubernur Jakarta masih dalam tahap penjaringan. “Belum sampai tahap verifikasi dan pendalaman profil,” katanya. "Masih ada waktu untuk mempersiapkan segala sesuatu dengan baik."
Pakar politik dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno, menilai pemilihan penjabat gubernur jauh dari kata transparan, demokratis, dan akuntabel. Masyarakat tak pernah dilibatkan dalam penjaringan calon yang akan diserahkan kepada Presiden Jokowi. "Jangankan dimintai pendapat, dikasih tahu siapa calonnya saja tidak," kata dia.
Padahal tidak ada salahnya jika Kementerian Dalam Negeri mengumumkan nama-nama calon. Dengan demikian, masyarakat bisa ikut menggali profil mereka. Pada gilirannya, masyarakat secara tidak langsung ikut memverifikasi sehingga diharapkan calon yang terpilih nanti adalah yang terbaik.
Khusus untuk DKI Jakarta, kata Adi, muncul dua nama calon yang berasal dari lingkaran Istana, yakni Heru Budi Hartono dan Juri Ardiantoro. Jika memang benar mereka dicalonkan, ia khawatir penunjukan penjabat gubernur rentan disisipi kepentingan politik. Khususnya oleh pihak-pihak yang punya kepentingan politik dalam Pemilu 2024. "Takutnya jadi bagian mesin politik suatu kelompok,” katanya. “Meski menurut aturan pj gubernur tidak boleh berpolitik, tak ada jaminan nantinya."
Kekhawatiran serupa disampaikan pakar politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komaruddin. Ia mencium aroma kepentingan politik dalam penetapan penjabat Gubernur Jakarta, baik yang berkaitan dengan pemilu maupun pilkada Jakarta. "Diakui atau tidak, bisa saja (penjabat gubernur) menjadi alat untuk keberpihakan kepada calon atau partai tertentu," kata dia.
Jika hal tersebut terjadi, masyarakat yang menjadi korban. Sebab, selain menjadi korban praktik politik, masyarakat gagal mendapatkan penjabat gubernur yang berkualitas untuk dijadikan pemimpin sementara.
Adapun Benny Irwan membantah pandangan kekhawatiran pengaturan penunjukan penjabat Gubernur DKI Jakarta. Menurut dia, Kementerian Dalam Negeri berkomitmen bahwa penjaringan calon penjabat kepala daerah ini sesuai dengan regulasi. "Tidak hanya untuk DKI, tapi juga untuk provinsi lainnya," kata dia.
Heru Budi Hartono tidak bersedia berkomentar tentang namanya yang muncul sebagai calon penjabat Gubernur Jakarta. "Aduh, belum kepikiran ke arah sana," kata Heru. Dia menilai banyak figur yang lebih layak mengisi posisi itu dibanding dirinya.
Heru pernah menduduki sejumlah posisi pemimpin di lingkungan pemerintahan DKI Jakarta. Di antaranya Wali Kota Jakarta Utara dan Kepala Badan Pengelolaan Aset Daerah Jakarta.
Adapun Marullah dan Juri tidak menjawab permintaan wawancara dari Tempo. Marullah sejatinya bukan nama asing di DKI Jakarta. Pria berusia 56 tahun itu pernah menjabat Wali Kota Jakarta Selatan dan saat ini dipercaya menjadi Sekretaris Daerah DKI.
Adapun Juri pernah bertugas sebagai anggota dan Ketua Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta. Setelah itu, ia naik menjadi komisioner KPU sebelum mengisi jabatan sebagai salah satu deputi di Kantor Staf Presiden.
INDRA WIJAYA | M. JULNIS FIRMANSYAH
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo