ADA hujan batu di Palembang. Tepatnya, di RT 51 Daerah Puncak Harapan, Sekip Ujung. Hujan itu terjadi hampir tiap malam, dari magrib sampai subuh, selama bulan Juni sampai akhir Oktober -- ketika laporan ini dikirimkan. Tang, teng, tang! Begitulah bunyinya, karena yang jatuh betul-betul batu. Yang ketimpa hujan, uniknya, hanya satu rumah, milik keluarga Alijagat. Pada awalnya warga setempat sudah mengepung rumah itu, siapa tahu bisa menangkap yang bikin hujan. "Tapi pelakunya tetap saja tak ketahuan," ujar adik Ali, sebut saja Iskandar. Berita itu lalu menyebar. Dan warga Kota Palembang pun setiap petang berduyun-duyun datang ke rumah Ali. Ratusan orang setiap malam bergadang di sekitar rumah itu, penasaran ingin tahu siapa sebenarnya yang melemparkan batu-batu itu ke rumah Ali. Di akhir Oktober lalu, jumlah orang yang datang semakin banyak. "Tiap malam hampir seribu orang berkumpul di sekitar rumah itu," kata Komarudin, Ketua RT 51 di Sekip Ujung, yang merasa kewalahan mengatur penonton yang bergantian datang. Ditonton banyak orang begitu, lemparan batu tak pernah henti. Kata Komarudin "Bahkan waktu petugas berada di dalam rumah, batu tetap menimprung ke atap rumah." Tak cuma batu, kejadian lain di sekitar rumah itu juga aneh-aneh. Misalnya, "Pot bunga sering berpindah tempat. Yang lebih parah, pagar kawat berduri di sekitar rumah terpotong bagai putus kena gunting," tambah Komarudin. Polisi pernah mencurigai Sulaiman. Ia mondok di rumah Hamid, tetangga Ali. Soalnya, Sulaiman pernah melempar-lempar batu secara iseng. Tapi ia tidak mengarahkan ke rumah Ali. Lagi pula, Ali sendiri mengakui tak ada persoalan dengan Sulaiman. Walau begitu, karena tak kuat menahan "beban mental" dan selalu merasa dicurigai, Hamid dan Sulaiman pindah rumah. Toh, hujan batu masih tetap berlangsung. Ali pun akhirnya menjauh juga dari rumah itu. Ia tinggal di rumah familinya. Ia tak tahan diteror berkepanjangan, oleh batu-batu yang dilempar tangan tersembunyi. Menurut Komarudin, setelah dianalisa gangguan misterius itu datangnya dari kuburan yang jaraknya hanya 6 meter dari rumah Ali. "Sudah tujuh dukun naik ke atas atap, tapi tetap saja belum berhasil menemukan dan mengusir si pelempar batu," katanya. Usaha lain mengusir setan -- kalau benar dia si pelempar batu -- di rumah itu ditempeli secarik kata-kata bertulisan Arab. "Juga belum ada hasil," kata Komarudin. Rupanya, itu jenis setan yang tak bisa bahasa Arab. Sejak berlangsung hujan batu, terkumpul dua karung pecahan genteng, koral, dan batu-batu kecil. Misteri lain menyusul. "Satu karung batu, yang hendak diangkut oleh petugas untuk diselidiki, tiba-tiba berpindah tempat," kata Komarudin. Sampai sekarang, rumah itu tetap dipadati pengunjung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini