Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Berkat Bantuan 'Kung Fu Panda'

Indonesia berencana membeli 100 ribu barel minyak dari Angola. Ada tangan Surya Paloh dan kongsinya dari Cina, Sam Pa.

24 November 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MALAM setelah hiruk-pikuk pelantikannya sebagai Presiden Indonesia ketujuh usai, Joko Widodo langsung menugasi Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Hanung Budya mengirim surat ke pemerintah Angola. Isinya berupa undangan untuk segera datang ke Jakarta membahas kerja sama impor minyak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dua hari kemudian, Wakil Presiden Angola yang juga bos perusahaan minyak Angola, Sonangol, Manuel Domingos Vicente, tiba di Tanah Air. Beserta rombongannya, ia menemui Presiden Jokowi di Istana Merdeka pada 31 Oktober lalu. "Siang itu mereka langsung menandatangani nota kesepahaman kerja sama," ujar Rerie L. Moerdijat, Deputy Chairman Media Group, yang terlibat aktif dalam proses kerja sama ini, kepada Tempo, Kamis pekan lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kerja sama ini merupakan perjanjian bilateral pertama yang diteken Jokowi sebagai presiden. Prosesnya tampak kilat karena penandatanganan berlangsung pada hari keempat ia menduduki jabatan barunya. Tapi sebenarnya tak sesingkat itu.

Rerie mengungkapkan, kerja sama itu sudah digagas sejak Agustus lalu. Saat itu, Jokowi baru saja pulang dari Bali. Di sana, ia bertemu dengan Susilo Bambang Yudhoyono untuk membahas transisi kepemimpinan nasional sekaligus mendiskusikan masalah bahan bakar minyak bersubsidi. Saat itu, Jokowi berharap harga BBM bersubsidi bisa dinaikkan untuk membantu pemerintahannya.

Sayang, harapannya pupus. Pemerintah Yudhoyono tak mau menaikkan harga BBM. Akhirnya, Jokowi memanggil Tim Transisi dan beberapa rekan koalisi yang menguasai masalah ekonomi untuk membuat kajian tentang subsidi BBM dan anggaran negara. Hadir di antara para undangan itu Ketua Umum Partai Nasional Demokrat Surya Paloh dan politikus NasDem yang juga pengusaha properti, Enggartiasto Lukita.

Mereka berkumpul di Rumah Transisi, menghitung risiko anggaran jika harga BBM tidak dinaikkan. Diskusi berkembang bahwa untuk melakukan penghematan, salah satu solusi yang dikaji adalah memperbaiki mekanisme impor minyak. "Nah, Pak Surya bilang dia punya kenalan untuk impor minyak dari Angola," kata Rerie.

Surya membenarkan pernyataan tangan kanannya itu. Ia mengusulkan kepada Jokowi agar menjajaki impor minyak secara langsung dari Angola. Dalam hal ini melalui perusahaan minyak pelat merah negara itu, Sonangol EP. "Niatnya baik, ini untuk kepentingan nasional," ujar Surya ketika dijumpai di markas besar Partai NasDem, Kamis pekan lalu.

Di depan Jokowi, ia menceritakan kondisi perminyakan di Angola, yang sangat berlimpah, dan potensi untuk mendapatkan minyak murah dari negara yang berada di barat daya Benua Afrika itu. Surya pun berusaha meyakinkan Jokowi bahwa kerja sama langsung dengan Angola sangat mungkin terjadi dengan meminta bantuan sahabat lamanya yang ada di Cina, Sam Pa.

Sam Pa adalah konglomerat Cina ternama. Karena karakternya yang lincah dan suka bercanda, orang di sekitar Surya biasa menjuluki dia dengan nama Kung Fu Panda. Tapi tidak begitu bagi media-media Barat. Alih-alih dikenal sebagai orang yang lucu seperti tokoh kartun, Sam Pa justru memiliki citra negatif karena rekam jejak dan kontroversi bisnisnya serta kiprahnya dalam perpolitikan di sejumlah negara Afrika.

Menurut Rerie, Presiden Jokowi sudah mengetahui hal tersebut. Ia bahkan mengaku membawa semua dokumen dan pemberitaan tentang Sam Pa langsung ke hadapan Jokowi untuk dibaca dan dipertimbangkan. Pandangan dunia internasional menjadi risiko jika diputuskan tetap menjalin kerja sama ini. "Pak Jokowi menjawab tidak takut. Siapa pun yang mau membantu bisa diterima selama tidak ada hanky-panky," ujar Rerie menirukan ucapan Jokowi.

Sam Pa, kata Surya, memang dibutuhkan sebagai jembatan dengan Sonangol. Sebab, merayu perusahaan minyak asal Afrika dengan produksi 1,8 juta barel per hari itu bukan perkara mudah. Dulu, Surya bercerita, Pertamina pernah menjajal bermitra dengan mereka. Karen Agustiawan, yang saat itu masih menjabat direktur utama, sampai harus terbang ke London, Inggris, untuk bisa bertemu dengan Vicente, tapi tak berhasil.

Melalui Sam Pa, tak ada alasan bagi Sonangol untuk menolak. Sebab, Sam Pa memiliki saham sebanyak 70 persen di China Sonangol, anak usaha Sonangol EP di Cina. Perusahaan ini juga memiliki konsesi di Angola, yang dikenal dengan Blok 18, yang memproduksi 18 ribu barel per hari.

Sam Pa menyambut permintaan Surya Paloh untuk menghubungi Sonangol. Seperti yang diperkirakan, Sonangol menerima tawaran yang diajukan Sam Pa buat bermitra dengan Indonesia.

Untuk memuluskan kerja sama, Surya mengatur waktu buat mempertemukan Jokowi langsung dengan Sam Pa. Pertemuan pertama berlangsung di rumah dinas Jokowi. Saat itu Jokowi masih belum dilantik menjadi presiden.

Enggartiasto Lukita, yang juga banyak terlibat dalam proses kerja sama ini, menuturkan, hingga saat ini, Sam Pa dan Jokowi sudah bertemu beberapa kali. Dua pertemuan di antaranya berlangsung di Istana.

Ia datang berturut-turut selama dua hari ke Istana, pada 30 dan 31 Oktober lalu. Pertemuan sebelumnya untuk rapat pengantar sebelum Presiden Jokowi bertemu dengan Vicente keesokan harinya. Pertemuan kedua berlangsung setelah penandatanganan dengan Angola. Saat itu, Sam Pa juga dipertemukan oleh Jokowi dengan beberapa menteri di sektor perekonomian. "Itu berlangsung sampai empat jam," kata Enggartiasto, yang juga ikut pertemuan tersebut.

l l l

PADA 3 November lalu, giliran Sudirman Said menjadi tuan rumah. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral ini mempertemukan Francisco de Lemos Jose Maria selaku Direktur Utama Sonangol EP dan Muhammad Husen, yang menjabat Pelaksana Tugas Direktur Utama PT Pertamina (Persero).

Pertemuan dua perusahaan pelat merah ini merupakan tindak lanjut tanda tangan Jokowi dan Wakil Presiden Angola, Jumat sebelumnya. Melalui pertemuan kali ini, perjanjian kedua negara lebih dirincikan dalam bentuk framework agreement. Isinya sebatas perjanjian untuk duduk bersama dan membuat kajian serta hitungan untuk transaksi bisnis ini.

Surya Paloh menjamin, jika transaksi ini terealisasi, negara bisa menghemat hingga Rp 15 triliun per tahun. "Kami tidak mengambil untung satu peser pun, murni buat negara," kata Surya. Namun seorang pejabat di lingkungan Kementerian Energi ragu terhadap hal tersebut. Sebab, transaksi tidak langsung dilakukan secara bisnis di antara dua perusahaan minyak negara. "Pertamina lewat Petral, Sonangol juga lewat perusahaan trading-nya di Cina itu," ujarnya.

Awalnya, Indonesia yang dijanjikan mengikat kontrak sebesar 100 ribu barel per hari dengan Sonangol akan mendapat harga minyak di bawah harga pasar US$ 10-15 per barel. Tapi, karena minyak masuk dari China Sonangol, potongan harga yang didapat hanya sekitar US$ 6.

Surya membantah hal tersebut. Ia menegaskan, dari pihak Sonangol sama sekali tidak ada trader yang terlibat. Menurut dia, Sam Pa memiliki niat serupa dengannya yang ingin membantu Indonesia.

Enggartiasto menambahkan, peran Sam Pa dalam transaksi ini murni sebagai jembatan komunikasi. China Sonangol juga bukan trader. Potongan harga tersisa US$ 6 yang bisa diterima Indonesia karena ada biaya lifting, refinery, dan transportasi yang ditanggung Sonangol agar minyak sampai ke negeri ini. "Murni kondisi pengangkutan. Kalau bisa lebih efisien pasti langsung kami beri ke negara," katanya.

Sedangkan Husen tidak menampik soal peran Petral dalam transaksi ini. "Memang harus lewat sana untuk pembelian minyak. Pekan ini kami kirim dua direktur untuk menindaklanjuti," ujarnya.

Kardaya Warnika, anggota Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat dari Gerindra, khawatir terhadap keterlibatan Petral dalam kerja sama ini. Ia memperkirakan masuknya Petral justru membuat perjanjian ini tak kunjung terealisasi. "Sebenarnya tak usah pakai trader juga bisa. Kalau Petral terlibat, pasti ada fee lagi dan bakal menghambat," kata bekas Ketua BP Migas ini.

Menteri Sudirman menegaskan akan mengawal dan mengawasi transaksi impor itu, meskipun proyek ini merupakan perintah langsung dari Presiden. Tidak jadi masalah baginya siapa yang ada di belakang dan mengusulkan impor ini. "Yang penting sesuai dengan aturan dan ada due diligence," ujarnya.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Gustidha Budiartie dan Ayu Prima Sandi berkontribusi dalam penulisan artikel ini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus