Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pemerintah Kota Bogor dan Kabupaten Bogor menggusur sekitar 20 lapak pedagang kaki lima yang berdiri di lahan milik Bina Marga dan dikelola oleh Jasa Marga itu.
Pedagang yang membuka lapak di depan Masjid Amaliyah, Ahmad Gojali, mengatakan, saat penertiban, adu mulut dengan petugas.
Division Head Jasa Marga Metropolitan Toll Road Regional, Raddy Riadi Lukman, mengatakan pihaknya diminta oleh pemerintah untuk mengembalikan fungsi taman di lokasi itu.
BOGOR — Royani, 29 tahun, tak bisa berbuat apa-apa saat menerima surat perintah agar mengosongkan lapak dagangnya di simpang Ciawi menuju jalan tol Jagorawi. Kepada Tempo, ia mengatakan telah menerima surat perintah pengosongan pada Senin, 7 Februari lalu. Keesokan harinya, petugas gabungan yang dipimpin Wakil Wali Kota Bogor Dedie A. Rachim tiba di lokasi. Mereka menertibkan dan memberi arahan kepada semua pedagang kaki lima di sana.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pria berambut kuncir itu menyatakan setiap hari berjualan kopi seduh dan mi instan siap saji. Selain itu, untuk menambah penghasilan, Royani berjualan isi ulang elektronik kartu pembayaran jalan tol. Sebab, selain banyak pedagang kaki lima, lokasi itu menjadi tempat ngetem bus, angkutan kota, serta kendaraan umum omprengan menuju Cileungsi dan depan kampus Universitas Kristen Indonesia di Cawang, Jakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut dia, informasi ihwal akan ada penggusuran sudah lama dia dengar. “Tapi waktu pembongkaran itu kami kaget. Sebab, Senin dikasih surat, Selasa-nya langsung eksekusi. Kami cuma dikasih waktu sehari buat ngerapiin atau membongkar tenda lapak sendiri,” ucap Royani di Ciawi, Kamis, 10 Februari lalu.
Beruntung, kata Royani, lapak dagangnya hanya bangunan semipermanen. Ini berbeda dengan beberapa lapak pedagang lain yang berada di seberang jalan tol tertua di Indonesia itu. Sejumlah lapak itu berupa bangunan permanen. Royani menyebutkan penggusuran di lokasi yang berada di wilayah Kabupaten Bogor malah telah dilakukan sepekan sebelum penertiban pedagang kaki lima yang ada di wilayah Kota Bogor.
Pemerintah Kota Bogor menggusur sekitar 20 lapak pedagang kaki lima yang berdiri di lahan milik Bina Marga dan dikelola oleh Jasa Marga itu. Sedangkan Pemerintah Kabupaten Bogor membersihkan sekitar 30 lapak pedagang kaki lima yang berada di jalan alternatif tol Jagorawi menuju Masjid Amaliyah dan kampus Universitas Djuanda.
Warga berjalan dekat lokasi penertiban lapak PKL di jalan masuk tol Jagorawi di Ciawi, Bogor, 10 Februari 2022. TEMPO/M.A Murtadho
Royani menyatakan belum tahu akan pindah ke mana karena belum sempat mencari tempat baru untuk berjualan. Menurut dia, pedagang tidak mendapat kompensasi apa pun akibat penggusuran ini. “Cuma, beberapa benda lapak, seperti meja dan kursi, enggak diangkut karena kami minta sama Satuan Polisi Pamong Praja. Mungkin itu kompensasinya,” kata Royani.
Kini, lapak pedagang kaki lima yang sudah 20-an tahun berdiri di atas lahan seluas sekitar 9.000 meter persegi itu telah rata dengan tanah. Hingga kemarin, 11 Februari, tinggal tersisa puing dan gerobak yang rusak. Sesekali ada warga Bogor yang melihat kondisi teranyar lahan itu. Sejumlah pemulung mencari-cari barang bekas yang bisa mereka manfaatkan. Sedangkan pedagang membuka lapak di depan rumah warga di sekitar lokasi itu. Ada juga pedagang yang mengasong.
Camat Bogor Timur Rena Da Frina mengatakan penertiban itu telah lama masuk perencanaan. Tujuannya, menurut Rena, adalah mengembalikan fungsi lahan yang memang asalnya bebas hambatan. Ia menyatakan, di atas lahan bekas penggusuran itu akan dibuat taman penghijauan. “Selain itu, penertiban ini untuk pelebaran jalan,” ucap Rena.
Pedagang yang membuka lapak di depan Masjid Amaliyah, Ahmad Gojali, mengatakan, saat penertiban, adu mulut dengan petugas. Musababnya, saat itu masih banyak pedagang yang belum selesai mengosongkan lapak atau bangunannya. Saat penertiban, ada beberapa barang dagangan yang masih tersimpan di dalam bangunan.
Ahmad mengakui ada pemberitahuan sepekan sebelumnya bahwa akan ada penggusuran. Tapi, kata dia, waktu sepekan enggak cukup untuk merapikan dagangan. Apalagi pedagang harus mencari tempat lain untuk memindahkan dagangan. “Tiba-tiba kami belum menemukan tempat lain, kok sudah diratakan menggunakan alat berat,” ucap Ahmad. Ia berharap pemerintah membuka tempat peristirahatan di Ciawi untuk menampung pedagang agar tetap bisa berjualan.
PKL membongkar lapak mereka saat penertiban di jalan masuk tol Jagorawi di Ciawi, Bogor, 10 Februari 2022. TEMPO/M.A Murtadho
Camat Ciawi Adi Hendryana mengatakan, memang betul ada aspirasi dari pedagang agar mereka bisa memanfaatkan lahan itu. Namun, dia menyebutkan, penertiban itu sudah menjadi program Pemerintah Kabupaten dan Jasa Marga. “Usul pedagang itu akan kami bawa dalam rapat lanjutan,” kata Adi.
Wakil Wali Kota Bogor Dedie A. Rachim mengatakan, dalam penertiban itu, 22 bangunan liar dibongkar petugas. Ia menyebutkan bangunannya terletak di dua wilayah kelurahan, yakni Kelurahan Sindangsari di Kecamatan Bogor Timur dan Kelurahan Harjasari di Kecamatan Bogor Selatan. “Kami akan bangun lahan hijau, taman, atau fasilitas lain,” kata Dedie.
Division Head Jasa Marga Metropolitan Toll Road Regional, Raddy Riadi Lukman, mengatakan pihaknya diminta oleh pemerintah untuk mengembalikan fungsi taman di lokasi itu. Menurut Raddy, kembalinya fungsi lahan menjadi taman hutan merupakan tanggung jawab pihaknya untuk menjaga kelancaran mobilitas di jalan tol. “Lapak-lapak itu membuat mobilitas terhambat,” kata dia.
Bupati Bogor Ade Yasin mengatakan pemerintah memang sedang menata semua kawasan pintu tol yang ada di Kabupaten Bogor, yakni pintu tol Ciawi, Citeureup, Cikereteg, Cigombong, Gunung Putri, dan Sentul atau simpang Bogorindo. Dia menyebutkan kondisi pintu-pintu tol itu sebagian besar kumuh. “Kami harus tata,” kata Ade Yasin.
M.A. MURTADHO
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo