Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
URUSAN jual-beli bank membuat rungsing para petinggi Bank BNI akhir-akhir ini. Bank Sinar Harapan (BSH) Bali yang tengah dipinangnya tiba-tiba berpindah ke lain hati. Lewat sebuah perjanjian jual-beli yang diteken belum lama ini, bank yang berbasis di Pulau Dewata itu resmi menggamit Bank Mandiri.
Kabar ini mendadak bikin sewot manajemen BNI. Pasalnya, proses negosiasi baru setengah jalan. Pihak BNI pun masih menanti jawaban dari para pemegang saham BSH atas penawaran harga pembelian yang disodorkannya, akhir Oktober lalu. Proses uji tuntas telah pula dilakukan. "Itu tidak etis," kata Sekretaris Korporat BNI Elvyn G. Masassya pekan lalu. Ia menuding BSH telah mengingkari nota kesepahaman (MoU) yang mereka buat pada September 2007.
Direktur Utama BSH Ida Bagus Kade Perdana menyangkal telah berkhianat. Menurut dia, pengunduran diri BSH dari MoU tersebut telah disampaikan baik secara lisan maupun tertulis kepada direksi BNI. Apalagi, kata dia, BNI belum mengajukan penawaran resmi sehingga ia kesulitan menyampaikannya kepada pemegang saham.
Soal gerak kilat BSH berpaling ke Bank Mandiri, Kade punya alasan. Bank pelat merah terbesar ini dinilai lebih siap memenuhi kebutuhan modal BSH dalam waktu singkat. Berdasarkan aturan Bank Indonesia, semua bank umum sudah harus punya modal minimum Rp 80 miliar selambat-lambatnya 31 Desember. Padahal, BSH baru mengantongi modal sekitar Rp 20 miliar.
Jika gagal memenuhinya hingga tenggat tersebut, bisa-bisa BSH turun kasta menjadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Itu sebabnya, direksi dan pemegang saham BSH buru-buru mengangguk ketika tawaran datang dari manajemen Mandiri. "Waktunya sudah mepet dan Mandiri merespons sangat cepat," ujar Kade beralasan. Lewat akuisisi senilai Rp 80 miliar ini, Bank Mandiri kini menguasai 80 persen saham BSH yang memiliki fokus bisnis pada usaha kecil dan menengah.
Perkawinan antarbank merupakan salah satu fenomena paling penting yang terjadi sepanjang tahun ini. Besar kemungkinan hal serupa masih akan berlanjut tahun depan. Sebab, berdasarkan catatan Bank Indonesia, hingga kini masih ada 5-6 bank yang masih bermodal cekak-menurun dari September lalu, yaitu sekitar 15 bank. Lagi pula, sesuai dengan cetak biru perbankan Indonesia, batas modal minimal bank umum kembali akan naik menjadi Rp 100 miliar pada 2010.
Dengan adanya paket konsolidasi perbankan yang sudah dicanangkan sejak tiga tahun lalu ini, diproyeksikan jumlah bank pada 2010 akan susut menjadi tinggal 70-80. Jumlah bank saat ini yang masih sekitar 130 buah dinilai kelewat banyak, kendati jumlah itu sudah susut drastis dari masa-masa sebelum krisis ekonomi yang mencapai 240 bank.
Direktur Penelitian dan Pengaturan Perbankan BI, Halim Alamsyah, optimistis bank-bank bermodal cekak itu akan berupaya keras mengejar target bank sentral, seperti termuat dalam cetak biru Arsitektur Perbankan Indonesia (API). Bila pemilik bank tak mampu menyuntik modal, mereka akan mencari investor untuk diakuisisi atau merger. Jadi, kata Halim, "Kemungkinan besar semua bank akan lolos."
Di mata ekonom The Indonesia Economic Intelligence, Djoko Retnadi, akhir tahun ini bisa disebut sebagai musim kawin perbankan. Musim serupa akan tiba lagi pada 2010 sehubungan dengan mulai diberlakukannya ketentuan modal minimum bank umum Rp 100 miliar. Lewat saringan ini, kata dia, perbankan Indonesia menuju konsolidasi. Sehingga ke depan, hanya bank-bank kuat yang bisa eksis.
Hingga pertengahan bulan ini, tercatat sejumlah bank kecil berhasil menyelamatkan diri (lihat tabel). Terakhir, Bank Sri Partha, Bali, yang dipersunting Mercy Corp, perusahaan nirlaba yang berbasis di Portland, Amerika Serikat. Perusahaan yang dikenal fokus pada pengembangan perekonomian rakyat kecil itu membeli 68 persen saham Sri Partha senilai lebih dari Rp 34 miliar. Direncanakan suntikan modal nantinya hingga Rp 80 miliar.
Menurut Kepala Perwakilan BI Denpasar, Viraguna Bagoes Oka, keduanya telah meneken perjanjian jual-beli bersyarat pada 7 Desember lalu. Mereka pun telah menyerahkan dokumen lengkap permohonan akuisisi ke BI Denpasar.
BSH dan Sri Partha termasuk bank yang beruntung lantaran dipersunting oleh perusahaan mapan. BSH malah bukan hanya menjadi rebutan BNI dan Mandiri. Menurut pengakuan Kade, ada beberapa investor asing yang juga berusaha menggaetnya.
Yang menarik, "ajang lego" bank-bank kecil di Indonesia ini mengundang minat bank-bank besar asing. Ada sejumlah alasan mengapa bank-bank kelas dunia itu tertarik. Salah satunya, Indonesia memiliki potensi pasar yang besar dengan jumlah penduduk 232 juta jiwa. Lainnya, bank-bank itu ingin berekspansi ke negara yang sedang tumbuh. Bisa jadi karena itu pulalah Hana Bank, bank terbesar keempat di Korea Selatan yang memiliki aset US$ 128 miliar (sekitar Rp 1.200 triliun), mengakuisisi Bank Bintang Manunggal.
Terhadap fenomena kawin-mawin bank ini, kata Djoko, pada akhirnya konsumenlah yang dibuat untung. Sebab, dari hasil perkawinan itu akan dihasilkan bank-bank berfundamental kuat dan terjamin kelangsungan hidupnya, sehingga nasabah pun bisa dengan tenang menitipkan dana investasinya di bank.
Akuisisi dan Merger Bank
Bank Purba Danarta, Semarang, oleh PT Triputra Persada
Bank Arta Niaga Kencana, Surabaya, oleh Bank Commonwealth
Bank Swaguna, Jakarta, oleh Bank Victoria
Bank Jasa Arta, Jakarta, oleh BRI
Bank Windu Kentjana, Jakarta, oleh Bank Multicor
Bank Harmoni International, Jakarta, oleh Bank Index Selindo
Bank Bintang Manunggal, Jakarta, oleh Hanabank
BTPN, Jakarta, oleh Texas Pacific Group
Bank Harfa, Surabaya, Jawa Timur, oleh Bank Panin
Bank Persyarikatan Indonesia, Jakarta, oleh Bukopin
Bank Sinar Harapan Bali oleh Bank Mandiri
Bank Sri Partha, Bali, oleh Mercy Corps
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo