Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Naik Tergantung Infrastruktur

Permintaan semen tahun depan sedikit lebih baik dari tahun ini. Didorong proyek infrastruktur.

17 Desember 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Blue Valley memang tidak salah langkah banting setir ke bisnis semen. Anak perusahaan Rajawali Group itu kini menikmati kenaikan harga saham yang lumayan tinggi. Ketika dibeli pada Juli 2006, kapitalisasi pasar Semen Gresik baru Rp 21,5 triliun. Pada akhir Oktober lalu, kapitalisasi pasar kelompok usaha semen terbesar di Indonesia itu sudah Rp 35 triliun. Dengan begitu, nilai 25 persen saham Blue Valley di Semen Gresik naik lebih dari 60 persen hanya dalam tempo 15 bulan.

Industri semen pada tahun ini memang tumbuh lumayan pesat. Semen Gresik hingga kuartal ketiga 2007 berhasil membukukan penjualan Rp 6,48 triliun, naik 9,34 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Pada saat yang sama, penjualan Indocement naik 10 persen menjadi Rp 5,3 triliun, dan Holcim bahkan mencatat pertumbuhan penjualan paling besar, yakni 23,6 persen menjadi Rp 2,72 triliun. Pertumbuhan permintaan semen dalam periode ini naik 6,8 persen.

Pertumbuhan permintaan tahun ini sudah lebih tinggi dibanding tahun lalu yang tidak sampai 2 persen. Seperti di sektor lain, dampak kenaikan harga BBM pada 2005 ternyata panjang. Pasar semen baru pulih pada tahun ini. Itu pun lebih banyak didorong oleh pertumbuhan ekonomi yang pesat di luar Jawa, terutama Sumatera dan Kalimantan, yang kemudian menggairahkan bisnis properti di sana.

Permintaan semen dari Jawa sendiri hanya tumbuh 2,5 persen. Bahkan, di Jakarta, Jawa Barat, dan Banten, permintaan semen malah turun. Pembangunan proyek properti, terutama di Jakarta, sudah tidak banyak lagi. Beberapa proyek seperti Grand Indonesia sudah mendekati selesai. "Pasokan semen ketiga wilayah itu hanya untuk memenuhi permintaan sebelumnya," kata Wakil Direktur Utama Semen Gresik, Rudiantara.

Tahun ini industri semen menargetkan pertumbuhan 5,6 persen. Kemungkinan besar target ini bakal tercapai. Sampai November, konsumsi semen sudah 33,8 juta ton atau tumbuh 5,3 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Pada 2008, permintaan diperkirakan tumbuh sedikit lebih tinggi. Menurut Ketua Asosiasi Semen Indonesia, Urip Timuryono, mulai dibangunnya beberapa proyek infrastruktur seperti jalan tol akan menjadi salah satu pendorongnya.

Jika tren permintaannya seperti sekarang, Indonesia bakal menghadapi masalah pasokan semen. Saat ini pasokan aman karena dengan kapasitas semen 45 juta ton per tahun, permintaan masih 35 juta ton. Namun, jika tidak ada pembangunan pabrik baru, sementara permintaan semen tumbuh sekitar 5 persen, menurut Urip, Indonesia diperkirakan akan menghadapi kekurangan pasokan pada 2010-2011.

Untuk mengatasi hal itu, beberapa pabrik besar mulai berancang-ancang meningkatkan produksinya. Sampai 2010, Indocement akan meningkatkan kapasitasnya menjadi 20 juta ton dari kapasitas sekarang 15,65 juta ton, dengan memodifikasi pabrik. Semen Gresik juga akan menaikkan produksinya menjadi 18,4 juta ton dengan cara yang sama.

Menurut Corporate Secretary Indocement, Dani Handayani, biaya modifikasi pabrik lebih dipilih karena lebih murah ketimbang membangun pabrik baru. Rudiantara menambahkan, optimasi pabrik lama itu hanya membutuhkan dana US$ 40-60 per ton. Sedangkan untuk membangun pabrik baru, produsen harus keluar ongkos sekitar US$ 100 per ton. "Itu sebabnya kami memilih cara pertama," kata Dani.

Kendati demikian, tiga pemain besar industri semen tetap akan membangun pabrik baru. Semen Gresik akan membangun pabrik baru dengan kapasitas 5 juta ton. Pabrik semen milik pemerintah itu akan mengeluarkan US$ 600 juta. Indocement baru membangun pabrik baru setelah 2010 dengan kapasitas 3 juta ton. Pemain terbesar ketiga, Holcim, akan membangun pabrik baru berkapasitas 3,1 juta ton di Tuban, Jawa Timur, dengan biaya US$ 300 juta.

Hanya, naiknya harga minyak mentah dunia akan mengancam industri semen. Komponen energi dalam biaya produksi di industri ini memang tinggi. Menurut Dani, besarnya sekitar 45 persen. Saat ini, berbagai siasat dilakukan agar margin keuntungan tidak turun atau agar produsen tak menaikkan harga. Jeffrey Sani dari Bagian Humas PT Holcim mengatakan, perusahaan menggunakan bahan bakar alternatif seperti sekam padi, sisa serutan kayu, dan ampas kelapa sawit.

Semen Gresik memilih memakai batu bara untuk mengurangi beban biaya energi. Dalam jangka panjang, Semen Gresik juga berencana membangun pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang memakai bahan bakar batu bara untuk mengurangi dampak kenaikan bahan bakar itu. Rencananya, Semen Gresik akan mengeluarkan US$ 500 juta untuk membangun empat PLTU dengan kapasitas 410 megawatt.

Berbagai upaya itu bakal sia-sia jika pemerintah menaik-kan harga BBM. Jika pilihan itu yang diambil pemerintah, industri semen akan dipukul dari dua sisi: biaya produksi meningkat, daya beli masyarakat turun. Ujungnya, permintaan semen akan turun. Para pemilik pabrik semen, seperti Blue Valley, tak bisa lagi menikmati keuntungan seperti tahun ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus