Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Halte transjakarta dirusak seusai demo.
Kelompok remaja dan pemuda berpakaian gelap melakukan perusakan.
Mahasiswa dan buruh tak mengenal kelompok itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Halte Transjakarta Bank Indonesia mungkin menjadi salah satu korban awal dalam kericuhan setelah demonstrasi penolakan Undang-Undang Cipta Kerja pada Kamis, 8 Oktober lalu. Berdasarkan rekaman CCTV yang diperoleh Tempo dari sumber, pemberhentian bus itu menjadi tumpahan amarah massa setelah dipukul mundur polisi dari Patung Kuda pada pukul 15.54.
Patung Kuda merupakan titik kumpul pengunjuk rasa yang hendak menyampaikan aspirasi ke Istana Merdeka. Polisi membuat barikade persimpangan di sudut barat daya Monumen Nasional itu. Jaraknya kurang dari 1 kilometer di selatan Istana. Halte Bank Indonesia berselang 250 meter di selatan Patung Kuda.
Awalnya, hanya dua-tiga orang melempari halte tersebut dengan batu sembari berjalan ke selatan, menuju Jalan Kebon Sirih dan Bundaran Hotel Indonesia (HI). Beberapa menit kemudian, sejumlah remaja merangsek masuk serta mulai merusak dan membakar halte yang telah ditinggalkan pegawai PT Transportasi Jakarta tersebut. Asap membubung selepas pukul 16.00.
Rekaman CCTV mendapati pelaku perusakan tak memiliki kesamaan atribut. Namun usianya diperkirakan akhir belasan hingga awal 20-an.
Jurnalis video Tempo, Harfin Naqsabandy, berada di antara massa yang bergerak ke selatan itu. Menurut dia, pelaku perusakan tak memiliki komando. “Ada yang teriak ‘maju’, ‘serang’, tapi ditujukan ke polisi. Kalau perusakan terjadi tiba-tiba saja,” kata dia.
Sebagian besar dari mereka mengambil batu dari lokasi pembangunan fase 2A jalur mass rapid transit di sisi Jalan M.H. Thamrin. Proyek kereta bawah tanah itu tak luput dari amuk massa. Sejumlah alat berat dibakar.
Harfin mendapati sekelompok mahasiswa beradu mulut dengan para perusuh. Beberapa mahasiswa berjaket almamater malah sempat menahan sekelompok remaja tanggung yang hendak melempari halte dengan batu. Namun kedua kelompok itu tunggang-langgang begitu polisi menembakkan gas air mata dan peluru hampa ke arah mereka.
Pergeseran ke selatan ini membuat halte berikutnya berada dalam ancaman. Massa terpaku di depan gedung Sarinah dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) karena polisi membuat blokade di depan Djakarta Theater pada pukul 16.40. Sekelompok mahasiswa, sebagian perempuan, mendekati barikade dan memohon polisi menghentikan penembakan.
Saat mahasiswa dan polisi terkumpul di depan Djakarta Theater itu, belasan orang masuk ke Halte Sarinah—di depan gedung Sarinah, sekitar 500 meter di selatan Halte BI. Mereka merusak dan menjarah isi halte. Seorang remaja dengan atasan dan masker hitam mengambil puing-puing barang yang terbakar di depan gedung Bawaslu. Dia kembali masuk ke halte dan menyulut api di sisi selatan pemberhentian bus tersebut. Setelah membakar, mereka bergerak ke selatan.
Kepulan asap hitam di atas Halte Sarinah pada pukul 17.20 WIB melengkapi daftar hangusnya sejumlah fasilitas Transjakarta di Jalan M.H. Thamrin dan Sudirman, sore itu. Massa lebih dulu merusak dan membakar Halte Bundaran HI—800 meter di selatan Sarinah—pada pukul 17.01 WIB. Sekitar 10-20 menit sebelumnya, berdasarkan rekaman kamera pengawas, sejumlah pemuda berpakaian gelap tertangkap kamera tengah mematahkan tiang dan memecahkan kaca halte. Kejadian ini nyaris bersamaan dengan penjarahan di Halte Tosari—600 meter di selatan Halte Bundaran HI.
Koordinator Media Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI), Andi Khiyarullah, mengatakan mahasiswa pengunjuk rasa tak mengenal kelompok remaja dan pemuda yang melakukan perusakan. Mahasiswa menyatakan telah menjalankan demonstrasi secara tertib.
Juru bicara Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya, Komisaris Besar Yusri Yunus, menuding kelompok bawah tanah Anarko sebagai pelaku kerusuhan. Awalnya, dari 1.192 orang yang ditangkap, ratusan teridentifikasi sebagai anggota Anarko. Sebanyak 54 di antaranya kemudian dijadikan tersangka. Polisi juga menduga organisasi tersebut menyuplai makanan, minuman, batu, dan bom molotov dalam demo 8 Oktober lalu. "Masih kami usut," kata Yusri.
Koordinator Advokasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Nelson Nikodemus Simamora, menilai tudingan terhadap kelompok Anarko cuma narasi untuk mencari kambing hitam. "Anarko adalah istilah bikinan polisi terhadap orang yang melakukan tindakan vandalisme," katanya.
FRANSISCO ROSARIANS
Ke Selatan Bergerak dan Terus Merusak
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo