Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Perpanjangan bantuan pangan hingga Juni 2024 dinilai untungkan calon presiden yang didukung pemerintah.
Kepuasan publik selama ini terjaga oleh bantuan sosial.
Pemerintah diminta kaji kembali perpanjangan bantuan beras.
JAKARTA - Langkah pemerintah memperpanjang periode bantuan pangan beras hingga Juni 2024 menuai sorotan. Selain dikhawatirkan bakal menekan harga gabah petani saat panen raya, bantuan beras 10 kilogram untuk 21,3 juta keluarga penerima manfaat ini diduga bermuatan politik. "Ini dapat menguntungkan pasangan capres dan cawapres yang di-endorse pemerintah. Seolah-olah kebijakan Presiden Jokowi dengan calon tersebut saling terkait," ujar Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira kepada Tempo, kemarin.
Bantuan pangan yang menyasar keluarga miskin ini menjadi andalan pemerintah dalam menjaga stabilitas harga beras dan inflasi agar tidak membubung tinggi di tengah meroketnya harga gabah. Program ini semula digulirkan pada Maret hingga Mei 2023. Program ini juga kembali disalurkan pada September hingga November 2023 lantaran harga beras terus melambung di atas harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah, baik untuk jenis medium maupun premium.
Pada 6 November lalu, pemerintah memutuskan memperpanjang program tersebut selama tujuh bulan berturut-turut, dari Desember 2023 hingga Juni 2024. Pemerintah mengatakan langkah perpanjangan bantuan tersebut untuk mengantisipasi imbas kondisi perekonomian global pada perekonomian di dalam negeri. Pangan menjadi salah satu sektor yang rawan karena adanya El Nino yang mengganggu produksi komoditas pangan di berbagai negara.
Pemerintah memperkirakan El Nino masih bertahan pada level moderat sampai Februari 2024 sehingga berpotensi mengganggu produksi pangan. "Padahal terdapat potensi peningkatan permintaan masyarakat secara cukup signifikan karena momen Pemilu 2024 serta Ramadan dan Idul Fitri pada Maret dan April 2024," kata pelaksana tugas Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Perekonomian Ferry Irawan. Karena situasi tersebut, pemerintah memutuskan melanjutkan pemberian bantuan pangan beras 2024 demi menjaga konsumsi dan daya beli masyarakat.
Masalahnya, upaya pemerintah melakukan langkah populis dalam menjaga daya beli masyarakat itu dilakukan dengan bermodalkan cadangan beras pemerintah yang sebagian besar dipasok dari impor. Bahkan pemerintah sudah berancang-ancang untuk memberikan kuota impor 2 juta ton lagi kepada Bulog demi menjamin pasokan untuk bantuan pangan dan operasi pasar.
"Panen ada kemungkinan terjadi hingga Juli 2024. Kalau masih mengimpor dalam jumlah besar, harga gabah petani akan jatuh," kata Bhima. Impor besar ini ibarat dejavu dengan kebijakan pada 2018, saat pemerintah juga mengimpor hingga 2,2 juta ton beras.
Peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abdul Manap Pulungan yakin ada motif politik di balik perpanjangan bantuan pangan tersebut. Kendati tidak mengasosiasikan bantuan pangan tersebut pada dukungan terhadap elektabilitas pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang berlaga dalam Pemilu 2024, bantuan tersebut setidaknya diguyurkan pemerintah untuk menjaga kinerja pemerintahannya pada akhir periode. "Kalau tidak dijaga, kinerjanya bisa turun signifikan dan menjadi alat bagi calon presiden yang baru untuk menyoroti pemerintah dari sisi kemiskinan."
Ucok—begitu Abdul Manap biasa disapa—mengatakan beras menjadi satu komoditas yang perlu dijaga harganya oleh pemerintah karena menjadi komponen pembentuk inflasi dan garis kemiskinan. Karena itu, pemerintah berkepentingan untuk memastikan harga komoditas tersebut tidak bergerak liar, terutama pada tahun politik. Namun ongkosnya tidak murah. Sebab, harga beras di pasar internasional sudah merangkak naik menyusul pembatasan ekspor oleh sejumlah negara produsen beras seperti India.
Pekerja mengemas beras stabilisasi pasokan dan harga pangan (SPHP) seberat 5 kg di gudang Bulog Wilayah Jakarta dan Banten, 9 Oktober 2023. TEMPO/Tony Hartawan
Hubungan Bansos dan Kepuasan Masyarakat
Pemberian bansos oleh pemerintah memang disebut membantu menjaga tingkat kepuasan masyarakat (approval rating) terhadap pemerintah. Hal ini tergambar dari hasil survei yang dilakukan sejumlah lembaga. Pada pengujung 2022, misalnya, Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) merilis hasil survei yang menyebutkan tingkat kepuasan publik terhadap Presiden Joko Widodo sebesar 76,7 persen. Waktu itu, SMRC menyoroti penanganan pandemi Covid-19 dan gelontoran bantuan sosial menjadi faktor yang meningkatkan kepercayaan serta kepuasan publik tersebut.
Pada Maret 2023, hasil survei Indikator Politik Indonesia juga melaporkan hasil serupa. Indikator menyimpulkan tingkat kepuasan publik terhadap kinerja Jokowi mencapai 73,1 persen. Saat mengumumkan hasil survei itu, Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi mengatakan ada beberapa faktor yang membuat tingkat kepuasan masyarakat masih tinggi saat itu. "Salah satunya adanya bantuan sosial kepada rakyat kecil."
Hasil survei Lingkar Survei Indonesia yang dilakukan pada Mei-Agustus 2023 juga menyatakan tingkat kepuasan publik terhadap Jokowi ada di angka 76,2-80 persen. Pendiri LSI, Denny J.A., mengatakan faktor kinerja Jokowi membuat masyarakat masih merasa puas, terutama lewat program-program seperti kesehatan, pendidikan, dan bantuan sosial. "Walau ada bocor anggaran di sana-sini, penilaian publik untuk bansos sangat tinggi," kata Denny saat mengumumkan hasil survei itu, September lalu.
Kendati begitu, guru besar Institut Pertanian Bogor Dwi Andreas Santosa mengingatkan bahwa petani juga memiliki suara dalam pemilu sehingga harus diperhatikan. Dia memperkirakan petani mulai panen raya beras pada akhir Maret atau awal April tahun depan. Maka, pada periode tersebut seharusnya beras sudah surplus di pasar. Jika bantuan pangan beras tetap digelontorkan, harga di tingkat petani pasti akan terimbas lantaran pasar lokal akan dipenuhi beras bantuan pemerintah. "Jadi, tolong hentikan bansos sampai Februari saja."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Aktivitas pembongkaran beras impor dari Thailand di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, 29 Mei 2023 . TEMPO/Tony Hartawan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sependapat, peneliti dari Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Eliza Mardian menilai pemerintah sejatinya tidak perlu menyalurkan bantuan pangan secara terus-menerus hingga Juni mendatang. Terlebih jika melihat inflasi dari pangan yang terkendali dalam beberapa bulan terakhir.
Eliza membenarkan bahwa pada awal tahun depan dimungkinkan ada momentum-momentum yang menyebabkan permintaan naik. Namun ia memperkirakan momentum-momentum itu akan mencapai puncaknya pada triwulan I 2024. Pada awal triwulan II 2024, kendati ada Lebaran, ia memperkirakan panen raya sudah terjadi. "Mungkin ingin menjaga stabilitas jika pemilu sampai dua putaran," katanya. "Semoga saja tidak ditunggangi agenda politik."
Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi memastikan bantuan pangan yang diperpanjang hingga Juni 2024 bebas dari unsur politik. Ia mengklaim kebijakan itu dilakukan murni untuk membantu 21,3 juta keluarga penerima manfaat (KPM). Salah satu bukti bahwa bantuan pangan bebas dari kepentingan politik adalah tidak adanya simbol politik pada paket bantuan. "Tidak ada bendera atau politik tidak ada di situ. Murni dilakukan sesuai dengan kebutuhan,” kata Arief.
Direktur Ketersediaan Pangan Bapanas Budi Waryanto mengatakan salah satu upaya menjaga bantuan beras bebas dari unsur politik adalah memastikan data penerima manfaat dalam bentuk daftar yang diperoleh dari data Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK). Penyaluran bantuan juga dilakukan Bulog secara akuntabel untuk menghindari keterkaitan dengan kampanye pasangan capres-cawapres tertentu.
“Bulog diberi data penerima sekitar 22 (juta penerima) karena datanya dari Kemenko PMK. Data itu sudah didasarkan pada nama dan alamat di daerah. Nah, Bulog atas data itu yang memberikan ke penerima,” ujar Budi. Dia menekankan bahwa penyaluran bantuan beras tersebut dibagikan langsung oleh Bulog sehingga netralitas tetap terjaga. Akan ada sanksi sesuai dengan perundang-undangan jika di kemudian hari ditemukan ada pelanggaran. “Kalau Bulog menemukan kasus tertentu diinformasikan kepada Satgas Pangan, saat mau pembayaran kan diaudit oleh kami (Bapanas) serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.”
Tempo berupaya meminta tanggapan Rosan Roeslani, Ketua Tim Kampanye Nasional Koalisi Indonesia Maju pengusung pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, soal dugaan motif perpanjangan bantuan beras yang bisa menguntungkan pasangan calon yang didukung Jokowi. Tapi, hingga berita diturunkan, Rosan tidak menjawab pesan Tempo.
CAESAR AKBAR | YOHANES MAHARSO | ANTARA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo