Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pemudik asal Bekasi berencana pulang kampung ke Lombok dengan menggowes sepeda.
Jalan raya atau jalur mudik tahun ini mulai ramai dan macet.
Sepeda untuk mudik harus dilengkapi sarana keamanan, seperti lampu dan reflektor.
JAKARTA — Seorang pria berusia 60 tahun meniti sepeda modifikasinya masuk halaman Masjid Hayatul Fikri, Kronggahan, Madiun, Jawa Timur, kemarin malam. Dia adalah Dudeng Abidin, pemudik asal Kota Bekasi, Jawa Barat, yang berencana mudik Lebaran ke kampung halaman orang tuanya di Lombok, Nusa Tenggara Barat, dengan mengayuh sepeda.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dudeng sebenarnya siap melanjutkan perjalanannya ke arah Surabaya. Tubuhnya sudah memakai cycling jersey rangkap dengan jaket yang memiliki sejumlah reflektor—pemantul cahaya. Kondisi fisiknya juga bugar karena baru saja menjalani buka puasa beberapa kilometer sebelum titik itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kereta angin yang digembok di pelataran masjid juga cukup ideal untuk perjalanan minim pencahayaan. Sepeda merek Federal seri Kuwahara M3.5 Parkway lawas itu memiliki lampu penerang dan reflektor. Rangka yang berwarna kuning juga cukup mudah dikenali kendaraan bermotor yang melintasi rute yang sama. Namun dia memilih beristirahat lebih lama di Masjid Hayatul Fikri.
“Teman-teman di grup (aplikasi WhatsApp) melarang saya melanjutkan perjalanan karena di depan (Jalan Raya Madiun-Nganjuk) itu gelap dan menembus hutan. Mereka menilai sangat berbahaya karena saya sendirian,” kata Dudeng melalui sambungan telepon kepada Tempo.
Dia mengklaim sebenarnya berani melintasi jalur perbukitan di tengah hutan tersebut. Hal itu dia sampaikan setelah mencatat data panjang perjalanan yang terekam pada jam Garmin miliknya, yaitu 795,8 kilometer. Padahal jarak perjalanannya dari Jakarta ke Lombok sekitar 1.400 kilometer. Dudeng pun masih menyimpan asa untuk bisa tiba di kampung halamannya sebelum Idul Fitri yang diprediksi jatuh pada 2 Mei mendatang.
Pemudik yang menggunakan sepeda untuk pulang ke kampung. Istimewa
Saat ini, Dudeng harus segera mencapai Surabaya atau Banyuwangi untuk mendapatkan tiket penyeberangan ke Lombok. “Ada teman yang bilang akan mengajak komunitas sepeda motornya menemani saya melintasi hutan itu pada malam ini. Tapi belum tahu apakah benar datang. Saya tunggu saja,” ujar dia.
Dudeng merupakan satu dari 178 pesepeda di bawah naungan komunitas Bike to Work Indonesia yang mengikuti program kolaborasi bertema "Gowes Mudik 2022" dengan Kementerian Perhubungan. Secara resmi, puluhan dari pemudik ini mulai mengayuh pedalnya di Jakarta pada 22 April lalu. Sebelumnya, Bike to Work menghentikan sementara kegiatan ini selama dua tahun akibat pandemi Covid-19.
Kelompok ini sekaligus merupakan bagian dari 85,5 juta pemudik yang kembali ke kampungnya pada Lebaran tahun ini. Jumlah ini meningkat 40 persen dari angka pemudik pada 2019. Pemerintah melarang mudik pada 2020 dan 2021 akibat pandemi Covid-19.
Peningkatan jumlah pemudik ini mengakibatkan terjadinya kemacetan dan penumpukan arus pemudik di jalan tol dari arah Jakarta menuju Jawa Barat dan Jawa Tengah. Penumpukan arus pemudik juga sempat terjadi di penyeberangan laut dari Merak di Banten ke Bakauheni di Lampung.
Di tengah hiruk-pikuk kemacetan arus lalu lintas mudik Lebaran, pilihan Dudeng mudik dengan mengayuh sepeda merupakan hal yang ekstrem. Opsi gila mudik Dudeng ini juga diikuti Umar Pitters, 27 tahun, bersama sembilan rekannya dari Setiabudi, Jakarta Selatan; ke Tegal, Jawa Tengah. Mereka melakukan perjalanan dari Rabu malam hingga Jumat malam lalu.
Di tengah menjalani ibadah puasa, mereka berstrategi sengaja menghindari waktu gowes pada siang hari. Kegiatan mengayuh pedal biasanya dimulai setelah salat asar hingga dinihari. Perjalanan dilanjutkan setelah sahur hingga pukul 08.00-09.00.
Umar Pitters, pemudik yang menggunakan sepeda untuk pulang ke kampung halaman dari Setiabudi, Jakarta Selatan; ke Tegal, Jawa Tengah. Istimewa
“Sebelum perjalanan hampir 300 kilometer ini, saya beberapa bulan sebelumnya sudah berlatih membiasakan diri bersepeda dengan jarak 10, 20, hingga 50 kilometer,” kata Umar.
Umar mengatakan nyaris mengalami kecelakaan fatal saat melintasi flyover di kawasan Karawang. Dalam perjalanan itu, dia tak menyadari bahwa baut pengait keranjang atau rak pada bagian depan sepedanya telah lepas. Pada jalur menurun, keranjang yang berisi tas itu langsung jatuh dan nyaris membelit perputaran roda. “Salah satu yang penting dalam perjalanan jauh adalah kelengkapan alat perbaikan sepeda dan spare part cadangan. Bahkan hingga baut dan lainnya,” ujar Umar.
Pegowes lainnya, Ade Setiawan, 26 tahun, juga memilih mudik dengan bersepeda ke Rangkasbitung, Lebak, Banten. Ia mengatakan kondisi jalan raya atau jalur mudik tahun ini mulai ramai. Warga Tebet, Jakarta Selatan, itu menyatakan sudah berpengalaman menggunakan sepeda untuk pulang kampung saat Idul Fitri selama empat tahun terakhir. Pada tahun-tahun sebelumnya, dia sama sekali tak pernah menemukan titik kemacetan.
“Kemarin, jalur Cikupa-Tigaraksa yang digunakan mudik ke Pelabuhan Merak macet parah. Biasanya hanya butuh waktu melintas kurang dari satu jam. Kemarin, saya menghabiskan waktu lebih dari 1,5 jam,” kata dia.
Dia juga menyoroti infrastruktur beberapa rute alternatif di sejumlah daerah yang masih buruk. Meski enggan menyebutkan secara detail, dia mengatakan banyak jalan di Banten yang berlubang. Pesepeda juga merasa tak aman karena banyak jalur mudik yang tak dilengkapi lampu penerangan jalan.
Berbeda dengan pegowes yang jumlahnya tak masif, kemarin, pergerakan penumpang transportasi umum meningkat tajam. Kementerian Perhubungan mencatat, pada 25-27 April lalu, peningkatan ini terjadi pada semua moda angkutan. Tercatat bahwa tren jumlah pergerakan penumpang di semua moda angkutan dari Senin, 25 April, hingga 27 April, Kamis lalu, atau H-4, terus meningkat, yaitu sebesar 806.257 penumpang. "Semuanya pengguna transportasi umum,” kata juru bicara Kementerian, Adita Irawati, kemarin.
Sesuai dengan prediksi, Kementerian menyatakan kemarin merupakan salah satu tanggal puncak mudik. Mobilitas masyarakat pun terlihat dari moda angkutan umum ataupun kendaraan pribadi. “Perlu kami sampaikan bahwa pantauan pergerakan penumpang mudik ini dilakukan untuk 115 terminal bus, 16 pelabuhan penyeberangan, 51 bandar udara, 110 pelabuhan laut, dan 13 daerah operasi yang ada di perkeretaapian,” ujarnya.
Adapun rincian data sementara arus mudik Lebaran hingga H-4 adalah sebagai berikut. Angkutan jalan atau bus meningkat 126,9 persen, atau menjadi 142.391 penumpang, dibanding pada hari biasa. Lalu angkutan kereta api mencapai 109.341 penumpang atau meningkat 126 persen dibanding pada hari biasa. Angkutan mudik Lebaran lewat udara mencapai 207.700 penumpang atau meningkat 97,6 persen dibanding hari normal. Angkutan laut meningkat 293,6 persen dengan 78.963 penumpang dibanding hari normal. “Sedangkan angkutan penyeberangan, realisasinya mencapai 267.862 penumpang, meningkat 382,41 persen dibanding pada hari biasa,” ujar Adita.
FRANSISCO ROSARIANS | FAIZ ZAKI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo