Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sebuah tabel terpampang besar pada layar lebar di belakang tempat duduk Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Secara terperinci, bekas Direktur Pelaksana Bank Dunia itu pun mengupas pelbagai pukulan Virus Corona yang menghantam ekonomi di dalam dan luar negeri.
Cerita Sri Mulyani mengenai hantaman Virus Corona itu bermuara kepada hasil sidang kabinet pada Selasa, 25 Februari 2020. Dalam rapat yang dipimpin Presiden Joko Widodo itu, tutur dia, pemerintah memutuskan memberikan stimulus berupa insentif kepada perekonomian, khususnya yang terimbas langsung penyebaran virus dari Cina ini.
Menteri Keuangan Sri Mulyani (tengah) bersama Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama (kiri) dan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto menyampaikan konferensi pers seusai Sidang Kabinet Paripurna di Istana Bogor, Jawa Barat, Selasa 11 Februari 2020. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
"Kami mempersiapkan stimulus dengan melakukan counter cyclical terhadap kondisi saat ini, khususnya yang pertama adalah untuk sektor pariwisata," ujar Sri Mulyani kepada ratusan pelaku ekonomi dalam sebuah acara di Grand Ballroom Hotel Ritz Carlton, Jakarta, Rabu, 26 Februari 2020.
Menurut Sri Mulyani, dampak negatif COVID-19 sudah mulai terasa langsung pada sejumlah sektor ekonomi Tanah Air. Bahkan, ia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia meleset dari target 5,3 persen, menjadi kisaran 4,7 hingga 5 persen saja. Prediksi ini dengan asumsi bahwa pertumbuhan ekonomi Cina anjlok hingga 1 persen.
Di sektor pariwisata, Pemerintah telah menyiapkan insentif dengan memberikan alokasi tambahan sebesar Rp 298,5 miliar. Stimulus itu ditujukan untuk maskapai penerbangan dan agen agar bisa memberikan diskon khusus kepada pelancong. Total insentif diskon tiket pesawat ini senilai Rp 98,5 miliar. Sisanya dialokasikan untuk promosi sebanyak Rp 103 miliar, kegiatan pariwisata sebesar Rp 25 miliar, serta relasi media dan jasa pemengaruh (influencer) sebesar Rp 72 miliar.
Untuk menggenjot jumlah kunjungan wisatawan domestik, pemerintah juga memberikan diskon 30 persen untuk 10 tujuan wisata prioritas. Potongan harga itu diberikan dengan kuota 25 persen dari jumlah kursi pesawat di setiap penerbangan. Destinasi wisata yang dimaksud antara lain Danau Toba, Yogyakarya, Malang, Manado, Bali, Mandalika, Labuan Bajo, Bangka Belitung, Batam, dan Bintan. Potongan itu akan berlaku selama tiga bulan dari Maret hingga Mei 2020.
Sri Mulyani menghitung, dengan insentif dari pemerintah, diskon tiket pesawat bisa mencapai 50 persen. Pemangkasan harga tiket pesawat itu sangat dimungkinkan, lantaran Angkasa Pura sudah siap mengurangi tarif Pelayanan Jasa Penumpang Pesawat Udara (PJP2U) sebesar 20 persen selama 3 bulan pada 10 destinasi, dengan nilai sekitar Rp 99,8 miliar. Di samping itu, Pertamina juga bakal memberikan insentif berupa diskon avtur di bandara pada sembilan destinasi wisata dengan total nilai Rp 265,5 miliar dan berlaku selama 3 bulan.
Obral insentif ini masih dilanjutkan lagi dengan adanya kompensasi untuk pelaku usaha di 10 destinasi wisata yang paling terdampak Virus Corona. Pemerintah memutuskan untuk memberikan kelonggaran berupa penihilan pajak hotel dan restoran selama enam bulan. Untuk itu, pemerintah akan mensubsidi ataupun memberikan hibah kepada pemerintah daerah yang terdampak akibat penurunan tarif pajak hotel dan restoran di daerah sebesar Rp 3,3 triliun.
Tak hanya itu, Pemerintah juga menyiapkan realokasi Dana Alokasi Khusus untuk daerah-daerah wisata, dengan nilai Rp 147,7 miliar. Saat ini, dari alokasi itu sudah ada rencana penggunaan sebesar Rp 50,79 miliar. Sehingga ada Rp 96,8 miliar yang bisa dialokasikan dan sifatnya diubah menjadi hibah pemerintah untuk 10 destinasi wisata tersebut.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan paket insentif itu akan dievaluasi setelah berjalan selama tiga bulan. Sedangkan paket perpajakan di daerah akan ditinjau lagi setelah enam bulan.
"Kami akan lihat dampaknya setelah berjalan selama tiga bulan, kalau bagus bisa kami lanjutkan lagi," ujar Ketua Umum Partai Golkar ini. Adanya anggaran Rp 72 miliar untuk para pemengaruh alias influencer, menurut dia, itu adalah bagian dari upaya promosi menarik wisatawan mancanegara.
Para influencer, misalnya dari Australia dan Amerika Serikat yang datang ke Tanah Air dan mempromosikan Indonesia bisa mengantongi duit US$ 50 dolar. Kendati, Airlangga tidak menjelaskan secara terperinci mengenai teknis pemberian duit itu. Ia hanya mengatakan secara teknis, hal tersebut akan diatur oleh industri pariwisata dan perusahaan maskapai masing-masing.
Dengan gelontoran berbagai insentif itu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama berharap akan ada 736 ribu wisatawan mancanegara yang bisa digaet untuk berlibur ke Tanah Air. Sejumlah pasar yang dibidik bekas bos NetTV itu adalah dari Australia, Amerika, dan Eropa. Wisatawan mancaneagara dari tiga kawasan itu dibidik, menurut dia, lantaran memiki jumlah belanja alias spending yang besar untuk setiap kunjungannya. Wishnutama memperkirakan, devisa yang dihasilkan dari kunjungan 736 ribu turis asing bisa mencapai Rp 13 triliun dengan asumsi rata-rata belanja per kunjungan sebesar US$ 1.700 per orang.
Pesawat China Eastern yang membawa turis Cina lepas landas menuju Wuhan, China dari Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Kuta, Bali, 8 Februari 2020. Sebanyak 61 warga negara Cina yang berlibur di Bali dipulangkan menggunakan pesawat sewaan karena pemerintah Indonesia menutup penerbangan dari dan menuju Cina daratan akibat wabah virus Corona sejak 5 Februari 2020 sampai batas waktu yang belum ditentukan. Johannes P. Christo
Optimisme pemerintah ternyata berkebalikan dengan pelaku industri. Wakil Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Maulana Yusran mengakui, inisiatif dan konsep pemerintah memang bagus. Namun kalau gagasan itu tidak didasari dengan data yang tepat maka hasilnya tidak akan sesuai. Perkaranya, pelaku industri merasa tidak dilibatkan secara terperinci.
"Sekarang diputuskan destinasi yang diberikan insentif tanpa melihat karakter pasarnya. Seolah-olah dalam kondisi seperti ini orang mau berjalan-jalan, wisata. Padahal orang belum tentu mau mengejar itu," ujar Maulana.
Ia mengatakan wisatawan domestik paling banyak berwisata pada tiga waktu utama, yaitu saat Lebaran, Natal-Tahun Baru, dan libur anak sekolah. Sementara untuk perjalanan bisnis paling banyak dilakukan mulai Maret hingga Desember. "Jadi enggak mungkin wisatawan nusantara ditarik untuk berwisata, sementara anak-anaknya masih pada sekolah, lalu disuruh bolos kan enggak mungkin," tuturnya..
Adapun untuk wisatawan mancanegara, ia meminta pemerintah juga mempertimbangkan hilangnya kunjungan dari negara selain Cina, misalnya Singapura dan Malaysia. Dengan demikian destinasi yang diberikan insentif pun sebaiknya melihat kunjungan dari wisatawan negara-negara tersebut.
Begitu pula dengan pelonggaran pajak di daerah, tutur Maulana, sebaiknya dilakukan di seluruh Indonesia dan tidak hanya di sebagian destinasi. Sehingga ekonomi tetap berjalan dan tidak terjadi gelombang PHK. Dalam kondisi ekonomi lesu, ia mengatakan yang terpenting adalah pelaku industri memiliki pasar sehingga karyawan bisa bekerja dan perusahaannya bertahan. "Tidak usah nol persen, lima persen juga cukup," kata dia.
Dalam lain kesempatan, Direktur Riset Center of Reform on Economy (Core), Piter Abdullah, justru mempertanyakan insentif fiskal yang terlalu berfokus kepada sektor pariwisata. Menurut dia, selama virus corona mewabah, maka potongan harga berapa pun tidak bakal bisa menggaet wisatawan asing untuk datang. Kunjungan wisata secara alami akan kembali pulih apabila wabah penyakit itu telah berhasil diatasi.
Di sisi lain, ia menyoroti langkah pemerintah yang memangkas biaya berwisata, tapi justru bersiap untuk menaikkan biaya kehidupan lain, misalnya BPJS Kesehatan, cukai rokok, cukai plastik, cukai minuman ringan, hingga cukai kendaraan bermotor. Belum lagi rencana pemerintah meninjau subsidi gas dan listrik. Seluruh kebijakan itu, menurut Piter, bakal menggerus daya beli masyarakat.
Karena itu, Piter berpendapat, ketimbang mendiskon biaya piknik, ia merasa masyarakat lebih membutuhkan daya belinya tidak terpotong kenaikan biaya hidup tersebut. "Saya kira pemerintah hendaknya tidak hanya fokus memberikan insentif kepada sektor pariwisata, tetapi insentif secara umum yang diharapkan bisa membangkitkan permintaan domestik," kata dia.
Dari pasar modal, Direktur PT Anugerah Mega Investama Hans Kwee mengatakan sentimen yang dihasilkan oleh paket insentif pemerintah itu tidak sama kutanya dengan sentimen negatif Virus Corona. Akibatnya, pergerakan di pasar modal pun belum tampak terangkat oleh obralan insentif tersebut. Pada penutupan pasar hari ini saja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) memerah karena turun sekitar 1,7 persen ke angka 5.688,9.
Aktivitas di hari pertama perdagangan saham di lantai Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin, 10 Juni 2019. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) siang ini parkir di zona hijau. TEMPO/Tony Hartawan
"Kebijakan ini tentu positif bagi emiten, tapi pasar sedang khawatir berat dengan Virus Corona, jadi tidak terlihat indeksnya menguat. Orang akan menghitung insentif dibandingkan dengan masalah yang dihadapi," ujar Hans. Apalagi Virus Corona kini bukan hanya menyebar di Cina, namun juga di Korea Selatan dan Italia juga meningkat pesat.
Oleh karena itu, di samping memberikan insentif, ia mengatakan pemerintah perlu berupaya untuk meredakan kekhawatiran masyarakat di dalam negeri. Dengan demikian industri dan perekonomian dalam negeri yang terhantam Virus Corona dapat diselamatkan sesuai dengan rencana pemerintah.
CAESAR AKBAR
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini