Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Belum terungkap pihak yang memerintahkan pasukan bersenjata gas air mata masuk ke dalam stadion beberapa menit sebelum pertandingan Arema vs Persebaya berakhir.
Berpotensi terjadi pelanggaran HAM berat jika ada rantai komando sehingga terjadi pelanggaran.
JAKARTA – Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jenderal Listyo Sigit Prabowo, membeberkan dua orang perwira polisi yang memberi perintah tembakan gas air mata di dalam Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, pada Sabtu malam lalu. Keduanya adalah Komandan Kompi Brimob Polda Jawa Timur Ajun Komisaris Hasdarman dan Kepala Satuan Samapta Polres Malang Ajun Komisaris Bambang Sidik Achmadi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Mereka memerintahkan anggotanya menembakkan gas air mata," kata Listyo dalam konferensi pers di Malang, Kamis, 6 Oktober 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Keduanya sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam tragedi Kanjuruhan, yang menewaskan 131 penonton. Mereka dijerat dengan Pasal 359 dan 360 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yang mengatur tentang kelalaian yang menyebabkan orang mati atau luka berat. Ancaman pidana kedua pasal tersebut yaitu maksimal lima tahun penjara.
Selain mereka, ada empat tersangka lain dalam tragedi Kanjuruhan yang diumumkan Listyo, kemarin. Keempatnya adalah Kepala Bagian Operasional Polres Malang, Komisaris Wahyu Setyo; Direktur Utama PT Liga Indonesia Baru (LIB), Akhmad Hadian Lukita; Ketua Panitia Pelaksana Arema FC, Abdul Haris; dan security officer, Suko Sutrisno. Peran mereka berbeda-beda di lapangan.
Tragedi Kanjuruhan itu berawal dari pertandingan Arema FC melawan Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan, Sabtu malam, 1 Oktober 2022. Laga derbi ini sesungguhnya berjalan aman hingga pemain dan ofisial masuk ke ruang ganti.
Beberapa menit seusai pertandingan, penonton merangsek masuk ke lapangan. Awalnya, beberapa penonton berusaha menyemangati pemain Arema, yang kalah dalam laga tersebut. Suporter yang masuk ke lapangan dihalau petugas keamanan.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia memperoleh informasi, situasi di lapangan masih terkendali hingga semua ofisial dan pemain masuk ke ruang ganti. Setelah itu, situasi memanas ketika polisi bersama tentara mendesak penonton yang semuanya adalah Aremania--pendukung Arema FC. Situasi di lapangan mulai ricuh saat polisi menembakkan gas air mata.
"Jadi, gas air mata yang membuat panik," kata komisioner Komnas HAM, M. Choirul Anam. Ia mengatakan situasi semakin memburuk karena pintu stadion tertutup sehingga membuat massa berdesakan di sekitar pintu keluar.
Anggota Aremania, Dito Suryo Prasetyo, 34 tahun, menguatkan penjelasan Anam. Ia mengatakan dua orang suporter yang masuk ke lapangan 15 menit setelah pertandingan hanya bermaksud menyemangati pemain Arema. Tapi petugas keamanan justru mengejarnya. “Itu yang memancing suporter lain ikut masuk ke lapangan,” kata Dito.
Versi Komnas HAM tersebut tak jauh berbeda dengan penjelasan Listyo Sigit, kemarin. Ia mengatakan seusai pertandingan, Kepala Polres Malang Ajun Komisaris Besar Ferli Hidayat dan anak buahnya bergegas mengamankan pemain dan ofisial Persebaya menggunakan kendaraan taktis Barracuda. Evakuasi mereka berlangsung satu jam karena massa menghadang di luar stadion.
Di dalam stadion, kata Listyo, semakin banyak penonton turun ke lapangan. Kondisi itulah yang membuat polisi menembakkan gas air mata. "Tembakan tersebut dilakukan dengan maksud mencegah penonton semakin banyak turun ke lapangan," katanya.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo (kanan) memberikan keterangan pers perihal penetapan tersangka kasus tragedi Kanjuruhan di Mapolresta Malang, Jawa Timur, 6 Oktober 2022. ANTARA/Fajar Ali
Listyo menyebutkan ada 11 personel kepolisian yang melepaskan tembakan gas air mata ke tiga penjuru. Yaitu tujuh kali tembakan ke arah tribun selatan, satu kali ke tribun utara, dan tiga kali ke lapangan. Di tribun utara terdapat pintu 1-6, sedangkan tribun selatan pintu 9-14. Kesebelas polisi itu sudah mendapat sanksi pelanggaran kode etik.
Sesuai dengan video yang beredar di media sosial, tembakan gas air mata itu justru membuat panik penonton di tribun karena senjata pelontar tersebut diarahkan ke mereka. Satu-satunya jalan bagi penonton adalah menyelamatkan diri melalui pintu stadion. Sebab, petugas keamanan di dalam lapangan memukul setiap penonton yang masuk. Situasi terparah berada di pintu 11-13. Di sini banyak penonton meninggal karena sesak napas akibat gas air mata.
Saat Polisi Bersenjata Gas Air Mata Masuk Stadion
Komisioner Komisi Kepolisian Nasional, Albertus Wahyurudhanto, mengatakan temuan lembaganya mendapati polisi yang bersenjata gas air mata masuk ke stadion 5-10 menit sebelum pertandingan Arema melawan Persebaya berakhir.
Padahal polisi bersenjata gas air mata itu sama sekali tidak boleh masuk ke stadion. Aturan FIFA juga sangat tegas melarang penggunaan gas air mata di dalam stadion.
“Mungkin mereka masuk stadion karena pertimbangan pengamanan," kata Albertus.
Albertus belum mengetahui pihak yang memerintahkan polisi bersenjata gas air mata masuk ke stadion. Tapi pasukan itu terdiri atas pasukan huru-hara Brimob dan Samapta Bhayangkara (Sabhara) Polres Malang.
Menurut Albertus, saat kejadian, Kapolres Malang Ferli Hidayat, yang merupakan penanggung jawab utama pengamanan, berada di luar stadion seusai pertandingan. Ferli menyiapkan Barracuda untuk pemain Persebaya.
Albertus menduga Ferli berada di luar stadion dengan pertimbangan situasi di dalam stadion sudah aman karena hanya tersisa suporter Arema.
Ferli belum menjawab konfirmasi Tempo mengenai posisi dia saat kerusuhan terjadi. Sesuai dengan dokumen rencana pengamanan pertandingan Arema vs Persabaya oleh Polres Malang yang diperoleh Tempo, sama sekali tak termuat adanya langkah penggunaan gas air mata dalam kondisi apa pun di dalam stadion.
Dalam dokumen itu, saat situasi menjadi merah, yaitu suporter masuk ke lapangan dan menyerang pemain serta ofisial, petugas keamanan bergegas membelah lapangan dari utara ke selatan. Lalu, polisi mengevakuasi pemain dan ofisial, petugas keamanan bersiaga di sekitar pintu stadion, serta menyediakan water cannon atau meriam air untuk menghalau suporter.
Dokumen itu menyebutkan kekuatan pengamanan mencapai 2.034 personel, yang terdiri atas 626 orang dari Polres Malang, 375 personel bawah kendali operasi (BKO) dari 15 polres, 300 personel dari Brimob, 200 personel dari Batalion Zeni Tempur 5/Arati Bhaya Wighin Kepanjen, 125 personel dari Kodim 0818 Malang, serta 250 personel steward.
Dokumen itu tidak menyebut pasukan yang membawa gas air mata. Informasi yang diperoleh Tempo, dalam permohonan bantuan keamanan Polres Malang ke Polda Jawa Timur per tanggal 21 September 2022, disebutkan adanya pasukan huru-hara Brimob. Pasukan ini memang dilengkapi senjata pelontar gas air mata.
Albertus juga memperoleh dokumen serupa. Ia menyebutkan, dalam rencana pengamanan memang tidak ada skenario penembakan gas air mata. Skenario terburuk hanya menggunakan meriam air.
Ia mengaku tidak mengetahui bagaimana rencana pengamanan itu berbeda dengan fakta di lapangan. Misalnya, pasukan huru-hara Brimob mestinya berada di luar stadion. Pasukan itu hanya bisa masuk ke stadion dalam keadaan mendesak. "Penggunaannya harus sesuai dengan perintah," ujar Albertus.
Direktur Utama PT LIB Akhmad Hadian Lukita. pssi.org
Menelusuri Perencanaan Pengamanan Pertandingan
Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam, mempertanyakan perencanaan pengamanan pertandingan Arema vs Persebaya ini. Komnas HAM akan menelisik perencanaan pengamanan pertandingan tersebut. "Seperti apa langkah antisipasi yang disiapkan. Apakah ada briefing atau simulasi keamanan, khususnya kepada pasukan perbantuan dari luar Kota Malang," kata Anam. "Kenapa gas air mata dibawa masuk stadion padahal sudah dilarang di Statuta FIFA?"
Adapun Albertus Wahyurudhanto mengatakan Kompolnas juga tengah mendalami perencanaan pengamanan ini. Informasi yang diperolehnya, Polres Malang sudah menggelar simulasi pengamanan, tapi hanya melibatkan kalangan internal Polres Malang. Mereka bahkan sudah enam kali menggelar simulasi.
Namun, kata dia, simulasi tidak dilakukan bersama pasukan BKO dari Brimob, 15 polres, maupun dengan TNI. “Hanya dilakukan briefing,” katanya. Briefing itu, kata dia, dilakukan Kapolres Malang sebelum pertandingan, dengan menegaskan tak boleh ada kekerasan.
Peneliti dari Imparsial, Hussein Ahmad, menilai bentuk pertanggungjawaban pimpinan yang memerintahkan dan membiarkan penembakan gas air mata sudah seharusnya dipidana. Ia berharap penetapan tersangka ini tidak hanya berhenti pada enam orang tersebut.
"Ada nama-nama lain yang seharusnya juga masuk, khususnya mereka yang memiliki otoritas tapi tidak diumumkan sebagai tersangka," kata Hussein. "Misalnya dari federasi. Mereka punya otoritas untuk mencegah peristiwa tersebut terjadi."
Ketua Badan Pengurus Nasional Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), Julius Ibrani, berpendapat tragedi Kanjuruhan ini masuk kategori pelanggaran HAM berat jika ditemukan unsur komando di dalamnya sehingga terjadi pelanggaran atau kelalaian.
DEWI NURITA | RUSMAN PARAQBUEQ | EKA YUDHA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo