Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BAGI Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Sugiharto, akhir pekan adalah waktu santai bersama keluarga. Tapi, menjelang pengumuman formasi baru kabinet Indonesia Bersatu, akhir pekan kemarin ia putuskan untuk masuk kantor. Rencana pelesir bersama keluarga ke Bali terpaksa batal.
Di kantornya, Sugi sudah menyiapkan ”kesibukan” lain. Apa yang akan dia lakukan? Membereskan dan merapikan berkas yang menumpuk di ruang kerjanya. ”Jadi, kalau dia benar-benar diganti, semua sudah siap,” kata orang dekatnya. Pendek kata, satu kaki Sugiharto sudah di luar pintu, siap pergi.
Sugiharto, 52 tahun, mantan Direktur Keuangan PT Medco Energi Internasional, memang sudah santer disebut sebagai salah satu menteri yang akan masuk kotak. Pertemuan para ketua fraksi Dewan Perwakilan Rakyat di Hotel Ritz-Carlton, Jakarta, Rabu lalu, bahkan terang-terangan mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tak ragu-ragu mencabut mandat anggota dewan pakar Partai Persatuan Pembangunan itu.
”Kalau didesak secara politik begini, Pak Sugi angkat tangan,” kata seorang penasihat kepercayaannya kepada Tempo, akhir pekan lalu. Menteri bertubuh tambun yang mengelola aset perusahaan negara bernilai Rp 1.361 triliun itu rupanya sadar benar bahwa dukungan partai politik untuknya nyaris nol. ”Dicoret-tidaknya hanya tergantung Presiden,” kata sumber itu lagi.
Tidak semua menteri sepasrah Sugiharto. Rata-rata semua anggota kabinet yang namanya disebut-sebut bakal diganti atau dirotasi mengerjakan tugasnya seperti biasa, sepanjang pekan lalu.
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Taufik Effendy, misalnya. Sepanjang Jumat pekan lalu Taufik, 66 tahun, tidak meninggalkan kantor sama sekali. Kepada Tempo yang menempelnya seharian, Taufik mengaku sama sekali tidak khawatir bakal diganti. ”Semua ada di tangan Presiden,” kata purnawirawan polisi ini ringan.
Hari itu kegiatan pertama Taufik adalah melantik sejumlah pejabat eselon satu di kementeriannya. Lalu, tengah hari, Taufiq turun ke ruang serba guna kantornya dan berbaur dengan ratusan pegawai—dari petugas keamanan sampai direktur jenderal—untuk makan siang bersama. Perpisahan? ”Bukan, ini memang jadwal rutin mingguan Pak Menteri,” kata seorang staf sembari tersenyum.
Tensi politik memang sedang tinggi-tingginya. Ketika istri Menteri Perhubungan Hatta Rajasa mampir ke kantor suaminya pada Jumat pekan lalu, langsung beredar kabar dia datang untuk membantu Hatta berkemas pergi. Apalagi hari itu Hatta, yang mengaku bosan menjawab pertanyaan tentang kabar pergantian dirinya, sempat kucing-kucingan dengan wartawan. ”Kok, reshuffle terus yang ditulis,” katanya kepada belasan jurnalis di kantornya.
Rumor tentang kondisi kesehatan juga jadi gunjingan serius. Sejak Menteri Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra, dua pekan lalu, mengutip pernyataan Wakil Presiden Jusuf Kalla ihwal 13 menteri yang sakit—8 di antaranya sakit jantung—spekulasi tentang menteri mana yang dimaksud, mendadak marak di media massa. ”Banyak yang kondisinya kini sudah membaik, kecuali Pak Ma’ruf,” kata Jusuf Kalla kepada Tempo. Yang dimaksud Kalla adalah Menteri Dalam Negeri Muhammad Ma’ruf.
Sugiharto, yang disebut-sebut pernah menderita serangan jantung, menampik kabar itu. ”Dia hanya kegemukan dan diminta dokter agar lebih sering bermain tenis,” kata sumber Tempo, orang kepercayaan sang menteri. Taufik Effendy juga diterpa isu serupa. ”Saya tidak pernah sakit jantung, cuma nyeri otot,” kata Taufik sambil memijat-mijat tangannya sendiri.
Yang paling sewot diterpa kabar burung ini adalah Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono. Pada awal pekan lalu, putra sulungnya, Vishnu Juwono, mengirim surat pembaca ke berbagai media. Ia membantah berita bahwa ayahnya pernah terserang stroke dua kali selama menjadi anggota kabinet Yudhoyono. ”Itu menyesatkan dan tidak berdasar sama sekali,” tulis Vishnu.
Kabar tentang penyakit stroke Juwono memang selalu muncul menjelang perombakan kabinet. Pada Oktober 2005, sesaat sebelum Presiden mengumumkan perombakan kabinet jilid satu, Juwono bahkan diisukan sudah mengundurkan diri dengan alasan kesehatan. ”Sebaiknya budaya menyebarkan berita yang menyesatkan seperti ini dihentikan,” kata Vishnu lagi.
Juwono sebenarnya tak pernah membantah bahwa dirinya pernah terserang stroke ringan. Tapi itu terjadi ketika dia menjabat Menteri Pertahanan dalam kabinet Presiden Abdurrahman Wahid, tujuh tahun lalu. Selain itu, ”Stroke itu karena saya kurang berolahraga, bukan karena stres,” kata Juwono dalam sebuah diskusi di kantor berita Antara, Juni 2000. Berkali-kali mantan Duta Besar Indonesia di Inggris itu menegaskan bahwa stroke ringan itu tidak berdampak pada kinerjanya.
Satu-satunya menteri yang bisa dipastikan benar-benar sedang sakit adalah Menteri Dalam Negeri Letnan Jenderal (Purn) Muhammad Ma’ruf. Pada akhir Maret lalu, dia terkena serangan jantung dan stroke, sehingga harus menginap di rumah sakit. Ia pernah dilarikan untuk berobat sampai ke Rumah Sakit Mt. Elizabeth di Singapura. Karena membutuhkan waktu penyembuhan yang cukup panjang, Ma’ruf hampir pasti diganti.
Kabar itu selaras dengan kesibukan di rumah dinasnya di kompleks kediaman menteri Widya Chandra, Jakarta Selatan. Dalam sepekan terakhir, sebuah truk pick-up bolak-balik mengangkut barang dari rumah berhalaman asri itu. ”Keluarga Pak Menteri juga tak tampak lagi,” kata seorang petugas keamanan di kompleks perumahan itu.
Spekulasi tentang siapa saja menteri yang akan diganti makin memuncak setelah instruksi Presiden agar para menteri tidak meninggalkan Jakarta bocor ke publik. Mereka harus siaga kalau dipanggil sewaktu-waktu oleh Presiden Yudhoyono—bisa diminta menghadap ke Istana atau di rumah pribadinya di Cikeas. Presiden dan Wakil Presiden khusus mengosongkan acara pada akhir pekan lalu. ”Acaranya intern, keduanya direncanakan bertemu di Istana untuk berembuk,” kata petugas protokol.
Tak ayal, sejumlah menteri yang tidak ada di Ibu Kota disebut-sebut bakal lolos dari rencana perombakan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati malah terbang ke Kyoto, Jepang. Ia menghadiri konferensi tahunan Bank Pembangunan Asia. Banyak kalangan dekat Istana yang membisikkan bahwa posisi Bu Menteri aman.
Sedangkan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Hamid Awaludin yang ada di Sumatera Utara, pekan lalu, meninggalkan Jakarta karena agendanya di Medan sudah dirancang lama. Apalagi, ”Asumsi saya, pagi hingga siang ini, saya tidak dipanggil Presiden.”
Wahyu Dhyatmika, Sunariah, Wahyudin Fahmi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo