Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Arsip

Berita Tempo Plus

Petik Untung di Tengah Panik

Pelayanan rapid test bermunculan di berbagai tempat. Buntut dari minimnya pemeriksaan oleh pemerintah.

9 Mei 2020 | 00.00 WIB

Petugas Rumah Sakit Primaya sedang memproses rapid test Covid-19. TEMPO/Husein Abry
Perbesar
Petugas Rumah Sakit Primaya sedang memproses rapid test Covid-19. TEMPO/Husein Abry

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Ringkasan Berita

  • Sejumlah rumah sakit dan aplikasi kesehatan menyediakan pelayanan rapid test corona.

  • Biaya yang ditawarkan ratusan ribu hingga jutaan rupiah.

  • Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tidak merekomendasikan rapid test.

BEGITU jarum suntik masuk ke sela-sela jari tangannya pada Jumat siang, 8 Mei lalu, Juanda Septiana memejamkan mata. Dari nadi vena pria 32 tahun itu, petugas kesehatan Rumah Sakit Primaya Tangerang, Banten, mengambil darah. Tak sampai setengah menit, proses pengambilan darah untuk uji cepat mendeteksi virus corona itu selesai.

Juanda mengikuti uji cepat karena PT Varley Indonesia, perusahaan perbaikan katup tempat dia bekerja, mengadakan tes massal secara gratis bagi semua pegawainya. “Kalau bayar sendiri, pikir-pikir banget dalam kondisi seperti ini,” ujarnya. Seusai uji cepat dengan sistem drive thru di lobi rumah sakit itu, Juanda mendapat satu lembar kuitansi putih dengan keterangan biaya tes cepat sebesar Rp 299 ribu.

Ratu—bukan nama sebenarnya—juga mengikuti uji cepat atau rapid test di rumah sakit yang awalnya bernama Awal Bros itu. Ia menentukan pilihan setelah mengamati tawaran rapid test di berbagai rumah sakit. Menurut dia, biaya pengujian di rumah sakit itu tidak terlalu mahal dan pemeriksaan darahnya tidak dengan pengambilan dari ujung jari seperti pengetesan golongan darah. “Katanya, ini bisa meningkatkan akurasi,” ujarnya.

Darah Juanda dan Ratu ini ditampung di dalam tabung kecil dan didiamkan selama satu jam. Setelah itu, semua tabung darah dibawa ke laboratorium di lantai dua rumah sakit dan dimasukkan ke mesin sentrifugasi untuk memisahkan serum dan plasma. Darah Juanda dan Ratu belum dimasukkan ke mesin itu. Selama 15 menit, 30 tabung yang tertampung di mesin itu diputar, lalu didiamkan sekitar 10 menit. Setelah itu, darah yang warnanya berubah menjadi putih tersebut dimasukkan ke alat uji cepat merek VivaDiag.

Alat rapid test VivaDiag sempat menjadi persoalan dalam pengujian massal di Banjar Serokadan, Kabupaten Bangli, Bali, pada akhir April lalu. Saat itu, 443 warga Serokadan dinyatakan positif corona. Namun, setelah melalui uji usap, hanya satu orang dinyatakan positif. Kepala Pemasaran Rumah Sakit Primaya Deassy Putriyani Tambun mengatakan alat uji cepat yang dipakai di rumah sakitnya sudah mendapat rekomendasi dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.

Menurut Deassy, sejak program rapid test dibuka di rumah sakitnya pada 11 April lalu, sudah ada 1.500 orang yang melakukan pemeriksaan. Rumah Sakit Primaya juga menyediakan jasa tes di rumah dengan biaya mulai Rp 549 ribu hingga sekitar Rp 1 juta. Sedangkan untuk pengujian polymerase chain reaction (PCR) melalui metode swab, dibutuhkan biaya Rp 2,3 juta. Hasil pemeriksaan itu pun diserahkan ke Dinas Kesehatan Kota Tangerang. “Ada beberapa orang yang positif setelah swab,” katanya.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Tangerang Liza Puspa Dewi mengaku menerima laporan dari setiap rumah sakit yang membuka pelayanan pengecekan Covid-19. Namun, menurut dia, yang dilaporkan adalah hasil pemeriksaan PCR, bukan dari hasil uji cepat. “PCR untuk penunjang diagnosis,” ujarnya.

Sekretaris Jenderal Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Adib Khumaidi mengatakan rapid test dengan serum darah memang lebih baik dibanding pengambilan darah dari jari. Tapi IDI tidak menyarankan penggunaan uji cepat untuk menentukan seseorang terkena corona. Yang paling akurat, kata Adib, adalah tes swab melalui hidung atau tenggorokan. “Rapid test hanya untuk screening,” ujarnya.

Selain di rumah sakit, pelayanan jasa uji cepat dibuka perusahaan rintisan yang bergerak di bidang medis. Misalnya SehatQ dan Halodoc. Kepala Komunikasi SehatQ Aniela Maria mengatakan pelayanan rapid test dibuka baik secara drive thru maupun di klinik SehatQ. Untuk drive thru, SehatQ membanderol harga Rp 295 ribu, sedangkan untuk pengujian di klinik mulai Rp 350 ribu, termasuk pemindaian paru-paru dan tes darah. Dalam sehari, SehatQ bisa melayani 100 pasien. Hasil tes pasien yang positif dilaporkan ke dinas kesehatan ataupun Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.

Vice President Marketing Halodoc Felicia Kawilarang mengatakan perusahaannya telah bekerja sama dengan 20 rumah sakit di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi untuk pelayanan rapid test dan swab test. Biayanya pun beragam, mulai Rp 295 ribu hingga Rp 1,6 juta, sesuai dengan rumah sakit ataupun paket yang dipilih.

Aniela Maria menyebutkan pelayanan uji cepat itu diadakan untuk memudahkan masyarakat yang ingin mengetahui tubuhnya terjangkit corona atau tidak. Apalagi, kata dia, banyak orang mencoba mengambil keuntungan dari uji cepat. “Lihat saja penjualan peralatan rapid test di marketplace,” ujar Aniela.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Hussein Abri

Bergabung dengan Tempo sejak April 2014, lulusan Universitas Pasundan, Bandung, ini banyak meliput isu politik dan keamanan. Reportasenya ke kamp pengungsian dan tahanan ISIS di Irak dan Suriah pada 2019 dimuat sebagai laporan utama majalah Tempo bertajuk Para Pengejar Mimpi ISIS.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus