Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

NU Minta Jatah Menteri sebagai Imbalan Dukungan Politik

Pengamat: permintaan itu dipicu oleh rencana pembentukan Kabinet Rekonsiliasi.

26 Juni 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA - Organisasi keagamaan Nahdlatul Ulama meminta Joko Widodo-Ma’ruf Amin memberi mereka jatah menteri di kabinet bila pasangan calon presiden-wakil presiden nomor urut 01 itu ditetapkan sebagai pemenang pemilihan presiden.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Masduki Baidlowi mengatakan organisasinya memiliki kontribusi yang besar dalam upaya memenangkan Jokowi-Ma’ruf dalam pemilihan presiden. Karena itu, dia berharap Jokowi-Ma’ruf bisa membalas kontribusi itu dengan mendapuk kader Nahdlatul Ulama mengisi gerbong pemerintahan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Kemarin kan juga sudah memberi kontribusi yang cukup besar, mudah-mudahan ya dibawa oleh Presiden," ujar dia, kemarin.

Meski begitu, lanjut Masduki, NU tidak akan memaksa Jokowi. Mereka hanya menyiapkan sejumlah kader terbaiknya. Dengan begitu, bila Presiden membutuhkan orang yang memiliki kapasitas sebagai menteri, NU bisa langsung menyediakannya. Ia pun memastikan kader NU yang disiapkan memiliki keahlian dan integritas tinggi.

Sekretaris Jenderal PBNU Helmy Faishal berpendapat Presiden Jokowi pasti membutuhkan pelibatan organisasi masyarakat sipil, di samping partai politik, untuk mendukung program pemerintah. Karena memiliki banyak kader berkualitas di pelbagai bidang, dia mengklaim, PBNU siap menyediakan ahli apa pun yang dibutuhkan Presiden untuk mengisi kursi kabinet.

"Kalau PBNU diminta, ahli apa pun kami siap. Ahli agama, ahli ekonomi, ahli pendidikan, ahli teknologi," kata Helmy, dua hari lalu. Meski begitu, lanjut Helmy, penentuan susunan kabinet mutlak hak prerogatif Presiden.

Sebelumnya, Rais ‘Aam PBNU, Miftachul Akhyar, juga mengatakan telah menyiapkan kader terbaik untuk diajukan sebagai menteri. "Kalau siap, sejak dulu siap," kata Miftachul di Jakarta, dua hari lalu. "Cuma geraknya ini, kapan maju jalannya? Kan begitu. Kalau hanya siap saja, enggak maju-maju jalan, kan geringgingan (kesemutan)."

Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma’ruf, Arsul Sani, menilai wajar bila Nahdlatul Ulama berharap ada kadernya yang masuk dalam kabinet. Namun, menurut dia, NU sebenarnya telah mendapat penghormatan dari koalisi pendukung pemerintah dengan terpilihnya Ma’ruf Amin sebagai calon wakil presiden pendamping Jokowi. Sebelum menjadi calon wakil presiden, Ma’ruf menjabat Rais ‘Aam PBNU.

"NU kan sudah mendapatkan kehormatan yang luar biasa. Bukan lagi masuk kabinet, pemimpin tertingginya sudah jadi wapres," ujar Asrul.

Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno, menduga sikap Nahdlatul Ulama yang secara terbuka meminta posisi menteri itu dipicu oleh rencana pembentukan Kabinet Rekonsiliasi. Kubu Jokowi-Ma’ruf bermaksud merangkul partai-partai pendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno dengan memberi mereka kesempatan untuk masuk kabinet.

Rencana pembentukan kabinet rekonsiliasi, menurut Adi, tampaknya membuat Nahdlatul Ulama yang selama ini mendukung Jokowi-Ma’ruf menjadi lebih terdorong untuk menuntut imbalan. "Itu karena Jokowi juga menampung yang lain (lawan politik)," ujar dia. HALIDA BUNGA FISANDRA | AVIT HIDAYAT


Berharap Kursi Menteri

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus